TintaSiyasi.com -- Kekerasan terhadap perempuan masih saja mengalami peningkatan, terlebih di masa pandemi sekarang ini. Berbagai kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah, bahkan, setelah pemberlakuan UU TP-KS, kekerasan terhadap perempuan juga makin marak. Oleh karenanya, kampanye ini bagaikan kampanye kosong yang tidak pernah bisa menghapus permasalahan perempuan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melakukan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan sejak 25 November hingga 10 Desember 2022 dengan tujuan mengajak masyarakat untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak Indonesia. Sebagai institusi nasional hak asasi manusia di Indonesia, Komnas Perempuan menjadi inisiator kegiatan ini di Indonesia. Aktivitas ini sendiri pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership.
Sebagian kalangan menganggap bahwa kekerasan yang menimpa perempuan saat ini terjadi karena adanya diskriminasi terhadap perempuan yang telah berlangsung secara turun-temurun. Mereka mengakui bahwa perempuan memang berbeda dengan laki-laki, baik dari aspek biologis maupun konstruksi sosial budaya.
Dengan peningkatan akses, partisipasi dan kontrol, manfaat di berbagai bidang pembangunan baik pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum dan HAM, maupun politik, dinilai akan mampu mengurangi diskriminasi, menurunkan angka kekerasan, dan mewujudkan penegakan HAM. Benarkah dengan kesetaraan gender, kekerasan pada perempuan akan hilang?
Kekerasan yang dialami perempuan dapat terjadi ketika pandangan sosial budaya yang ada bersifat diskriminatif terhadap perempuan.Padahal realitasnya, kekerasan tidak ada kaitannya dengan masalah gender. Kekerasan tidak hanya menimpa kaum perempuan, tetapi juga menimpa kaum laki-laki, baik di dalam ataupun di luar rumah tangga.
Berbagai macam kebijakan pemerintah dalam membendung kekerasan terhadap perempuan hanya sebatas tambal sulam. Faktanya dengan bergulirnya 16HKtP yang diperingati setiap tahunnya, tetap saja tidak cukup untuk menghentikan kasus kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan pada Januari sampai dengan November 2022 telah menerima 3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, termasuk 860 kasus kekerasan seksual di ranah publik/komunitas dan 899 kasus di ranah personal.
Kasus kekerasan terhadap perempuan baik di dalam rumah tangga atau di ranah publik berpangkal kepada adanya ide kesetaraan gender yang digaungkan para feminisme terhadap perempuan, yang semakin hari mengikis fungsi alaminya. Perempuan yang seharusnya mampu melahirkan dan mendidik generasi penerus bangsa yang unggul dan membawa bangsa lebih maju justru sekarang tengah dalam keadaan yang memprihatinkan.
Saat ini perempuan sudah berpindah alih dari kedudukan aslinya sebagai pengurus dan pendidik generasi karena banyak dari mereka justru disibukkan dengan karier dan mencari nafkah, hal itulah yang mampu menimbulkan konflik rumah tangga dan berakibat kekerasan yang bersifat privat atau rumah tangga.
Perempuan butuh perlindungan untuk membebaskan diri mereka dari segala macam bentuk pelecehan dan kekerasan yang merendahkan harga diri dan kehormatan mereka. Agar mereka mampu menjalankan fungsi aslinya, pembangun generasi penerus yang handal untuk kemajuan bangsa.
Islam memiliki sudut pandang khas terhadap perempuan, yaitu perempuan adalah makhluk yang harus dilindungi. Kedudukan perempuan dan laki-laki adalah sejajar dalam ketakwaannya, tetapi Allah Ta'ala memberikan syariat yang berbeda kepada keduanya. Hal demikian ditujukan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga dan juga masyarakat.
Ketika Allah menetapkan kewajiban nafkah pada para laki-laki dan kewajiban ummun warabbatul bait (ibu dan manajer rumah tangga) bagi perempuan, sungguh hal itu bukanlah untuk mengerdilkan yang satu dan meninggikan yang lain. Semua itu diatur semata karena Sang Pencipta manusia lebih mengetahui yang terbaik bagi hamba-Nya.
Di samping itu, peran negara sebagai penjamin kesejahteraan rakyat seluruhnya sangat diperlukan. Negara yang menjalankan fungsinya sebagai pengri'ayah dan menjaga keamanan hanya dapat ditemukan apabila negara yang menerapkan sistem Islam. Negara yang menerapkan sistem Islam mengerti betul apa yang dibutuhkan rakyat, yaitu terpenuhinya kebutuhan hidup. Seperti sandang, pangan, serta sarana-sarana yang mempermudah proses kelangsungan hidup.
Sehingga apabila semua ini terwujud, tentu seorang istri atau ibu lebih memilih untuk fokus mendidik anaknya ketimbang menjadi wanita karier. Di samping itu ketakwaan individu harus selalu di prioritaskan dalam segala aspek kehidupan agar terhindar dari ide-ide yang menyesatkan, seperti kesetaraan gender, feminisme atau semacamnya.
Wallahu a'lam Bishshowab
Oleh: Wakini
Aktivis Muslimah
0 Comments