TintaSiyasi.com -- Sudah berapa undangan pernikahan yang kamu dapat di bulan ini? Bulan Dzulhijjah hampir sama dengan bulan Syawal, momen banyak pernikahan. Betul, tidak?
Media sosial pun tak luput dari undangan pernikahan. Story WhatsApp, DM Instagram, undangan grup, undangan digital dan undangan kertas, semua cara dipakai untuk memberi tahu akan ada yang menikah. Ada harapan pengirim undangan supaya yang diundang juga ikut hadir dalam momen itu kemudian saling mendoakan dan merasakan kebahagiaan sebagaimana yang dirasakan oleh pengantin.
Pengumuman pernikahan memang dianjurkan di dalam Islam, supaya kelak tidak ada fitnah yang terjadi antara dua insan yang sudah halal. Namun perlu disadari bahwa setelah halal, kedua insan ini memiliki tanggung jawab besar sebagai sepasang suami istri yang saling memahami dan membersamai. Bahkan kehidupan mereka dikatakan sebagai dua sahabat terbaik.
Jika demikian halnya, maka kehidupan di dalam pernikahan bukan sekadar 'cie-cie' semata. Ada perintah yang harus disempurnakan lagi, yakni menjadikan kehidupan pernikahan menjadi kehidupan yang sakinah, mawaddah, dan penuh rahmat. Dengan menikah, telah sempurna separuh agamanya, maka separuhnya lagi perlu diperjuangkan.
Hanya saja, konsep pernikahan ini jarang dipahami para pemuda. Mereka hanya ingin hidup bersama pasangan, tetapi lalai dalam pengetahuan di dalamnya. Akibatnya yang terjadi saat ini, kehidupan romantis saja lah yang dibayangkan setelah pernikahan, layaknya film dan drama-drama yang mereka tonton.
Jika ternyata keromantisan itu tidak didapatkan setelah pernikahan yang menjadi ekspektasi sebelumnya, maka yang terjadi adalah pertengkaran dalam rumah tangga, ketidaksiapan dengan perubahan satu sama lain, menuntut lebih dari kemampuan pasangan, bahkan dengan mudah meminta cerai atau mengeluarkan talak dengan alasan tak lagi ada kecocokan.
Pernikahan adalah salah satu hukum syarak yang diperintahkan oleh Allah. Ini berarti ada pahala yang akan didapatkan jika dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran. Pun akan ada ancaman serta siksaan jika melalaikan kewajibannya di dalam pernikahan yang dijalani. Oleh karena itu, pernikahan adalah ibadah yang bisa dijadikan ladang pahala bagi dua insan yang telah bersatu dalam ikatan halal.
Sebelum mendapatkan pahala-pahala tersebut, maka perlu dipersiapkan hal-hal sebelum akad terjadi. Seperti mempersiapkan diri dengan kematangan emosional, menguatkan keimanan dan ketakwaan, membekali diri dengan pemahaman Islam yang benar, melayakkan diri menjadi pasangan yang saleh salihah, kemudian memilih calon pasangan sesuai perintah Allah, yakni memilih karena agamanya, tentu dengan menjaga setiap proses yang dilalui selalu on the track supaya mendapat keridhaan Allah hingga akad.
Setelah akad, kehidupan wanita sudah menjadi tanggung jawab suaminya. Seorang suami juga sudah bukan laki-laki biasa, tetapi telah menjadi pemimpin rumah tangga yang wajib mengurusi dan memastikan aktivitas istrinya. Oleh karena itu, harus ada amalan yang dilakukan supaya satu sama lain mendapatkan pahala di sisi Allah.
Sebagai sepasang sahabat terbaik, suami dan istri harus saling mencintai secara tulus karena Allah, saling terbuka dan saling membersamai dalam suka dan duka. Kehidupan pernikahan adalah kehidupan yang mereka jalani berdua, sehingga bumbu-bumbunya adalah amalan yang bisa menuju pada keridhaan Allah.
“Sesungguhnya orang-orang yang saling mencintai, kamar-kamarnya di surga nanti terlihat seperti bintang yang muncul dari Timur atau bintang Barat yang berpijar. Lalu ada yang bertanya, “Siapakah mereka itu?” “Mereka adalah orang-orang yang mencintai karena Allah azza wa jalla.” (HR. Ahmad).
Setelah saling mencintai, maka tumbuhlah kesadaran bahwa ada kewajiban yang harus dilaksanakan dengan ikhlas. Suami sebagai pemimpin rumah tangga wajib membimbing dan memberikan segala hal yang makruf kepada istrinya, termasuk nafkah halal dan mencukupi kebutuhan istri. Maka seorang istri juga harus siap menjadi sosok yang mau dipimpin dan dibimbing serta taat pada perintah suami selama tidak menyalahi hukum syarak.
Posisi suami dan istri tidak ada bedanya di hadapan Allah, ketakwaan merekalah yang akan dijadikan poin dalam menggapai pahala. Bukan berarti suami sebagai pemimpin, kemudian semena-mena dalam memerintah, menaikkan egonya, atau memaksa kehendaknya, bahkan dengan posisi itu, suami sering menjadikan dalil untuk melarang istri keluar rumah walaupun dengan tujuan dakwah.
Seorang istri juga tidak boleh menaikkan suaranya di hadapan suami jika terjadi perbedaan pendapat. Sampaikan dengan baik tentang apa yang dipahami dan belum sejalan dengan pemahaman suami. Seperti dakwah ke luar kota atau aktivitas lain di luar rumah. Maka harus dipastikan juga aktivitas itu aman dan tidak membuat suami gelisah akan keselamatan istrinya di luar rumah.
Oleh karena itu, kehidupan pernikahan bisa juga disebut dengan kehidupan yang penuh seni. Seni dalam memahami, seni dalam berkomunikasi, seni dalam mengalah, seni dalam percaya, seni dalam mendoakan, dan seni-seni yang lainnya.
Jika hal demikian dipahami dengan baik, sudah tentu akan tercipta suasana yang tenteram dan saling menenangkan. Pasutri akan menghias dirinya dan berlaku sebaik mungkin di hadapan pasangannya dengan tujuan menyenangkan dan menghadirkan kenyamanan dalam berumah tangga. Dan inilah cara Islam untuk menjaga keutuhan keluarga Muslim dan terhindar dari fenomena kerapuhan keluarga sekuler.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd.
(Aktivis Muslimah Jembrana-Bali)
0 Comments