Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Inkonsisten HAM Mengatasi Problematika Umat


TintaSiyasi.com -- Ribuan warga negara Prancis ditangkap oleh polisi saat melakukan demonstrasi brutal selama beberapa hari berturu-turut menyuarakan ketidak berpihakan mereka atas kematian yang menimpa seorang remaja bernama Nahel M, seorang remaja berusia 17 tahun yang merupakan keturunan Afrika Utara, sempat melakukan pelanggaran lalu lintas di sebuah jalanan Prancis (pinggiran Nanterre, Paris). Namun nahas ketika Nahel tidak ingin menepikan kendaraannya polisi justru melakukan penembakan dengan jarak dekat terhadap Nahel. Hal inilah yang memicu warga berdemonstrasi hingga merusak bangunan, membakar tempat sampah, serta merusak dan membakar mobil. Sehingga pada akhirnya pemerintah Prancis mengerahkan 4.500 polisi dengan perlengkapan lengkap serta kendaraan berlapis baja untuk meredakan kericuhan yang terjadi.

Mounia yang tak lain adalah ibu dari Nahel, mengatakan dalam sebuah siaran TV bahwa motif penembakan tersebut adalah rasialisme. Petugas polisi itu melihat wajah arab, dari seorang anak, dan beranggapan bahwa anak ini ingin mengambil nyawanya sehingga merasa terancam dan akhirnya menembakkan peluru dengan jarak dekat.

Penembakan remaja di Perancis ini menggambarkan hal yang paradoks. Slogan Menjunjung tinggi kebebasan nyatanya hanya untuk segelintir golongan saja, tidak untuk kulit hitam dan Muslim. Peristiwa ini sejatinya membuktikan keburukan HAM (Hak Adasi Manusia) yang digadang-gadang oleh negara Barat. Mereka merumuskan HAM dengan dalih agar semua manusia bisa mendapatkan hak-haknya dalam menjalani kehidupan. Namun, dalam perumusan ini mereka meniadakan aturan Tuhan, mereka hidup dalam sistem sekularisme sehingga ketika membuat sebuah aturan, mereka akan memisahkan antara agama dengan kehidupan.

Aturan agama hanya terpaku pada aktivitas ibadah ruhiyah belaka, sementara dalam menjalankan kehidupan siyasah (politik) ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, sosial, dan lain-lain diatur menggunakan akal manusia. Inilah penyebab munculnya rasialisme/rasisme, karena sebagian manusia menganggap bahwa diri mereka lebih baik daripada manusia lain. Ketiadaan aturan yang pasti (baku) dalam menjalani kehidupan, membuat manusia saling bertentangan sehingga menimbulkan banyak perpecahan dan pada akhirnya menghantarkan mereka sampai ke derajat yang lebih hina daripada derajat segerombolan binatang.

Ide kebebasan yang merupakan buah dari HAM diantaranya kebebasan kepemilikan, kebebasan berperilaku, kebebasan berpendapat, dan kebebasan beragama, sejatinya hanya menimbulkan berbagai dampak buruk ditengah umat. Misalnya kebebasan kepemilikan, mengakibatkan lahirnya para pemilik modal yang tamak, ketika ingin membuka sebuah industri maka mereka membutuhkan bahan mentah untuk menjalankan industrinya, dan membutuhkan pasar-pasar konsumtif untuk memasarkan produk-produk industrinya.

Sehingga negara-negara kapitalis ini akan menjajah negara-negara terbelakang guna menguasai harta benda mereka, memonopoli kekayaan alamnya, sekaligus merusak lingkungan akibat dari pemanfaatan SDA secara terus menerus tanpa melakukan regenerasi. Fakta ini sudah tidak asing lagi bagi kita, karena di Indonesia sendiripun ada banyak industri-industri besar yang memanfaatkan SDA Indonesia dalam menjalankan roda industrinya, namun Indonesia hanya memiliki sebagian kecil dari jumlah saham yang ada.

Contohnya lain dari kerusakan HAM adalah dampak dari kebebasan berperilaku. Karena dalam kehidupan sekularisme ala Barat hubungan seksual merupakan aktivitas yang sah-sah saja untuk dilakukan, ide semacam ini telah menyeret generasi untuk mengambil gaya hidup serba-boleh (permissiveness) yang sangat dilarang dalam agama Islam. Tak heran jika saat ini banyak sekali terjadi kasus-kasus penyimpangan ajaran agama Islam yang justru dilakukan oleh penganutnya sendiri, seperti seks bebas dikalangan remaja, tingginya kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur, Hubungan Inses (tindakan seksual yang dilakukan oleh dua orang yang masih memiliki ikatan keluarga) yang dilakukan antara bapak dengan anak kandungnya serta ada juga ibu dengan anak kandungnya sendiri, dan masih banyak lagi.

