Tintasiyasi.com -- Mengatasi kemiskinan ekstrem ke level 0% pada 2024 menjadi target ambisius pemerintahan saat ini. Indonesia hanya memiliki sisa waktu setahun untuk memenuhi target tersebut.
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas Pungky Sumadi menjelaskan, mewujudkan cita-cita Presiden Jokowi untuk mencapai kemiskinan ekstrem 0% pada 2024 menjadi sesuatu yang mungkin terjadi. Dengan catatan, apabila tidak ada pandemi Covid-19 (CNBCIndonesia.com, 11/04/23).
Faktor penyebab kemiskinan yang begitu sistemik. Kemiskinan di negeri ini termasuk kemiskinan struktural, sebab sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan di negeri ini mewujudkan kemiskinan yang ditegakkan oleh asas yang batil, menafikkan peran agama (aturan halal haram).
Sistem ini berdiri tegak pada pilar yang rapuh yaitu liberalisme dalam kepemilikan yang membolehkan para pemilik modal menguasai kekayaan alam ini, padahal seharusnya kekayaan alam itu milik umat.
Ini membuka peluang ketidakadilan dalam distribusi kekayaan di tengah umat, sebab para pemilik modal mendapatkan akses besar terhadap kekayaan tersebut. Sementara sebagian besar rakyat akan semakin sulit mengakses kebutuhannya. Liberalisasi ekonomi dalam kapitalisme yang melegalkan kapitalisasi seluruh sektor kehidupan. Pendidikan dan kesehatan yang merupakan kebutuhan asasiyah masyarakat menjadi objek komersial. Sehingga rakyat pun harus mengeluarkan biaya yang besar untuk mengaksesnya.
Ditambah lagi para pemimpin yang sangat hobi flexing (pamer kekayaan) dalam kehidupannya. Jabatan dipandang sebagai prestise, martabat, kehormatan hingga ladang pendapatan yang memperoleh hasil besar. Sehingga wajar kalau korupsi dipandang sebagai jalan untuk melipatgandakan kekayaan.
Oleh karena itu, kemiskinan dalam sistem kapitalisme buah dari penerapan sistem kapitalisme yang tidak memihak pada kepentingan rakyat. Aturan atau program untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem, akan berujung sia-sia karena seluruh upaya tidak menyentuh akar persoalan.
Problem kemiskinan akan selesai apabila dikembalikan pada aturan Islam yang memandang manusia memiliki kebutuhan asasiyah yang wajib dipenuhi. Islam juga memandang negara berkewajiban menjaga dan memastikan setiap warga negaranya bisa mengakses kebutuhan asasiyah tersebut baik kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, bidang jasa seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara tidak boleh menyerahkan terpenuhinya kebutuhan asasiyah kepada swasta seperti dalam aturan kapitalisme.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَ ۚ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمًا لِّقَوۡمٍ يُوقِنُونَ
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?"
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 50). Wallahua'lam bishshowab.[]
Oleh: Sahna Salfini Husyairoh, S.T
(Aktivis Muslimah)
0 Comments