TintaSiyasi.com -- Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) adalah sektor usaha informal di bidang kuliner, fashion, dan agribisnis dengan kekayaan bersih antara 50 juta sampai 500 juta di luar gedung dan tanah ditambah hasil penjualan antara 300 juta sampai 2,5 miliar. Usaha ini terbukti mampu bertahan di era krisis moneter tahun 1998 silam. Walaupun sempat menurun efek pandemi, usaha ini digadang-gadang mampu mengentaskan kemiskinan ekstrem.
Saat ini terdapat 65,4 juta UMKM yang mana telah mempekerjakan 114,7 juta orang atau menyerap 56% tenaga kerja Indonesia. Sektor informal ini memberikan kontribusi lebih dari 60% Produk Domestik Bruto negara. UMKM memiliki peranan penting perekonomian Indonesia. Namun demikian, pelaku sektor informal ini mengalami permasalahan di bagian pemasaran, modal, bahan baku dan adopsi digital (www.dailysocial, 6 April 2023).
Upaya pemerintah mengurangi kemiskinan ekstrem melalui PT Permodalan Nasional Madani memperluas akses dan kemandirian masyarakat untuk mendapatkan pembiayaan dan pemberdayaan. Mereka mentargetkan jumlah nasabah mencapai 16 juta orang melalui pelaku UMKM (www.kompas.com, 27 Mei 2023). Kemandirian UMKM tentu menambah kas negara melalui setoran pajaknya, dimana pendapatan per tahun diatas 500 juta dikenai pajak 0,5% (tarif PPh Final sesuai UU Nomor 7 Tahun 2021).
Program Kemenparekraf untuk mewujudkan UMKM go digital antara lain gerakan bangga buatan Indonesia (BBI) dan Beli Kreatif Lokal. Dengan harapan meningkatkan animo masyarakat Indonesia dalam membelanjakan harta mereka terutama fashion dan hasil pertanian produk lokal. Adanya situs lelang.go.id menjadi wadah UMKM dalam memasarkan produk mereka secara offline dan online. Namun, keterbatasan akses internet dan skill pemasaran online menjadi PR pemerintah.
Kenaikan BBM dan bahan baku berdampak pada besarnya biaya produksi. Semuanya dibebankan pada konsumen. Dari sisi harga, produk UMKM kalah saing dengan produk produsen besar, belum lagi banjirnya barang impor. UMKM bisa dikatakan berjalan di tempat, dan tidak sedikit yang gulung tikar.
Tugas negara dalam mengentaskan kemiskinan ekstrem.
Pertama, kemiskinan ekstrem muncul bukan karena faktor ketidakmampuan individu tapi karena adanya kebijakan mencekik rakyat seperti kenaikan BBM, TDL, sistem kartel, menyebabkan meroketnya harga kebutuhan pokok. Oleh karena itu negara harus memberikan kebijakan yang menguntungkan rakyat seperti ketersediaan bahan pokok yang terjangkau untuk setiap orang.
Kedua, negara memastikan ketersediaan lapangan pekerjaan untuk rakyatnya. Bagaimana mungkin rakyat bisa membelanjakan harta jika akses mendapatkan harta tidak ada?
Ketiga, negara memberikan bantuan dana berupa pinjaman tanpa syarat dan tanpa bunga sekaligus merata di setiap pelaku usaha. Bukan rahasia lagi sulitnya akses pinjaman, banyaknya syarat yang harus dipenuhi, dana yang diberikan terbatas. Akhirnya pelaku usaha kecil menengah kalah saing dengan perusahaan yang modalnya besar dan jangkauan pasarnya luas.
Mungkinkah semua terwujud jikalau negara berisi pejabat yang berwenang lebih mementingkan kantong pribadi, lebih mengutamakan kepentingan kroni yang mengantarkan mereka ke kursi kekuasaan? Selama mereka mengurusi urusan rakyat, hanya kebijakan tambal sulam saja takkan mampu menyelesaikan akar masalah kemiskinan. []
Oleh: M. Vidya Anggreyani, SI.Kom.
(Aktivis Muslimah)
0 Comments