Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pengangguran Tinggi, Bagaimana Nasib Rakyat?

TintaSiyasi.com -- Penggangguran di Indonesia sudah bukanlah kabar baru. Meskipun begitu, mirisnya setiap tahun angka pengangguran masih berada dalam angka yang tidak terbilang sedikit. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa di Indonesia masih ada sebanyak 7,99 juta pengangguran per Februari 2023. Jumlah tersebut setara dengan 5,45 persen dari sebanyak 146,62 juta orang angkatan kerja yang terekam dalam data statistik. Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Edy Mahmud mengatakan bahwa angka pengangguran yang terhitung per Februari 2023 ini mengalami penurunan dibandingkan bulan Agustus 2022 lalu yang sebesar 8,42 juta orang (dikutip dari CNN Indonesia, 05/05/23). Meskipun mengalami penurunan di tahun 2023, ternyata angka tersebut masih lebih tinggi daripada angka pengangguran yang terdata sebelum pandemi berlangsung yaitu pada bulan Februari 2020 yang sebesar 6,93 juta orang (dikutip dari katadata, 05/05/23).

Tentu, data ini bukanlah jumlah yang sedikit karena masih jutaan orang belum mendapatkan maupun menerima pekerjaan di usia produktif mereka. Tidak hanya usia produktif, namun juga orang-orang yang memiliki tingkat intelektualitas yang mumpuni pun masih banyak yang menganggur dan tidak mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data BPS per Februari 2023, angka pengangguran paling tinggi dari lulusan SMK sebesar 9,60 persen. Disusul lulusan SMA sebesar 7,69 persen, lulusan diploma I/II/III sebesar 5,91 persen, dan lulusan S1/S2/S3 sebesar 5,52 persen (dikutip dari CNN Indonesia, 05/05/23). 

Demikianlah kondisi dunia kerja saat ini, yang disayangkan belum bisa memberikan lapangan pekerjaan yang memenuhi seluruh masyarakat. Realitasnya, memang sudah banyak lapangan pekerjaan yang dibuka terutama lapangan kerja informal, namun belum bisa dicapai oleh seluruh masyarakat. Yang ada justru menciptakan persaingan-persaingan ketat di dunia kerja karena terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia.

Persaingan di dunia kerja pun memiliki problem tersendiri dimana saat ini lulusan dengan jenjang pendidikan yang tinggi pun ditemukan kalah saing. Baru-baru ini, viral tentang seorang lulusan S1 Teknik Mesin UI yang melamar pekerjaan di PT. PAL Indonesia kalah saing dengan lulusan STM usia 30 tahun yang memegang sertifikat pengalaman kerja di luar negeri. Dari cerita ini saja, bisa dilihat bagaimana intelektualitas kalah dengan pengalaman kerja apalagi pengalaman di luar negeri karena dirasa dapat lebih memberikan kontribusi bagus untuk perusahaan. Tidak hanya itu, disebutkan bahwa lulusan yang lebih rendah siap berekspektasi gaji yang lebih rendah. Seperti inilah sedikit gambaran realitas dunia kerja kita saat ini.

Bekerja merupakan cara manusia untuk memenuhi kebutuhannya, mulai dari kebutuhan primer sampai kebutuhan tersier. Sehingga bekerja menjadi suatu hak yang bisa didapatkan oleh seluruh masyarakat secara merata. Realitas yang ditampilkan dunia kerja saat ini, dimana sudah banyak lapangan pekerjaan yang dibuka namun angka pengangguran masih tinggi. Dimana lulusan pendidikan tinggi dengan tingkat intelektualitas yang mumpuni belum bisa mengisi posisi-posisi di dunia kerja yang sejalur dengan pendidikannya. Dimana juga banyak yang ingin bekerja namun jenjang pendidikan yang ditempuhnya tidak memenuhi persyaratan persaingan dunia kerja saat ini. Jika kita telisik secara mendalam, fakta bahwa kerja di sektor informal lebih banyak digeluti saat ini dibandingkan sektor formal karena adanya ekspektasi tinggi terhadap kebutuhan pekerja, bahkan daripada menarik lulusan-lulusan lokal, perusahaan-perusahaan justru lebih tertarik mempekerjakan lulusan luar negeri atau bahkan tenaga kerja asing itu sendiri. Hal ini menunjukkan lemahnya industrialisasi yang tidak berdasarkan kebutuhan, namun mengikuti pesanan pasar dunia.

Islam telah memberikan gambaran tata kelola dunia kerja yang membawa kemaslahatan bagi masyarakat. Islam memerintahkan negara untuk menyediakan lapangan kerja yang luas, cukup, dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Penyediaan lapangan kerja ini dilakukan secara mandiri oleh negara, bukan berarti perusahaan swasta dan asing tidak diperbolehkan namun tidak mendominasi dunia kerja karena diatur sempurna oleh negara. Negara mengerahkan secara maksimal individu-individu lokal untuk mengisi posisi-posisi pekerjaan, karena masyarakat lokal tidak diragukan lagi keilmuannya dalam bidang-bidang yang dibutuhkan di dunia kerja.

Hal ini karena Islam mengatur pula sistem pendidikan yang diberikan oleh negara ke seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali secara gratis sehingga seluruh rakyat dapat mengakses pendidikan dan meningkatkan kualitas intelektual mereka, baik keilmuan Islam itu sendiri dan ilmu-ilmu praktis yang diminati tiap individu untuk terjun ke dunia kerja. Dunia kerja dirancang sesuai kebutuhan masyarakat tanpa persaingan-persaingan ketat yang membuat stress. Konsep ini berjalan dalam sistem Islam yang bergerak dengan sistem yang kokoh dan mandiri berdasarkan syariat Islam. Sistem ini merancang konsep pembangunan yang mensejahterakan masyarakat seluruhnya dengan Islam.

Wallaahu a'lam bish shawwab.



Oleh: Fadhila Rohmah
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments