Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kebijakan Ekspor Pasir Laut, Keuntungan Membawa Petaka

TintaSiyasi.com -- Berbicara tentang kekayaan sumber daya alam nampaknya Indonesia tidak pernah kehabisan pesonanya. Bukan hanya kekayaan yang ada di permukaan bumi juga yang terkandung di lautan sekalipun memiliki daya pikat tersendiri untuk dilirik oleh para investor.

Seperti kebijakan baru Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang dikeluarkan Presiden Jokowi banjir kritik. Salah satu yang menjadi polemik dalam PP ini adalah pemanfaatan hasil sedimentasi laut berupa pasir laut untuk diekspor keluar negeri (CNBCIndonesia.com, 2/6/2023).

Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan pun menilai ekspor pasir laut dari hasil sedimentasi lautan “menguntungkan” karena di negara kita tidak terpakai justru merugikan ekosistem laut akibat pendangkalan lautan yang berpengaruh pada lalu lintas laut. Menurut LBP negara yang berpotensi sebagai target marketnya adalah Singapura.

Ekspor pasir laut meski dianggap  ‘menguntungkan’ sesungguhnya merugikan ekosistem laut, yang pada akhirnya akan membahayakan kehidupan rakyat. Karena tujuan dari pengerukan ini nantinya akan menganggu keseimbangan ekosistem laut.

Ironi Negeri Kaya Namun ‘Sengsara’
Sudah bukan menjadi hal yang baru bahwa kekayaan sumber daya alam dinegeri ini tidak memberikan dampak kesejahteraan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Karpet merah bagi para investor asing yang mengelola SDA seringkali berujung konflik dengan masyarakat lokal.

Selain pasir yang dinilai sebagai “lahan” baru untuk di ekspor, sesungguhnya Indonesia memiliki sumber daya alam yang lain yang mampu memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan ekspor pasir laut ini yakni melalui pengelolaan SDA secara mandiri.  Seperti tambang dan minyak bumi yang beberapa tahun terakhir menjadi sasaran empuk bagi para investor asing.

Karena sedemikian vitalnya pemanfaatan sumber daya alam maka tak heran menjadi sumber konflik dan rebutan khususnya investor, dengan iming-iming menawarkan investasi padahal berkedok penjajahan yakni penguasaan penuh akan SDA di negeri ini.

Indonesia dengan kekayaan SDA ini menjadi rebutan, target invasi dan penjajahan bagi para korporasi dan asing yang bercokol di negeri ini.
Jika sistem kapitalisme mengeruk SDA namun tidak memberikan efek kesejahteraan bagi rakyat, adakah sistem alternatif yang mampu mengelola SDA dengan baik?

Mekanisme Islam Mengelola SDA

Jika dalam sistem kapitalisme kekayaan SDA dijadikan sebagai sapih perah untuk kepentingan korporasi semata. Maka Islam memiliki metode yang khas untuk mengelolanya.

Islam memberikan tuntunan bagi negara tentang sumber pemasukan negara, salah satunya dengan mengelola SDA.  Hasil pengeloaan ini akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk fasilitas gratis dalam layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan serta pemenuhan hajat hidup rakyatnya.

Dalam hal kepemilikan SDA misalnya, Rasulullah SAW pernah mengambil kebijakan untuk memberikan tambang kepada Abyadh bin Hammal al-Mazini. Namun kebijakan tersebut kemudian ditarik kembali oleh Rasulullah setelah mengetahui tambang yang diberikan Abyadh bin Hammal laksana air yang mengalir.

Pada contoh kebijakan Rasulullah tersebut jelas terlihat, bahwa untuk barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas maka individu tidak boleh menguasainya sebab barang tambang tersebut termasuk harta milik umum dan hasilnya masuk dalam kas Baitul Mal. Hal ini dipertegas dengan hadist Rasullulah, SAW:
“Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal; air, padang dan api.” (HR Abu Dawud).

Kebijakan tersebut juga membangun relasi penting bagi sektor yang lain, karena penguasaan SDA oleh negara akan berkontribusi pada keamananan penyediaan komoditas kebutuhan primer umat, keperluan pertahanan dan perekonomian negara. Bahkan menjadi sumber pemasukan negara yang melimpah pada pos harta kepemilikan umum.

Jika sistem tata kelola SDA negara dibiarkan menggunakan pendekatan sistem akal manusia, maka pasti akan berujung kepada konflik kepentingan dan penjajahan. Seperti yang saat ini terjadi, bagaimana negeri-negeri Islam yang kaya akan sumber daya alam dipaksa dan terpaksa menerapkan sistem kapitalisme yang berujung pada liberalisasi sumber daya alam, sehingga dengan mudah SDA dijajah dan dikuasai korporasi. Sementara mayoritas rakyatnya hidup dalam kemiskinan. Ibarat kata pepatah “tikus mati dilumbung padi.”

Islam hadir dari Yang Maha Menciptakan tentu menurunkan sistem peraturan yang mengetahui apa yang terbaik untuk manusia. Islam merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, alam semesta dan manusia termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam.

Seperti firman Allah SWT “Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri,” (TQS an-Nahl [16]: 89). Wallahu ‘alam bishshowab.[]

Oleh: Nurhayati, S.S.T.
(Aktivis Muslimah)

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments