TintaSiyasi.com -- Utang RI yang terus membengkak memaksa pemerintah memutar otak agar APBN bisa seimbang. Apapun yang memiliki nilai ekonomis akan dikejar untuk menutupi lubang pengeluaran yang terus membesar. Pasir laut pun menjadi komoditas yang dilirik untuk diekspor karena dianggap memiliki nilai jual.
Hal ini telah disahkan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan hasil Sedimentasi di Laut. Aturan tersebut ditandatangani Presiden Jokowi pada 15 Mei 2023. Aturan ini memuat tentang kegiatan pemanfaatan hasil sedimentasi laut seperti pengangkutan, penempatan, penggunaan, penjualan, dan ekspor sedimen laut atau pasir laut.
Sejak diresmikannya PP tersebut, banyak protes yang dilayangkan masyarakat dan ahli lingkungan karena menganggap PP tersebut membahayakan kelestarian ekosistem laut. Salah satu protes tersebut berasal dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Susi berharap Presiden Joko Widodo membatalkan keputusannya dalam membuka keran ekspor pasir laut. Dikutip dari akun Twitter resminya, Senin (25/5) Susi menuliskan, "Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dengan penambangan pasir laut."
Protes juga dilayangkan oleh pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi. Fahmi bahkan mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan izin ekspor pasir laut. Fahmi mengatakan, izin ekspor pasir laut berpotensi merusak lingkungan karena berpotensi merusak lingkungan dan ekologi, menyengsarakan rakyat pesisir laut, dan menenggelamkan pulau-pulau, yang mengerutkan wilayah daratan Indonesia. (tirto.id, 31/6/2023).
SDA yang Tergadai
Memburu emas sekarung, tetapi meninggalkan emas segunung. Hal ini sepertinya cocok sekali menggambarkan kondisi negeri kita. Betapa tidak? Kita harus menjual pasir laut demi APBN tak jebol walaupun hal ini sangat merusak lingkungan. Selain itu, kedaulatan negara pun terancam.
Pemerintah telah kehabisan akal mencari sumber pendapatan lain karena sumber kekayaan alam ibu pertiwi telah tergadai kepada pihak swasta. SDA yang nilainya sangat fantastis sejatinya amat sangat cukup untuk memenuhi segala kebutuhan dan menjamin kesejahteraan rakyat. Namun, karena telah diberikan kepada pihak swasta, SDA tak bisa dinikmati rakyat negeri ini.
Kapitalisme Sumber Masalah
Kapitalisme yang menghalalkan privatisasi SDA adalah sumber kekacauan negeri ini. Swasta asing maupun lokal boleh menguasai dan mengelola SDA untuk kepentingan pribadinya.
Sangat disayangkan negeri ini mengambilnya sebagai landasan dalam menjalankan pemerintahan. Maka, sangat wajar jika negeri kaya raya ini rakyatnya menderita dan merana karena kekayaannya hanya dikuasai segelintir orang saja.
Negara pun harus memutar otak untuk menutup APBN yang telah terseok-seok karena utang ribawi yang terus menggerogoti. Apa pun akan dilakukan. Sekalipun harus menyusahkan dan membahayakan rakyatnya seperti menerapkan berbagai macam pungutan dan pajak. Belum lagi lingkungan yang rusak akibat dieksploitasi guna mendapatkan cuan demi menutup anggaran. Sudah diperas pungutan di sana-sini masih juga merasakan dampak karena rusaknya lingkungan.
Wajar bila ada yang mengatakan jika kita seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula. Masalah demi masalah terus bermumculan menimpa rakyat negeri ini. Seakan tiada habisnya.
Syariat Islam Mengatur Pengelolaan SDA
Pasir laut termasuk SDA milik rakyat. Meskipun pasir laut yang diambil tidak mengandung tambang golongan A dan B, tetapi tetap memiliki manfaat untuk kelangsungan ekosistem. Keberadaannya bisa dimanfaatkan bersama.
Berbeda dengan kapitalisme yang membolehkan privatisasi SDA, Islam melarang swasta menguasai air, api/energi dan hutan/padang rumput. Ketiga kekayaan yang menguasai hajat hidup orang banyak ini harus dikelola oleh negara dan dimanfaatkan seluruhnya untuk kepentingan rakyat karena merupakan kekayaan milik umum.
Keharaman SDA untuk dikuasai swasta adalah larangan Rasulullah kepada sahabat yang mengelola tambang garam untuk pribadi karena ternyata tambang tersebut bermanfaat untuk kemaslahatan umat.
Jadi, jelas bahwa pasir laut tidak boleh diekspor karena merupakan SDA milik rakyat. Selain juga karena bisa menyebabkan kerusakan lingkungan. Allah telah menciptakan alam dengan segala kemanfaatannya untuk manusia, tetapi tidak boleh sampai merusaknya. Pemanfaatannya harus sesuai dengan aturan yang menciptakan alam dan manusia, yakni Allah SWT.
Hasil pengelolaan SDA yang melimpah ini akan menjadi sumber pemasukan negara selain dari pos harta milik negara dan pos zakat. Pemasukan dari sumber tersebut akan mampu membiayai semua pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan secara gratis dengan kualitas prima kepada rakyatnya. Pengelolaan yang benar sesuai syariat ini akan menjamin kesejahteraan masyarakat.
Penerapan Islam tidak hanya mewujudkan kehidupan yang sejahtera, tetapi juga memberikan perlindungan bagi lingkungan dan kehidupan manusia. Hanya saja, yang seperti ini tidak akan bisa diwujudkan oleh rezim yang materialistis. Aturan ini hanya terlaksana jika negara mengambil Islam sebagai landasannya. Menjadikan rida Allah sebagai tujuan akhirnya.
Inilah kehidupan yang kita idamkan. Karena itu, saatnya kita lepaskan sistem kapitalis yang zalim ini dan memperjuangkan Islam. Yaitu, sebuah sistem yang diturunkan langsung oleh Sang Pencipta semesta ini demi menjaga alam, manusia, dan kehidupan agar selalu berada dalam berkah-Nya.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Esti Dwi
(Aktivis Muslimah)
0 Comments