TintaSiyasi.com -- Polres (Kepolisian Resort) Lombok Tengah memberikan sanksi bagi polisi berjenggot, Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. heran, padahal hal itu bersifat sunah, tidak melanggar hukum dan hak asasi manusia (HAM).
"Menyangkut hal yang sifatnya sunah, saya berpendapat tidak melanggar hukum dan HAM," tuturnya dalam segmen Tanya Profesor: Jenggot Polisi Mandalika Dipersekusi, Ini Melawan Resolusi Anti Islamofobia PBB 15 Maret 2022, di kanal YouTube Prof. Suteki, Kamis (17/3/2022).
Terlebih, Prof. Suteki menyampaikan, pada UUD dan UU HAM setiap warga negara berhak untuk beragama dan berkeyakinan, serta menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing.
"Lebih jauh saya sampaikan, bukan penampilan mereka yang dilihat, tapi kemampuan mereka. Jadi jika mereka memiliki jenggot di bagian wajah yang rapi dan atraktif, biarkan saja mereka menikmatinya," imbuhnya.
Prinsipnya, ia menyetujui petugas polisi diperbolehkan berjenggot asal rapi, bisa dibatasi dengan maksimal panjangnya.
"Jangan sampai hanya karena mereka berjenggot tidak berarti mereka tidak dapat melakukan pekerjaan. Kalau hal ini terjadi, justru inilah sudah ada unsur diskriminasi," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, larangan terkait suatu hukum yang disunahkan dalam agama, khususnya Islam, pasti akan menimbulkan resistensi secara umum.
"Hal ini sangat wajar mengingat selama bertahun-tahun simbol identitas berupa jenggot dan celana cingkrang itu sempat alergi bagi kelompok islamofobia," cetusnya.
Untungnya, ia menyebut, sejak Jo Bidden sudah mulai upaya membuat regulasi dalam menghapuskan islamofobia tersebut, bahkan PBB mengeluarkan resolusi Hari Anti Islamofobia pada 15 Maret 2022.
"Namun anehnya, di negeri ini justru terkesan sekali upaya untuk tetap memelihara islamofobia," pungkasnya. [] Puspita Satyawati
0 Comments