TintaSiyasi.com -- Dalam beritasatu.com. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan Indonesia akan mengalami kekeringan panjang akibat fenomena El Nino yang kemungkinan terjadi pada Juli hingga akhir 2023.
El Nino akan membuat curah hujan menjadi rendah. Ini yang bisa saja membuat musim kemarau di Indonesia menjadi lebih lama dan bisa menyebabkan kekeringan. Biasanya, wilayah yang terkena El Nino ialah yang berada di garis khatulistiwa yang merupakan jalur dari angin pasat.
Di satu sisi El Nino bisa berdampak sampai ke pertanian karena ketersediaan air akan menjadi lebih sedikit dan mengakibatkan tanaman untuk pertanian menjadi rusak karena kekurangan air. Di tambah bisa memunculkan berbagai penyakit yakni diare, panas dalam, dehidrasi, kolera dan lain sebagainya. Rabu (26/4/2023).
Ancaman kekeringan serta dampak yang lainya adalah satu keniscayaan di tengahnya adanya perubahan iklim dengan segala konsekuensinya.
Dengan adanya perilaku manusia juga kebijakan negara yang menimbulkan dampak buruk seperti pembabatan hutan dan konsesi hutan. Demikian juga kebijakan lain yang berpihak pada para pemilik modal, namun abai terhadap kepentingan rakyat.
Ancaman Kekeringan Berdampak pada Ketahanan Pangan
Ancaman kekeringan dapat berdampak serius pada ketahanan pangan di Indonesia. Kekeringan dapat mengurangi produksi tanaman pangan dan ternak, sehingga menyebabkan ketersediaan pangan yang rendah dan harga yang tinggi.
Indonesia sangat bergantung pada pertanian sebagai sumber pangan utama. Kekeringan dapat menyebabkan gagal panen dan produksi pangan yang rendah, sehingga mempengaruhi ketersediaan pangan bagi masyarakat. Selain itu, kekeringan juga dapat berdampak pada kesehatan dan gizi masyarakat.
Namun, masih banyak masalah sistem yang perlu diatasi.
Beberapa masalah tersebut antara lain adalah kerusakan ekosistem dan hutan yang menyebabkan hilangnya fungsi penyimpanan air, kebijakan penggunaan air yang tidak efisien, dan kurangnya koordinasi antara instansi pemerintah terkait.
Di antara penyebab kekeringan di Indonesia ialah kelangkaan hutan yang memicu terjadinya krisis air baku, terutama pulau-pulau yang tutupan hutannya rendah, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Pada 2045, Indonesia diprediksi kehilangan tutupan hutan sebanyak 38% dari luas total tutupan hutan di Indonesia (saat ini 95,6 juta hektare). Walhi mencatat Sumatra dan Kalimantan adalah dua pulau besar yang paling banyak kehilangan tutupan hutan.
Semua itu terjadi akibat kebijakan kapitalistik yang mengalihfungsikan lahan hutan menjadi proyek pembangunan infrastruktur dan investasi besar-besaran, seperti lumbung pangan; ataupun bisnis pertambangan, semisal batu bara, minyak, dan emas.
Selain itu kebijakan liberalisasi SDA yang menjadikan swasta leluasa mengeksploitasi sumber daya air. Indikasinya ialah banyaknya perusahaan swasta yang menguasai bisnis air minum dalam kemasan.
Pandangan Islam
Air adalah sumber kehidupan bagi umat manusia. Meski sudah ada UU 17/2019 yang mengatur sumber daya air, realitasnya masih banyak masyarakat kesulitan mengakses dan memanfaatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Yang demikian itu Indonesia butuh visi politik SDA yang berorientasi pada kemaslahatan rakyat. Mengingat negeri ini memiliki wilayah perairan yang lebih luas ketimbang daratannya, maka sungguh ironis jika negeri maritim ini malah mengalami krisis air yang berulang.
Maka yang harus di lakukan yaitu mengembalikan kepemilikan SDA yang terkategori milik umum kepada rakyat. Hutan, air, sungai, danau, laut adalah milik rakyat secara keseluruhan. Sabda Nabi saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Adanya liberalisasi air terjadi akibat penerapan ideologi kapitalisme. Dimana Ideologi kapitalis yang rusak dapat menyebabkan pengelolaan air di Indonesia diambil alih oleh perusahaan asing atau aseng.
Hal ini dapat terjadi karena dalam ideologi kapitalis, profit dan keuntungan menjadi tujuan utama, tanpa memperhatikan kepentingan bersama dan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan dalam Islam, status kepemilikan air yang notabene milik rakyat akan dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat.
Kemudian negara mengelola secara langsung dalam proses produksi dan distribusi air. Negara melakukan pengawasan atas berjalannya pemanfaatan air, seperti peningkatan kualitas air dan menyalurkan kepada masyarakat melalui industri air bersih perpipaan hingga kebutuhan masyarakat atas air terpenuhi dengan baik.
Terhadap sumber daya kepemilikan umum ini, negara tidak boleh menyerahkan pengelolaannya kepada individu/swasta. Negara harus memberdayakan para ahli terkait agar masyarakat bisa menikmati air bersih dengan mudah.
Yang kemudian negara melakukan rehabilitasi dan memelihara konversi lahan hutan agar resapan air tidak hilang. Negara akan mengedukasi masyarakat agar bersama-sama menjaga lingkungan, melakukan pembiasaan hidup bersih dan sehat, serta memberi sanksi tegas terhadap pelaku kerusakan lingkungan.
Wallahu’Allam Bishowab
Oleh: Zul'aiha, S.P.
Aktivis Muslimah
0 Comments