Bahkan isu yang paling mengerikan adalah, adanya negara-negara Eropa yang ingin menjadikan aktivitas seks sebagai salah satu cabang olah raga dan akan diperlombakan sampai ke tingkat benua, na’udzubillah tsumma na’udzubillah.

Inilah bukti bobroknya “Hak Asasi Manusia” yang selama ini dianggap sebagai solusi dari problematika umat. Nyatanya negara-negara adidaya yang selalu menggembar-gemborkan HAM, pada waktu yang bersamaan justru mencampakkan Hak Asasi Manusia, menginjak-injak seluruh nilai kemanusiaan dan menumpahkan darah berbagai bangsa di dunia. Mereka juga menutup mata dan telinga terhadap berbagai krisis yang terjadi di Palestina, Asia Tenggara, Amerika Latin, Afrika, dll.

Islam menanamkan prinsip bahwa manusia terbaik adalah yang paling bertakwa kepada Allah. Tidak ada standar ganda dalam hukum perbuatan, karena mereka meyakini bahwa Allah bukan sekadar Pencipta tetapi juga Pengatur, sehingga setiap umat Muslim harus mau terikat dengan aturan ini yakni terikat dengan hukum syarak. Sehingga dengan demikian umat akan terhindar dari sikap rasisme, dan menjunjung tinggi toleransi yang sesuai dengan ajaran Islam.

Allah SWT berfirman:

Wahai manusia!!! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, lalu Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (TQS. Al-Hujarat : 13).

Allah SWT juga menegaskan tentang toleransi dalam QS. Al-Kafirun ayat ke 6 yang artinya:

Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku.”

Dalam surat lain juga ditegaskan bahwa tidak ada paksaan untuk masuk Islam, karena sejatinya seorang Mukmin harus memeluk agama Islam melalui proses berpikir, bukan karena Islam keturunan apalagi Islam karena keterpaksaan. Sebagaimana firman Allah SWT:

Tiada paksaan dalam memeluk agama, sungguh telah jelas antara kebenaran dan kesesatan.” (TQS. Al-Baqarah: 256). 

Islam mewajibkan negara menghormati agama lain dan mewujudkan toleransi sesuai tuntunan Islam. Meskipun Islam diturunkan di negeri Arab, namun Allah telah mengatakan dengan tegas melalui lisan manusia paling mulia yakni Nabi Muhammad SAW, bahwa suku Arab tidak memiliki kelebihan apapun dibandingkan dengan non-Arab. Semua manusia sama di mata Allah yang membedakan hanyalah ketakwaan individunya.

Rasulullah SAW bersabda:

“...Ketahuilah, tiada kemuliaan orang Arab atas orang Ajam (non-Arab) dan tidak pula orang Ajam atas orang Arab. Begitu pula orang berkulit merah, tidaklah lebih mulia atas yang berkulit hitam, dan tidak pula yang berkulit hitam atas orang yang berkulit merah, kecuali atas dasar ketakwaan.” (HR. Ahmad dan Al-Bazzar).

Dalam hadis lain juga ditegaskan bahwa Abu Khurairah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda:

Sungguh Allah tidak memandang pada rupa kalian, juga tidak pada harta kalian, akan tetapi Dia melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim, Sahih Muslim, 12/427, No. Hadis 4651).

Demikianlah Islam menjaga persatuan di tengah-tengah umat, hal ini telah terbukti selama 1.300 tahun lamanya pada masa Daulah Islamiyah, sistem pemerintahan Islam pada masanya pernah menguasai 2/3 dunia, artinya 2/3 dunia ini tentu dihuni oleh umat manusia yang memiliki berbagai macam latar belakang dan perbedaan. Namun mereka tetap bisa hidup rukun dalam naungan khilafah, seluruh masyarakat mendapatkan hak yang sama baik yang Muslim maupun non-Muslim, mereka semua mendapatkan jaminan kesehatan, pendidikan serta pemenuhan kebutuhan pokok tanpa perlakuan yang berbeda dari negara. []


Oleh: Marissa Oktavioni, S.Tr.Bns.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments