TintaSiyasi.com -- Berita terkait korupsi seolah tak pernah sepi. Teranyar, praktik pungutan liar atau pungli di lingkungan rumah tahanan (rutan) KPK saat ini tengah menjadi sorotan. Dilansir dari tirto.id (24/06/2023), selain total nominal yang besar hingga mencapai Rp. 4 miliar, sejumlah pihak juga melihat perlunya perombakan sistem di internal KPK. Kasus ini mencuat setelah Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengumumkan adanya temuan praktik pungli di lingkungan rutan KPK. Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut, temuan itu didasari atas inisiatif penyelidikan yang dilakukan oleh Dewas.
Selain itu, Menkopolhukam Mahfud MD memastikan temuan pungli di rutan KPK mencapai Rp. 4 miliar terus diproses secara hukum. Ia mengungkap pihak-pihak yang terlibat pun siap dipidana. Mahfud mengatakan, "temuan pungli di KPK sangat ironis. Tapi, urusan pungli memang tak mengenal lembaga mana pun, dan bisa terjadi di mana saja." (Kumparan.com, 25/06/2023).
Pungli atau pungutan liar adalah termasuk tindakan korupsi dan merupakan extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) yang harus diberantas. Pungli adalah salah satu tindakan melawan hukum, dan diatur dalam UU No. 31 tahun 1999 junto, UU No. 22 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Adanya KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang independen tidak lantas membuat kasus korupsi hilang dari Indonesia. Adanya slogan #BeraniJujurHebat seolah hanya sebuah angin lalu bagi sebagian "oknum KPK" yang melakukan tindak kejahatan pungli tersebut. Kasus pungli di rutan KPK bisa jadi menurunkan kepercayaan masyarakat pada upaya pemberantasan korupsi. Muncul pertanyaan mengapa hal tersebut bisa terjadi pada lembaga sekelas KPK?
Lunturnya Kepercayaan Umat Akibat Sistem Sekularisme Kapitalistik
Dengan temuan kasus di atas benarlah perkataan bang Napi yang mengatakan, "Kejahatan terjadi bukan karena niat pelakunya, tetapi karena ada kesempatan". KPK seharusnya menjadi lembaga yang berada di garda terdepan melakukan upaya pemberantasan korupsi, bukan justru malah terbawa arus korupsi (pungli).
Korupsi di KPK menunjukkan lemahnya integritas 'oknum' pegawai karena berani menghalalkan berbagai cara demi mendapatkan harta dunia. Termasuk dengan adanya pungli. Inilah buah dari penerapan sekularisme kapitalistik yang mampu melemahkan keimanan individu, yang mengakibatkan hilangnya rasa takut pada Sang Khaliq. Alhasil, muncullah individu-individu yang bermoral rendah, yang tak berintegritas dalam mengampu amanahnya.
Dari sisi hukum, demokrasi sekuler tidak mampu memberikan sanksi tegas bagi para pelaku kejahatan. Sanksi yang ada selama ini dinilai belum mampu memberikan afek jera dan mencegah pihak lain untuk melakukan hal yang sama. Terbukti dengan makin maraknya kasus kejahatan yang ada termasuk kasus korupsi. Oleh karena itu sangat wajar jika masyarakat makin apatis dengan upaya pemberantasan korupsi yang ada, karena menganggap semua lembaga pemerintah (termasuk KPK) sama saja (melakukan korupsi). Lunturlah kepercayaan umat selama ini.
"Bagai menegakkan benang basah", begitulah pepatah yang tepat dalam memberantas korupsi di negeri ini. Kemustahilan memberantas kasus korupsi adalah sebuah keniscayaan dalam sistem sekuler. Oleh karena itu dibutuhkan sistem yang tangguh, yang mampu menyelesaikan segala permasalahan termasuk masalah korupsi yang terjadi.
Islam sebagai Sistem Tangguh Pencegah Korupsi
Untuk memberantas kasus korupsi dibutuhkan sebuah sistem yang memiliki aturan mekanisme yang jitu, dan hal itu hanya ada dalam sistem Islam. Islam akan mampu mencegah dan memberantas pelanggaran hukum dengan Aturan Islam yang berasal dari Sang Pencipta. Yang perlu digarisbawahi aturan Islam tegak di atas tiga pilar, yaitu: ketakwaan individu, masyarakat yang peduli dan negara yang menerapkan syariat Islam kaffah.
Islam kaffah akan melahirkan ketakwaan individu yang tinggi dalam diri siapa pun, yang menjadikannya menjadi pribadi yang khas yang berkepribadian Islam. Seseorang dengan ketakwaan yang tinggi tentu akan selalu merasa takut untuk melakukan kemaksiatan, karena ia yakin setiap perbuatan pasti akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah. Hal ini menutup celah terjadinya kasus korupsi atau pelanggaran hukum syariat lainnya.
Selain itu, Islam kaffah juga akan mewujudkan masyarakat yang islami, yang memiliki rasa saling peduli dan menjalankan kewajiban amar makruf nahi mungkar, hal ini lahir dari dorongan keimanan terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Terakhir, negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah, Daulah Khilafah Islamiyah. Kekuasaan dalam Islam digunakan untuk melaksanakan syariat Allah SWT. Standar hukumnya adalah halal-haram, karena Islam bukan hanya akidah ruhiyah tetapi juga merupakan akidah politik. Politik Islam adalah riayah suunil ummah (mengurus seluruh urusan rakyat), termasuk dalam aspek hukum.
Islam akan memberikan sanksi tegas dan setimpal bagi para pelaku korupsi. Hukuman untuk para koruptor masuk pada kategori takzir, yakni hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim (qadhi). Sanksi tegas dan setimpal akan memberikan efek jera bagi yang lain, sehingga bisa menjadi pencegah agar tidak ada yang melakukan tindakan kriminal yang serupa.
Demikianlah Islam sebagai sistem tangguh pencegah korupsi. Oleh karenanya sudah seharusnya umat sadar bahwa hanya Islam sajalah yang mampu mencegah dan memberantas kasus korupsi hingga ke akarnya. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
Aktivis Muslimah
0 Comments