TintaSiyasi.com -- Dua minggu pasca serangan 9/11 pada 11 September 2001, di World Trade Center dan Pentagon New York, sebuah pidato yang luar biasa disampaikan oleh pengusaha wanita dan sejarawan Carly Fiorina, CEO Hewlett-Packard Corporation pada pertemuan seluruh manajer perusahaan tersebut di seluruh dunia, pada 26 September 2001.
Carly Fiorina menyampaikan:
“Pernah ada suatu peradaban yang merupakan peradaban terbesar di dunia. Peradaban itu mampu menciptakan negara super-benua yang membentang dari laut ke laut dan dari iklim utara ke daerah tropis dan gurun. Di dalam dominasinya hidup ratusan juta orang, dari berbagai kepercayaan dan etnis.”
“Salah satu bahasanya menjadi bahasa universal sebagian besar dunia, jembatan antara rakyat di ratusan negeri. Pasukannya terdiri dari orang-orang dari banyak negara, dan perlindungan militernya memungkinkan tingkat kedamaian dan kemakmuran yang belum pernah diketahui sebelumnya. Jangkauan perdagangan peradaban ini meluas dari Amerika Latin ke Cina, dan dimanapun di antara keduanya.”
“Peradaban ini sangat didorong oleh penemuannya. Arsiteknya merancang bangunan yang melawan gravitasi. Matematikawannya menciptakan aljabar dan algoritma yang memungkinkan pembuatan komputer, dan enkripsi. Para dokter memeriksa tubuh manusia, dan menemukan obat baru untuk penyakit. Para astronom memandang ke langit, menamai bintang-bintang, dan membuka jalan untuk perjalanan ruang angkasa dan penjelajahan. Para penulisnya menciptakan ribuan cerita. Kisah-kisah keberanian, romansa, dan keajaiban. Para penyairnya menulis tentang cinta, ketika orang lain sebelum mereka terlalu tenggelam dalam rasa takut untuk memikirkan hal-hal seperti itu.”
“Ketika negara-negara lain takut dengan pemikiran, peradaban ini berkembang pesat pada mereka, dan membuat mereka tetap hidup. Ketika banyak yang mengancam untuk menghapus pengetahuan dari peradaban masa lalu, peradaban ini membuat pengetahuan itu tetap hidup, dan meneruskannya kepada orang lain. Sementara peradaban Barat modern memiliki banyak ciri-ciri ini, peradaban yang saya bicarakan adalah dunia Islam dari tahun 800 hingga 1600, yang meliputi Kekaisaran Ottoman dan pengadilan Baghdad, Damaskus, dan Kairo, serta para penguasa tercerahkan seperti Suleyman yang Agung.
Meskipun kita sering tidak menyadari hutang kita kepada peradaban ini, pemberiannya merupakan bagian dari warisan kita. Industri teknologi tidak akan pernah ada tanpa kontribusi ahli matematika Arab.”
Keagungan peradaban islam tidak bisa dilupakan begitu saja. Sebab pengaruhnya begitu kuat untuk diabaikan. Ketika seluruh syariat islam diterapkan di setiap sendi kehidupan, maka kebaikan dan kesejahteraan sangat dirasakan.
Namun di abad milenial ini sebuah wacana moderasi beragama sangat masif digencarkan. Bahkan digadang-gadang sebagai tonggak kemajuan sebuah negara. Sebagaimana pernyataan Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Prof Siti Ruhaini Dzuhayatin, di Forum Lintas Agama G20 Tahun 2023 di New Delhi, India, yang menyampaikan bahwa ketangguhan sosial di Indonesia terbentuk dari moderasi beragama. (Kompas.id, 11/5/2023)
Ketangguhan sosial ini perlu terus dirawat melalui saling percaya dan menguatkan faktor-faktor yang paling mendasar, yakni keberagaman, agama, dan budaya. Salah satu yang dikerjakan adalah penguatan literasi beragama oleh Kementerian Hukum dan HAM bersama Leimena Institut.
Adalah benar bahwasanya seluruh permasalahan hidup manusia sejatinya dikembalikan lagi bagaimana agama mengaturnya. Sebab Pencipta manusia dan alam semesta beserta isinya ini telah menyiapkan seperangkat pedoman menjalani kehidupan serta permasalahan yang dihadapi. Dalam hal ini tentu saja hanya agama yang benar saja yang mampu menyelesaikan problem manusia.
Ketika Islam datang, keberagaman sudah ada. Namun tidak menjadikan islam terbawa oleh keberagaman tersebut. Sebab sebagai satu-satunya agama yang shahih, hukum-hukum di dalamnya berlaku bagi manusia di belahan dunia manapun, tanpa mengenal perubahan waktu, tempat dan kondisi masayarakat. Oleh karenanya, sejak awal pemikiran islam sangat bertentangan dengan pemikiran moderasi beragama. Moderasi beragama menganut prinsip sekulerisme dan pluralisme. Tentu saja tujuannya adalah agar manusia tidak hanya menerapkan salah satu ajaran agama tertentu saja sebab semua agama dipandang baik dan benar. Dan sekulerisme telah menjauhkan manusia dari ajaran agama. Sebab dalam prinsip sekulerisme, aturan dalam kehidupan tidak boleh dikaitkan dengan aturan agama. Walhasil, kerusakan demi kerusakan kita saksikan saat ini nyata di hadapan mata terjadi bahkan tiap detiknya. Pergaulan bebas, kemiskinan, pengangguran, kejahatan seksual, perdagangan orang, perzinahan, pembunuhan, narkoba dan lain sebagainya telah menjadi persoalan yang rumit tanpa mampu diselesaikan oleh sistem hidup kapitalisme saat ini.
Inilah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Sejatinya manusia tanpa aturan agama sangat fatal akibatnya. Alih-alih menjadi negara maju, bahkan menjadi kemerosotan terbelakang dan senantiasa tertindas itulah konsekuensi ketika ajaran agama dimoderasi. Kembalikan islam sebagaimana awalnya datang dan telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan bernegara. Itulah teladan terbaik sepanjang peradaban manusia, dan belum pernah ada sistem yang mampu mengunggulinya saat islam diterapkan secara kaffah di setiap aspek kehidupan. Wallahu'alam bisshowab.
Oleh: Laily Ch. S.E.
Aktivis Muslimah
0 Comments