TintaSiyasi.com -- Mengentaskan kemiskinan di negeri ini bukan saja menjadi harapan Pemimpin Negeri. Masyarakat pun ingin segera keluar dari jerat kemiskinan yang membelitnya. Namun, mungkinkah pengentasan kemiskinan di Indonesia tercapai tahun depan?
Diakhir masa jabatannya pada 2024 nanti, Presiden Ir. H. Joko Widodo berencana mengentaskan kemiskinan ekstrem diangka 0%. Namun, hal ini diragukan oleh para pakar yang berpendapat target itu terlalu ambisius sehingga hampir tidak mungkin tercapai. Karena penghapusan kemiskinan ekstrem tidak sesuai dengan realita. Kenyataannya angka kemelaratan di Tanah Air masih cukup tinggi. Pendapat itu disampaikan peneliti dari SDGs Center, Universitas Padjajaran Bandung, Profesor Arief Anshory Yusuf. (voa indonesia,10/06/2023).
Kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi.
Standar Garis Kemiskinan yang direkomendasikan Bank Dunia adalah jika pengeluaran seseorang per hari sebesar USD 3.2 atau Rp. 47.350,- per hari (kurs 1 USD = Rp14.800). Sementara angka Garis Kemiskinan menurut BPS jika maksimal pengeluaran seseorang Rp.17.851 per hari. Sederhananya jika pengeluaran seseorang Rp.18.000 per hari saja berarti sudah bukan tergolong kelas miskin. Sudahkah tercukupi kebutuhan seseorang dengan nilai tersebut? Untuk sekedar makan mungkin bisa, tapi bagaimana dengan kebutuhan lainnya seperti biaya sekolah, tranportasi, kesehatan, sandang, tempat tinggal dan sebagainya.
Inilah bentuk kegagalan sistem Kapitalisme dalam usaha pengentasan kemiskinan. Untuk bisa keluar dari masalah kemiskinan tentu tak semudah membalik telapak tangan dan secepat meluncurnya kereta cepat. Ada tahapannya dan dilakukan secara terencana. Apalagi bila yang menjadi sasaran tidak mudah diidentifikasi, seperti kelompok yang terpinggirkan, tinggal di daerah terpencil atau kelompok sangat miskin tanpa kartu identitas.
Beberapa masalah yang harus diurai, diantaranya:
Pertama, masalah keberpihakan.
Kesenjangan ekonomi di negeri ini sangat tajam, yang kaya sangat mudah menumpuk cuan dan si miskin terseok-seok hanya untuk sesuap nasi. Kebijakan yang diambil negara seyogyanya lebih diprioritaskan pada mereka yang membutuhkan bukan kepada pemodal besar yang dipasaran barhasil menggilas industri kecil/UMKM hingga membuatnya bangkrut.
Kedua, sebagai negara agraris sektor pertanian cenderung diabaikan. Kurangnya pengetahuan petani dalam mengelola lahan pertanian membuat hasil produksi tidak maksimal. Butuh peran negara untuk membina agar bisa menjadi petani yang handal dan lebih modern dalam mengelola lahan pertanian. Tentunya juga membutuhkan suntikan modal untuk pengadaan alat-alat pertanian berteknologi tinggi.
Ketiga, Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya dengan sumber daya alam. Bila itu dikelola sendiri dan tidak diserahkan pada swasta/asing pasti manfaatnya akan dirasakan seluruh rakyat bukan pada segelintir orang saja.
Tentu masih banyak celah penyebab kemiskinan lainnya yang harus ditutup. Menjadi PR bagi pemerintah untuk segera menyelesaikannya. Tak perlu terburu-buru hanya demi sebuah data bahwa pada tahun 2024 kemiskinan di Indonesia menurun tajam tapi kenyataannya rakyat masih hidup dalam jerat kemiskinan.
Tak ada salahnya belajar dari sistem Islam dengan konsep jitu dalam menanggulangi kemiskinan, diantaranya:
di
1. Mengurai kesenjangan ekonomi dengan pemerataan kekayaan.
Allah Swt berfirman yang artinya:
...Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kalian. (QS. Al-Hasyr 7).
Negara wajib memberi harta baik bergerak maupun tak bergerak yang diambil dari Baitul Mal untuk masyarakat yang tidak mempunyai akses untuk memiliki harta. Mewajibkan para laki-laki untuk bekerja dan mengusahakan lapangan kerja.
2. Memberantas kepemilikan uang.
Dalam sistem kapitalis penimbunan uang adalah hal yang wajar. Orang begitu takut jatuh miskin hingga mengantisipasi untuk masa depannya dengan tabungan yang menggunung. Karena terjadi hanya pada sebagian orang saja maka hal ini mempengaruhi turunnya konsumsi berakibat turunnya produksi hingga mengantarkan pada turunnya tingkat pendapatan, pengangguran dan kemiskinan.
3. Memberantas monopoli tanah.
Seseorang yang menguasai tanah yang luas tapi tidak sanggup mengelolanya maka dalam tenggat waktu tiga tahun akan diserahkan kepada orang lain yang membutuhkan untuk dikelola.
4. Pelarangan pasar saham dan mendorong aktivitas riil.
Ekonomi Islam fokus pada aktivitas produksi, ekonomi non riil menyebabkan pertumbuhan uang lebih cepat daripada pertumbuhan barang dan jasa. Akibatnya nilai uang untuk membeli barang/jasa menjadi berkurang. Dampak negatifnya berimbas pada rakyat kecil sedang masyarakat kalangan atas, investor, pemodal dengan mudah menikmati keuntungan dari pasar saham.
Penerapan sistem Islam telah terbukti memakmurkan umat Islam di masa lalu. Pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz berhasil menyejahterakan rakyat hingga tak dijumpai orang miskin yang berhak menerima zakat.
Waallahua'lam bishshawab.
Oleh: Eti Setyawati
Pemerhati Umat
0 Comments