Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kesabaran Generasi Muda Setipis Tisu

TintaSiyasi.com -- Akhir-akhir ini sedang viral di media sosial, kalimat “kesabaranku setipis tisu dibagi dua”. Kalimat ini digunakan oleh para remaja, sebagai ungkapan kepada mereka yang sulit untuk bersabar atau mudah emosi ketika dihadapkan dengan suatu masalah. Seperti kejadian bocah laki-laki yang videonya viral, dikarenakan emosi dan memukul-mukulkan handphonenya ke tembok akibat kalah bermain game Free Fire. Bocah berkaos hitam itu, terlihat tidak bisa menahan emosinya karena beberapa kali kalah dalam bermain game (tribunstyle.com, 6/6/2023).

Di lain video, terlihat pula seorang remaja laki-laki yang mengamuk dan menendang-nendang sepeda motor barunya. Dia tidak terima, orang tuanya membelikan sepeda motor tidak sesuai dengan yang diinginkannya (video TikTok @apahabar.banjarmasin, 27/5/2023). Ungkapan “kesabaran setipis tisu” ternyata sesuai dengan keadaan generasi muda kini yang tidak sabaran dan mudah emosi.

Adapun penyebab remaja sekarang menjadi tidak sabaran; 
Pertama, dorongan zaman yang serba instan dan cepat. Kemudahan-kemudahan teknologi yang disodorkan pada generasi saat ini membuat mereka malas untuk mengerjakan hal-hal sulit, tidak menyukai pekerjaan yang berproses panjang, dan mudah emosi ketika harapannya tidak sesuai dengan kenyataan.

Kedua, kurangnya pendidikan akhlak menjadi pemicu sifat remaja yang emosian. Akhlak adalah sesuatu hal yang harus dipelajari dan ditanamkan sedari dini, butuh pembiasaan yang panjang sehingga anak-anak bisa tumbuh menjadi remaja yang bersifat penyabar. Sedangkan, sangat sedikit orang tua yang paham tentang pentingnya pendidikan akhlak sedari kecil. Di sekolah pun, minim adanya penerapan pendidikan akhlak kepada siswa-siswinya. Sekolah lebih berfokus pada pendidikan keilmuan dibandingkan membangun akhlak dan karakter generasi.

Ketiga, kurangnya pemahaman agama pada individu remaja. Agama Islam mengajarkan untuk bersabar terhadap masalah-masalah yang dialami, juga bersabar ketika ekspektasi tidak sesuai dengan realita, karena Allah lebih mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Islam pun mengajarkan individu muslim sebisa mungkin untuk manahan emosi, sesuai sabda Rasulullah SAW, “Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.”

Kemerosotan akhlak generasi ini masih bisa diperbaiki, dengan penerapan hukum-hukum dan nilai-nilai Islam pada individu, masyarakat, dan negara. Tanamkan sedari dini pada individu-individu muslim tentang pentingnya memiliki akhlak yang baik seperti sabar, jujur, rendah hati, menghormati yang lebih tua, dan akhlak baik lainnya. Beri contoh dan pengajaran dari orang tua kepada anak-anaknya, tentang akhlak baik yang harus dimiliki seorang muslim.

Dari sisi masyarakat, harus ada kontrol dan sikap saling menasehati ketika melihat adanya para remaja yang berperilaku buruk. Kewajiban saling menasehati harus berjalan, agar mencegah remaja berbuat buruk dan pembiasaan rasa malu ketika akan berperilaku tidak baik. 

Adapun yang paling utama adalah dari sisi negara. Negara berperan besar membangun karakter generasi melalui sistem pendidikan yang ada. Yaitu, dengan menanamkan pemahaman agama di sekolah untuk membentuk akhlak mulia pada generasi, menerapkan dan membiasakan sifat-sifat baik di lingkungan pendidikan, dan memberi contoh akhlak baik dari para pemimpin atau penegak hukum kepada masyarakat dan generasi. Dengan penerapan aturan dan ajaran Islam di seluruh lapisan masyarakat, akan terbentuk akhlak generasi yang mulia sesuai yang dicontohkan oleh diri Rasulullah SAW. Wallahu a’lam bishshowwab.[]

Oleh: Aulia Aula Dina
(Aktivis Muslimah Kab. Bandung)


Baca Juga

Post a Comment

0 Comments