TintaSiyasi.com -- Sungguh miris, sifilis tergolong penyakit infeksi menular seksual (IMS) dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini meningkat tajam. Mencengangkan lagi, penderita paling banyak didominasi oleh usia produktif yakni antara 25 hingga 49 tahun dengan angka mencapai 63% dari total laporan 2022. Sifilis mengintai generasi, butuh segera disolusi.
Sifilis Mengintai Generasi
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI yang disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Imran Pambudi, jumlah pasien sifilis pada tahun 2022 ditemukan sebanyak 20.783 orang. Dari total tersebut 0,24% menginfeksi kelompok usia 5-14 tahun, 3% pada usia kurang dari 4 tahun, 6% pada usia 15-19 tahun. Dan yang paling banyak didominasi usia produktif 25- 49 tahun, mencapai 63% dari total laporan 2022. (Liputan6.com, 07-06-2023).
Imran Pambudi juga menegasakan bahwa ada banyak risiko penularan sifilis. Pada kelompok anak paling banyak tertular dari ibu saat persalinan sebesar 27%. Sementara kelompok risiko lain ditemukan pada seks berisiko dan seks sesama jenis sebesar 28%. Penyakit yang dipicu oleh bakteri treponema pallidum ini muncul dari imbas perilaku seksual tidak normal, seperti seks oral dan anal.
Data tersebut menggambarkan penyebaran sifilis banyak mengintai generasi muda. Penularan yang terjadi melalui seks berisiko dalam pergaulan bebas. Bahkan melalui seks sesama jenis. Ini menunjukkan betapa rusaknya kehidupan saat ini.
Akibat perilaku buruk orang tuanya anak menjadi korban penularan penyakit seksual. Akibatnya banyak generasi lahir dalam kondisi penyakitan. Masa depan bangsa juga terancam karena generasinya lemah baik secara fisik maupun mental.
Sifilis Meningkat Akibat Tata Kehidupan Rusak
Sudah jamak dipahami bahwa sifilis rentan terjadi pada orang yang berganti-ganti pasangan dan melakukan hubungan sesama jenis. Tidak hanya pada pasangan yang sudah menikah tetapi juga terjadi pada generasi muda yang terjerumus pada seks bebas.
Seks bebas marak akibat menuhankan hawa nafsu. Hal ini terjadi karena tata kehidupan dijauhkan dari agama. Allah SWT Sang Pencipta dilupakan dan manusia merasa bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Halal-haram tidak dijadikan sebagai standar kehidupan. Kepuasan materi dan syahwat dikejar-kejar. Inilah kehidupan yang berjalan dalam sistem sekularisme liberal.
Sekularisme liberal menjadi biang kerok rusaknya tata kehidupan. Kebebasan hidup yang dieluh-eluhkan mengakibatkan berbagai kesengsaraan hidup melanda, termasuk merebaknya penyakit raja singa. Jadi tidak ada solusi lain kecuali dengan mengganti sistem sekularisme liberal ini dengan sistem yang lebih baik.
Islam Punya Solusi
Berbagai upaya pemerintah patut diapresiasi dalam mengatasi merebaknya sifilis. Namun, solusinya belum menyentuh akar persoalan. Karena sebatas himbauan menerapkan hidup sehat dan menyediakan obat-obatan. Sedangkan pintu merebaknya sifilis melalui seks bebas belum mendapatkan solusi tepat. Buktinya kasus sifilis kian meningkat tajam.
Akar personal maraknya sifilis adalah maraknya seks bebas akibat tata kehidupan rusak dalam sistem sekularisme liberal. Maka dibutuhkan solusi sistem kehidupan yang melarang seks bebas secara tegas.
Islam memiliki sistem kehidupan yang mengatur masalah sosial dan pergaulan. Interaksi laki-laki dan perempuan diatur dengan sempurna dengan tujuan melestarikan jenis dan memuliakan manusia sebagai khalifah di bumi. Agar tidak terjadi pergaulan yang salah maka Islam memiliki penjagaan dan solusi tegas jika terjadi pelanggaran.
Islam mewajibkan laki-laki dan perempuan menundukkan pandangan. Artinya, pandangan yang memicu terjadinya syahwat. Hal ini dijelaskan dalam QS. An-Nur ayat 30-31.
Islam juga melarang khalwat, yakni berduaan dengan lawan jenis tanpa mahram. Yang menjadi pembuka terjadinya perzinahan. Maka Islam melarang keras perzinaan termasuk aktifitas yang mendekati zina.
Selain itu, Islam juga melarang terjadinya ikhtilat, yakni campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa ada kebutuhan yang dibenarkan syariat. Islam membolehkan interaksi laki-laki dan perempuan jika ada kebutuhan seperti dalam pendidikan, kesehatan, dan muamalah jual beli.
Jika terjadi pelanggaran, Islam memiliki solusi tegas yang berfungsi sebagai pencegah (zawajir) dan penebus dosa (jawabir). Pada kasus perzinahan misalnya, sanksi yang diberikan sangat tegas sesuai nash Al-Qur'an. Bagi pelaku yang belum menikah (ghairu mukhsan) akan dijilid 100 kali. Sedangkan bagi pelaku yang sudah menikah (mukhsan) akan dirajam sampai mati.
Islam mampu memberikan solusi tegas atas masalah sifilis ini. Namun, butuh sinergi bersama untuk menerapkannya. Baik dari individu, masyarakat maupun negara.
Pertama, pada individu dibutuhkan adanya penguatan iman. Karena pondasi iman inilah sebagai self kontrol bagi individu dari perbuatan maksiat. Dengan keimanan yang kokoh akan terbentuk individu muslim yang taat kepada Allah SWT dan menyadari betul bahwa setiap perbuatan ada aturannya yang akan dimintai pertanggung jawaban.
Kedua, lingkungan tempat tinggal. Bisa dari keluarga maupun masyarakat. Keluarga memiliki peran penting dalam mendidik anggota keluarganya serta menjaganya dari tindakan maksiat. Sedangkan masyarakat berperan sebagai kontrol sosial. Menjalankan aktivitas amar makruf nahi mungkar.
Ketiga, negara menjalankan fungsinya sebagai pelindung warganya. Dengan memberikan edukasi melalui lembaga formal maupun nonformal. Menutup segala akses terjadinya seks bebas baik di dunia nyata maupun dunia maya. Negara juga menerapkan sanksi tegas bagi pelaku seks bebas, termasuk pelaku hubungan sesama jenis.
Demikian Islam memberikan solusi masalah sifilis bukan sekadar himbauan hidup sehat dan pemberian obat. Tetapi memberikan solusi tuntas dari akar persoalannya. Mari bersama mewujudkannya. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Eni Imami, S.Si.
(Pendidik dan Pegiat Literasi)
0 Comments