Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penurunan Kemiskinan di Papua Masih Menyisakan Problema


TintaSiyasi.com -- Permasalahan di Papua masihlah menjadi titik kritis yang perlu diperhatikan, salah satunya terkait kemiskinan. Walau dikatakan angka kemiskinan ekstrem menurun di wilayah Papua Barat tapi pada realitanya masih banyak problema yang menumpuk di ranah tersebut. Hal ini mulai dari minimnya akses dan kualitas penanganan, serta kurangnya sarana dan prasarana yang layak.

Belum lagi soal stunting yang masih menjadi catatan serius di Papua. Masyarakat berharap pemerintah pusat dapat memberikan bantuan dalam pembangunan sarana dan prasarana air bersih, lalu pembangunan Puskesmas, Puskesmas Pembantu, dan Polindes untuk memenuhi standar kesehatan. (Jawapos.com, 23/3/2023).

Sebagaimana diketahui bahwa Provinsi Papua Barat dan Barat Daya menjadi wilayah ke-23 dan 24 terkait permasalahan stunting dan kemiskinan ekstrem oleh Kemenko. Adapun Kabupaten Teluk Bintuni memiliki angka stunting paling rendah, yaitu 22,8 persen. Padahal rata-rata nasionalnya adalah 21,6 persen pada 2022. 

Di sisi lain dituturkan bahwa beberapa Kabupaten/Kota telah melampaui IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Nasional yang berada pada 72,29 yaitu Jayapura 80,61, Kabupaten Mimika 75,08, Kabupaten Biak Numfor 72,85 dan Kota Sorong 78,98. Tenaga Ahli Utama KSP Theofransus Litaay mengatakan bahwa sudah adanya penurunan angka kemiskinan dan meningkatnya angka harapan hidup. (CNN Indonesia, 11/6/2023).

Joko Widodo pun memberikan arahan untuk membangun Papua dengan sebuah desain baru yang lebih efektif agar menghasilkan lompatan kemajuan dan kesejahteraan bagi rakyat Papua dan Papua Barat. Bahkan Joko Widodo mengatakan bahwa Papua menjadi prioritas pembangunan. Akan tetapi cukupkah upaya ini untuk menangkal semua problema di Papua?


Problema Akan Langgeng Selama Kapitalisme Bercokol

Walau penurunan di Papua diklaim turun berdasarkan angka IPM yaitu secara angka dari 28,17 persen di Maret 2012 menjadi 26,56 persen di 2022. Namun, penurunan ini masihlah menyisakan PR besar. Bagaimana tidak? Penurunan yang terjadi selama waktu 10 tahun ini tidaklah seimbang jika dikaitkan dengan sumber daya alam di papua yang begitu melimpah. 

Jelas hal di atas membuktikan ada kekeliruan dalam mengurus dan memanfaatkan sumber daya alam yang nyata. Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa kapitalisme yang bercokol hari ini meraup segala sumber daya alam Indonesia dengan semena-mena. Alih-alih ingin membangkitkan, nyatanya kapitalisme ini membuat Papua tertinggal jauh dan perubahan berjalan sangat lamban. 

Sumber daya yang melimpah dimanfaatkan oleh segelintir pihak dengan adanya penguasaan oleh pemilik modal dan didukung dengan mekanisme yang disahkan oleh penguasa. Ini akan selalu menjadi lingkaran hitam yang tidak menyelesaikan permasalahan. Keuntungan akan berputar hanya pada segelintir orang dan rakyat Papua hanya menerima jauh dan sedikit sekali dari dari kata sepadan.

Tentu ini bukanlah hal yang adil untuk rakyat Papua, seharusnya sumber daya yang melimpah ini dapat dengan efektif mengentaskan kemiskinan secara utuh, tapi sayangnya pengolahan dari negara masihlah jauh dari itu. Ini menunjukkan bahwa sekaya apapun wilayah tempat kita berpijak, jika yang dijunjung adalah asas kapitalisme, maka habis sudahlah semua itu untuk memenuhi kantong pemilik modal dan penguasa.

Tentu rakyat butuh penyudahan atas aktivitas tidak adil ini, negara seharusnya selektif menjaga sumber daya alamnya untuk kemajuan bersama. Akan tetapi memang inilah buah dari kapitalisme yang tidak bisa diharapkan lagi bentuk prioritasnya terhadap rakyat. Maka, kita perlu beralih pada sistem yang baik dan menyeluruh guna menyelesaikan kemiskinan dan juga meniadakan PR dan problem yang lainnya.


Islam Menyolusi Hingga ke Akar

Berbeda halnya dengan kapitalisme, di dalam Islam prioritas tertuju pada rakyat secara menyeluruh. Di dalam Islam tidak akan ada sumber daya alam yang dikuasai segelintir orang, karena negara mampu mengolahnya dengan efektif untuk kepentingan rakyat. Jika penerapan Islam sebagai aturan negara diberlangsungkan maka kita akan menemukan rakyat dan aparatur negara yang berasaskan Islam. Tidak akan kita temui kepribadian yang serakah, ingin mengambil hak sekitar, dan pastinya tidak akan ada upaya-upaya yang hanya menghasilkan solusi tanggung.  

Dalam negara Islam, semua akan dibersamai dengan pola pikir Islam, pola sikap Islam dan tentunya peraturan Islam sebagai kontrol nyata untuk semua pihak. Di dalamnya pula ada hubungan dan keterikatan dengan hukum syarak. Dengan begitu, semua akan berjalan selaras dan tak ada penguasa serta segelintir pihak yang bersikap merugikan.

Sumber daya alam tidak akan dikuasai asing seperti hari ini, pembangunan akan mendapatkan prioritas yang nyata dan bukan hanya omong kosong belaka. Semua ini karena penerapan Islam yang dilakukan secara total akan menghasilkan upaya dan solusi yang total pula.

Tentu ini bukanlah mimpi di siang bolong yang tidak akan terwujud, ini adalah janji Allah SWT untuk tegaknya Islam di muka Bumi. Sebagaimana ini adalah solusi nyata yang dahulu pernah menyolusi peradaban seluas dua pertiga dunia dan bertahan selama 1.300 tahun. Karena aturan Islam adalah aturan yang Allah SWT turunkan untuk kita, sudah pasti dapat menyolusi semua problem secara terperinci.

Hari ini bila kita lihat kondisinya jauh dari itu, maka itulah bukti bahwa kita jauh dari penerapan Islam. Sudah waktunya kita bergegas mengupayakan penerapan ini secara total untuk menjemput solusi nyata. Mari jadi bagian yang berjuang di dalamnya guna menjemput penerapan tersebut agar segera kita dapati kebangkitan di tengah umat. Semua itu bisa kita mulai dari menyebarkan kebenaran, mengarahkan pemikiran, perasaan dan peraturan hanya kepada Islam. Semoga kita bisa segera meraih perubahan dan berhenti dari geliat problema kapitalisme yang merugikan.

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Rifdah Reza Ramadhan, S.Sos.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments