Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bencana Ekologis, Akibat Penerapan Sistem Kapitalisme

TintaSiyasi.com -- Telah terjadi banjir, yang melanda Garut pada Jumat (15/7) malam, menyebabkan hanyutnya sembilan rumah. Selain itu, puluhan rumah mengalami kerusakan.

Dari yang di sampaikan Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum menilai, banjir yang terjadi di Garut tidak hanya akibat curah hujan yang tinggi. Lebih dari itu, banjir karena adanya pembabatan dan alih fungsi lahan di kawasan hulu sungai.

"Penyebab bencana ini pun masyarakat harus paham, terutama yang di hulu. Jangan melakukan tindakan yang bisa menyebabkan terjadinya bencana," jelasnya. Namun Uu menegaskan bahwa pernyataannya tidak bermakna menjadi larangan untuk melakukan kegiatan di kawasan hulu sungai. Dia meminta masyarakat melakukan penggarapan secara rasional agar aktivitasnya tidak menyebabkan bencana.

Pada dasarnya bencana dapat terjadi secara alami karena berbagai faktor abiotik di bumi. Namun, juga dapat terjadi akibat ulah manusia. Banjir adalah salah satu bencana yang dapat terjadi karena ulah manusia. Kebiasaan membuang sampah ke aliran air, membuang sampah sembarangan, deforestasi hutan, dan menutup daerah resapan menjadi permukaan anti air menjadi penyebab dari banjir. Belum lagi penyempitan volume sungai karena penggunaan lahan di sisinya. Hal tersebut membuat banjir mudah datang saat musim hujan. 

Yang membuat keadaan semakin miris adalah, salah satu penyebab terjadinya banjir yang melanda Kabupaten Garut karena adannya pembabatan hutan di hulu sungai. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Plh Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum saat meninjau daerah terdampak banjir di Garut Kota, Kabupaten Garut, Minggu 18 Juli 2022. Uu menjelaskan, pihaknya telah mendapatkan informasi adanya pembabatan hutan di hulu sungai sehingga menjadi salah satu terjadinya bencana banjir di Kabupaten Garut. 

Pembabatan hutan itu tidak lain karena para perusak lingkungan baik secara perorangan maupun korporasi. Terlihat bahwa kasus banjir yang terjadi dengan meningkatnya pembangunan di kawasan dataran tinggi, sebagai wilayah penyangga air yang semakin marak dan ternyata juga dialihfungsikan sebagai kawasan wisata, lahan perkebunan maupun lahan industri. Pembangunan yang dilakukan korporasi atas ijin penguasa nampak tanpa memprioritaskan keselamatan rakyat tapi berhitung untung rugi. Sehingga penyebab utama banjir sebetulnya menyangkut kebijakan penguasa terkait pemanfaatan lahan dan perencanaan pembangunan dikaitkan pengelolaan tata ruang kawasan.

Ini tidak lain karena kebijakan kapitalisme sangat kental dengan kepentingan pemilik modal. Dengan fenomena kebebasan kepemilikan, pemilik modal yang kuat akan memperoleh keuntungan ekonomi yang paling besar. Itulah kapitalisme yang diusung oleh demokrasi. Tidak pernah terjadi "pengurusan terhadap rakyat". Yang ada adalah "eksploitasi" terhadap sumber daya, baik alam maupun manusia. Maka "wajarlah" jika semakin hari, bencana alam bukannya berkurang melainkan semakin menyebar. Karena sumber bencana "kapitalisme" dipakai dalam berbagai aspek kehidupan.

Begitulah penampakan kehidupan dalam sistem kapitalisme. Lalu, bagaimanakah sistem Islam menyelesaikan permasalahan bencana alam yang terjadi dalam sebuah negara? 

Sebelumnya pasti sebagai Muslim kita meyakini bahwa bencana alam yang menimpa manusia adalah qadha (ketetapan) dari Allah SWT yang harus disikapi dengan sikap ridha dan sabar, tidak ada satu pun musibah yang terjadi kecuali atas izin Allah. Namun, di balik qadha itu ada fenomena alam yang bisa dicerna dan termasuk ikhtiar untuk menghindarinya sebelum bencana alam terjadi. Sebagaimana dikatakan oleh Khalifah Umar, ketika Khalifah ‘Umar ditanya, “Apakah Anda akan melarikan diri dari qadar Allah?” Dengan tegas ‘Umar mengatakan, “Kita lari dari satu qadar Allah menuju qadar Allah yang lainnya.” Di sinilah letak ikhtiar manusia.

Selain itu, keserakahan manusia juga berperan dalam munculnya kerusakan alam yang menyebabkan bencana. Allah berfirman dalam QS.Ar-Ruum ayat 41, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Dari ayat di atas menjelaskan bahwa kerusakan alam terjadi akibat dari ulah tangan manusia.

setidaknya dalam upaya mengatasi potensi terjadinya bencana alam, khilafah memiliki langkah strategis dengan menempuh dua kebijakan sekaligus yaitu preventif dan kuratif. Manajemen bencana model Khilafah Islamiah tegak di atas akidah islamiah. Prinsip-prinsip pengaturannya didasarkan pada syariat Islam, dan ditujukan untuk kemashlahatan rakyat.

Adapun kebijakan yang dilakukan seorang khalifah dalam sistem khilafah adalah :

Pertama kebijakan preventif, hal ini dilakukan sebelum terjadinya bencana (pra bencana). Tujuannya untuk mencegah atau menghindarkan penduduk dari bencana. Kegiatan ini meliputi pembangunan sarana-sarana fisik untuk mencegah bencana, seperti pembangunan kanal, bendungan, pemecah ombak, tanggul, dan lain sebagainya. Reboisasi (penanaman kembali), pemeliharaan daerah aliran sungai dari pendangkalan, relokasi, tata kota yang berbasis pada amdal, memelihara kebersihan lingkungan, termasuk menutup celah bagi para korporasi melakukan eksploitasi sumber daya alam.

Kedua kebijakan kuratif, yaitu mencakup saat dan pasca bencana. Upaya yang dilakukan saat bencana tujuannya untuk mengurangi jumlah korban dan kerugian material akibat bencana. Kegiatan yang dilakukan adalah dengan melakukan evakuasi secepatnya, membuka akses jalan, memblokade atau mengalihkan material bencana (seperti banjir, lahar, dan lain-lain) ke tempat yang tidak dihuni oleh manusia, pembentukan dapur umum dan posko pengungsian, serta kebutuhan media lainnya.

Dan semua kebijakan tersebut berdiri atas prinsip akidah Islam, di mana khalifah menjalankan amanahnya sebagai pelayan rakyat dan kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah atas urusan rakyatnya. “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. al-Bukhari). Atas dasar inilah, maka tidak diragukan lagi bahwa hanya khilafah yang memiliki solusi komprehensif dalam mengatasi bencana alam. 

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Siti Hajar
Aktivis Dakwah, Pemerhati Remaja
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments