TintaSiyasi.com -- Dikutip dari KBR.id, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan bencana kekeringan yang akan melanda Indonesia pada semester dua tahun ini. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, ancaman kekeringan ini disebabkan dua fenomena. Yaitu El Nino dan Indian Ocean Dipole atau naik turunnya suhu permukaan laut di Samudera Hindia yang makin menguat. "Dapat berdampak pada makin berkurangnya curah hujan di sebagian wilayah Indonesia selama periode musim kemarau ini ya. Bahkan sebagian wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami curah hujan dengan kategori di bawah normal, atau lebih kering dari kondisi normalnya," kata Dwikorita dalam keterangan pers, Selasa (6/6/2023). Dwikorita mengatakan, fenomena El Nino telah mengubah suhu muka air laut di Samudera Pasifik sejak Mei. BMKG memperkirakan dampak El Nino berpotensi menguat dengan peluang lebih dari 80 persen.
Masyarakat dari beberapa daerah sudah mulai merasakan dampak kekeringan ini, banyak sawah-sawah yang baru ditanam mengalami kekeringan yang akhirnya mati. Masyarakat mulai kekurangan air bersih karena menurunnya curah hujan. Hal ini mulai berdampak pada berbagai sektor, salah satunya pertanian sebagai salah satu sumber pangan utama bagi masyarakat Indonesia.
Eksploitasi alam merusak cadangan air. Penebangan dan pembakaran hutan, membuat CO2 menumpuk di atmosfer. Akibatnya panas matahari yang dipantulkan bumi terjebak sehingga temperatur bumi dan atmosfer akan meningkat. Inilah yang disebut pemanasan global atau global warming. Pemanasan global dapat memperlambat proses evaporasi dan kondensasi.
Perilaku membuang sampah sembarangan dan pengolahan sampah yang tidak tepat menyebabkan polusi air, udara, dan tanah, juga sebagai penyebab kekeringan. Jadi manusialah yang menjadi penyebab kekeringan ini. Dari mulai negara dengan kebijakannya hingga masyarakat yang tidak menjaga alam.
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar." (QS. Ar-Rum ayat 41).
Selain perilaku ceroboh manusia terhadap alam sekitar, peran negara dalam menentukan kebijakan juga ikut andil dalam kekeringan ini. Kekeringan ini terjadi bukan hanya semata fenomena alam saja akan tetapi ada campur tangan penguasa yang memperburuk keadaannya, alih-alih mencari cara untuk mencegah dan menuntaskan kekeringan.
Salah kebijakan yang berdampak besar pada cuaca saat ini adalah dipindahkannya ibu kota negara ke Kalimantan. Dimana Kalimantan merupakan salah satu kawasan hutan hujan terbesar yang menjadi daerah penghasil oksigen terbesar hingga dijuluki paru-paru dunia. Namun hal ini dipaksakan demi kepentingan pengusaha walaupun itu dapat merugikan banyak pihak. Hal ini sangat lumrah terjadi terutama di negara dengan sistem kapitalis. Penguasa menjadi boneka para pengusaha yang ingin mendapatkan keuntungan besar, hingga penguasa seolah tutup mata pada dampak yang dirasakan rakyat kecil.
Berbagai pertemuan dunia menjadikan kekeringan dan gelombang panas menjadi isu penting untuk diatasi. Namun hingga saat ini negara masih belum bisa mengatasi kekeringan ini. Belum ada tindakan dari penguasa untuk mencegah atau menyelesaikan persoalan ini. Sebab apa yang mereka sampaikan hanyalah janji belaka, dan dibaliknya hanya untuk meraih simpati masyarakat luas saja. Di sistem kapitalis saat ini sering kali urusan rakyat disingkirkan sebab tak menghasilkan keuntungan, bahkan urusan umat membutuhkan pengeluaran yang besar. Berbeda halnya dengan kepentingan pengusaha yang tentu menguntungkan, sehingga berbagai macam program pun diselesaikan secepatnya seperti perpindahan ibu kota negara. Yang padahal perpindahan ini menghabiskan hutan rimbun yang sebetulnya bisa mengurangi kekeringan ini.
Saat ini tak ada satupun sistem yang mampu menyelesaikan persoalan ini hingga tuntas. Satu-satunya sistem yang memiliki solusi tuntas ini adalah Islam. Hal ini dikarenakan Islam memiliki solusi tuntas mengatasi kekeringan ini mulai dari mengkaji penyebab kekeringan, kemudian memetakan wilayah kekeringan dan dampaknya terhadap kehidupan makhluk. Serta melakukan upaya pencegahan, rehabilitasi dan solusi bersama-sama antara khalifah sebagai penguasa dengan umat.
Selain itu, dalam sistem Islam, permasalahan rakya merupakan tanggung jawab bagi negara apalagi hal ini menyangkut urusan banyak manusia. Islam mampu memilah mana urusan yang perlu didahulukan agar umat mendapat kemashlahatan. Namun sistem sempurna yang disodorkan Islam tak akan bisa diterapkan pada sistem saat ini, sebab kebijakan yang diambil harus kaffah (menyeluruh). Penerapan Islam kaffah ini hanya mampu di laksanakan di bawah naungan khilafah.
Wallahu a'lam. []
Oleh: Neni Muniarti
(Muslimah Peduli Umat)
0 Comments