Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Perguruan Tinggi dalam Pusaran Kapitalisasi


TintaSiyasi.com -- Kapitalisme yang dipakai sebagai tatanan negara saat ini melahirkan sebuah kehidupan yang begitu materialistik, sehingga materi menjadi tolok ukur kehidupan. Berbagai bidang kehidupan termasuk dunia pendidikan dijadikan ladang bisnis untuk menghasilkan keuntungan. 

Pencabutan ijin operasional sejumlah perguruan tinggi swasta oleh pemerintah, menunjukkan potret buruknya tata kelola perguruan tinggi hari ini. Sebagaimana dilansir dari detikEdu (26/5/2023), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencabut izin operasional 23 perguruan tinggi per Kamis, 25 Mei 2023. Ke-23 perguruan tinggi tersebut dicabut izin operasionalnya karena sudah tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi, melaksanakan pembelajaran fiktif, melakukan praktik jual beli ijazah, melakukan penyimpangan pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), serta adanya perselisihan badan penyelenggara sehingga pembelajaran tidak kondusif

Tidak dipungkiri bahwa biaya pendidikan di Indonesia,apalagi pendidikan tinggi, masih tergolong sangat mahal. Salah satu penyebabnya adalah pemberian hak otonomi dari pemerintah kepada komite sekolah atau pihak swasta, khususnya pada jenjang Perguruan Tinggi. Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 pasal 64 ayat 3 tentang perguruan tinggi memberi kemudahan bagi investor untuk bebas menanamkan modalnya di sektor pendidikan. Hak otonom ini diberikan dalam hal pendanaan, sehingga rawan terjadi penyalahgunaan dan komersialisasi pendidikan.

Mahalnya pendidikan di negara ini menjadi faktor penghambat bagi peningkatan kualitas generasi penerus bangsa dan bagi kemajuan negara Indonesia. Karena bisa jadi, peserta didik yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena faktor kurang biaya ini memiliki intelektual dan potensi yang sangat besar, yang kelak merupakan calon pemimpin yang bisa membawa negara ini pada kemajuan. Namun akhirnya tidak bisa memberikan sumbangsih apa-apa karena tidak bisa melanjutkan pendidikannya. 

Pemberian otonomi tersebut menunjukkan bahwa negara melepas tanggung jawab pendidikan untuk rakyatnya. Kurangnya subsidi dari pemerintah bagi kebutuhan perguruan tinggi, mengakibatkan perguruan tinggi memberikan kebebasan kepada pihak lain untuk menanamkan modal. Investor manapun dapat menanamkan modal, mengatur sistem sesuai keinginan dan tujuan akhirnya adalah memperoleh keuntungan.

Perguruan tinggi yang seharusnya menjadi tempat untuk menghasilkan kaum intelektual yang makin terampil dan teruji, hari ini telah dijadikan mesin pencetak ijazah. Tanpa disadari, pendidikan hanya ditempatkan sekadar sebagai pengokoh penjajahan kapitalisme global. Yakni sekadar sebagai pencetak tenaga kerja terdidik untuk memenuhi pasar industri milik para kapitalis.

Sejatinya, pendidikan adalah hak asasi manusia dan merupakan aspek penting dalam kelangsungan hidup individu. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk karakter seseorang. Karena itu, pendidikan yang baik mampu membentuk individu secara utuh baik intelektual maupun kepribadiannya.Namun sayangnya, untuk bisa menikmati pendidikan yang baik, yang didukung dengan berbagai sarana prasarana yang memadai adalah sesuatu yang sangat mahal di negeri ini. Sehingga tidak semua orang bisa menjangkaunya. 

Meski pemerintah menyatakan akan mewujudkan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa, namun hal ini tidak didukung dengan kemudahan bagi generasi muda untuk mendapat akses pendidikan secara gratis dan berkualitas. Bagaimana mungkin akan terlahir Sumber Daya Manusia (SDM) yang cerdas, berkompeten, dan beradab apabila pendidikan yang bagus dan berkualitas sulit dijangkau oleh rakyat, terutama dari kalangan ekonomi lemah.
 
Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah ruah, mestinya bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk menyediakan pendidikan yang murah namun berkualitas, yang bisa dijangkau seluruh rakyat. Sayangnya, potensi kekayaan alam tersebut diserahkan kepada para pemodal, termasuk asing dan aseng atas restu pemerintah. Sementara rakyat susah payah mencari pemenuhan hidupnya sendiri.  

Syariat Islam mewajibkan negara untuk menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan pokok warga negara, seperti sandang, pangan, papan, termasukpendidikan, kesehatan dan keamanan. 

Islam mewajibkan menuntut ilmu bagi kaum Muslim, sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan Ibnu Majah : طلب العلم فريضة على كل مسلم والمسلمة, yang artinya : Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim laki-laki dan perempuan. 

Begitu pentingnya ilmu (baca: pendidikan), maka seharusnya negara memenuhi kebutuhan tersebut secara langsung tanpa diserahkan pihak lain,apalagi kepada para pemilik modal. 

Karena sistem pendidikan sebagai salah satu pilar peradaban dan investasi masa depan, maka harus mendapat perhatian serius oleh negara, baik dalam menjaga kemurnian visi, kurikulum, metode pembelajaran, hingga dukungan sarana dan prasarananya. Negara juga harus memastikan agar sistem pendidikan ini berjalan sempurna, dengan turut menciptakan suasana kondusif untuk pembelajaran.

Tidak hanya itu, para guru,dosen, ilmuwan dan peneliti diberikan apresiasi dengan gaji dan insentif yang tinggi. Begitupun dengan para siswa atau mahasiswa. Mereka juga diberi fasilitas serba gratis, yang membuat benar-benar fokus dalam tugasnya masing-masing. Baik sebagai pendidik dan pencetak generasi berkualitas, maupun sebagai pembelajar yang siap berkhidmat untuk umat suatu saat nanti. 

Negara dalam Daulah Islam tidak akan membebani rakyat dengan berbagai pajak untuk membiayai penyelenggaraan negara termasuk pemenuhan pendidikan bagi warganya. Seluruh pembiayaan ini negara keluarkan dari Baitul Mal. Baitul Mal merupakan lembaga keuangan negara dalam sistem pemerintahan Islam. Sumber pemasukan Baitul Mal berasal dari pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum.

Pos kepemilikan negara meliputi fai (anfal, ghanimah, khumus) jizyah, usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram pegawai dan pejabat negara, khumus rikaz dan tambang, harta orang yang tak punya ahli waris dan harta orang murtad. Selanjutnya, harta dari pos kepemilikan umum berasal dari hasil pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang sesuai hukum syariat Islam. Dari pos kepemilikan negara dan umum itulah, negara memberikan pembiayaan untuk rakyat. 

Dengan demikian, pendidikan yang murah namun berkualitas dapat dinikmati oleh seluruh warga negara s tanpa kecuali. Inilah bentuk keadilan syariat Islam yang agung dan sempurna dalam mengatur seluruh sendi kehidupan warga negara. 

 Wallahu a'lam. []


Oleh: Pujiati S.R.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments