TintaSiyasi.com -- Lagi-lagi ramai berita di media sosial yang menimpa seorang remaja, bahkan anak-anak sekalipun yaitu kasus kekerasan seksual. Dilansir dari Tribunjateng.com, "Seorang anak kelas 6 SD di Kapanewon Dlingo, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, diduga menjadi korban pelecehan seksual ayah tirinya." Keluarga korban melaporkannya ke polisi. "Benar adanya kasus kejahatan perlindungan anak yang dilaporkan ke Polres Bantul pada tanggal 27 Februari 2023 yang terjadi di wilayah Dlingo Bantul," kata Kasi Humas Polres Bantul, Iptu I Nengah Jeffry Prana Widyana saat dihubungi wartawan Rabu (24/5/2023).
Terungkap juga fakta yang lebih memilukan lagi yaitu seorang remaja berusia 15 tahun di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, dilecehkan oleh hingga 11 laki-laki di tempat dan pada waktu yang berbeda. Ternyata kasus bejat para pelaku kepada korbannya itu sudah berlangsung dalam rentang waktu sekitar 8 bulan. Disebutkan sebelas pelaku pelecehan terdiri dari oknum polisi, guru, kepala desa hingga wiraswasta. Diketahui dari 11 pelaku, lima orang di antaranya masih buron. (Tribunnewsmaker.com, 31/05/2023).
Jika kita telaah, ada banyak aspek yang menjadikan kasus kekerasan seksual terhadap anak makin parah. Salah satunya adalah aspek sanksi yang tidak menjerakan. Berdasarkan UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar (Kompas, 6-1-2022).
Ancaman hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak tidak sampai hukuman mati, melainkan hanya dipenjara, bahkan realisasinya bisa sangat ringan. Banyak kasus menguap begitu saja jika publik tidak mengawal ketat. Hanya dengan modus pemberian sejumlah uang terhadap keluarga untuk berdamai, kasus bisa “hilang” tanpa penyelesaian secara hukum. Hal ini menjadikan tidak adanya efek jera bagi pelaku dan selanjutnya ia maupun orang lain enteng saja melakukan kejahatan serupa karena tidak takut terhadap ancaman hukumannya.
Kondisi ini tentu saja sangat menodai citra terlebih generasi muda yang hidup hari ini adalah aset umat pada masa depan. Merekalah yang kelak akan mengisi pos-pos kepemimpinan di berbagai bidang. Terbayang jika mereka hidup dalam habitat yang jauh dari kata ideal, serta rusak dan merusak seperti saat ini. Tentu akan berpengaruh terhadap kualitas generasi pada masa yang akan datang, ditambah dampak kekerasan seksual biasanya berjangka panjang.
Sangat jelas kondisi saat ini tidak boleh dibiarkan. Harus ada tindakan konkret untuk memutus rantai kejahatan, yaitu mengganti sistem kehidupan saat ini dengan menerapkan sistem Islam. Sistem Islam berasaskan akidah Islam sehingga keimanan dan ketakwaan menjadi dasar penyelesaian setiap masalah, bahkan masalah kekerasan seksual terhadap anak pun bisa tercegah dan tersolusi hingga ke akarnya. []
Oleh: Siti Munawarotil Milah
Aktivis Muslimah
0 Comments