TintaSiyasi.com -- Pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara atau SEA Games belum lama berakhir tepatnya di bulan Mei 2023 yang diselenggarakan di Kamboja. Tak lupa pula Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI) Dito Arotedjo menyampaikan terima kasih atas perjuangan kontingen Indonesia yang berhasil menduduki peringkat tiga klasemen akhir pesta olahraga ini.Indonesia sendiri berhasil mengumpulkan 87 medali emas, 80 perak, dan 109 perunggu, Namun di tengah keberhasilan para atlet, Indonesia juga mengalami berbagai macam persoalan yang mendesak untuk ditangani.
Keberhasilan dalam event olahraga dianggap sebagai sarana yang dapat meningkatkan prestise negara di mata dunia, jadilah negara totalitas mempersiapkannya termasuk menyediakan dana yang fantastis. Tak tanggung-tanggung, Menteri keungan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut Indonesia menngelontorkan Rp852,2 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk keperluan mentas di SEA Games Kamboja 2023. Dana digunakan untuk beberapa peruntukan nulai dari pembinaan atlet hingga bonus peraih medali. Rp522 miliar untuk pembinaan atlet-atlet sebelum berlaga di multi-event internasional, Rp55,2 miliar untuk bantuan pengiriman kontingen menuju Kamboja, dan Rp275 miliar untuk pemberian bonus bagi peraih medali (atlet/pelatih/asisten pelatih) SEA Games ke-32," katanya di Instagram @smindrawati. (CNN Indonesia, 17/5/2023).
Tidak kali ini saja pemerintah menngelontorkan dan besar untuk bonus bagi peraih medali pada event olahraga. Pada Olimpiade Tokyo 2020 lalu, pemerintah memberikan bonus yang juga cukup besar. Bagi pemain yang meraih medali emas akan mendapatkan bonus Rp5,5 miliar per orang, sedangkan pelatihnya mendapatkan bonus Rp2,5 miliar. (Situs Kemenpora,13/8/2021).
Terlihat pemerintah begitu menaruh perhatian besar pada sector olahraga, dan totalitas dalam memberikan dukungan termasuk dukungan anggaran. Padahal, olahraga bukanlah sector yang menentukan hidup dan matinya manusia . Olahraga memang merupakan salah satu aktivitas penting dalam kehidupan manusia karena memberikan dampak pada kesehatan tubuh seseorang. Akan tetapi, mengikuti event internasional sampai kemudian harus menghabiskan banyak dana, bukanlah keputusan yang tepat. Terlebih yang didapatkan sekedar meraih kebanggaan di mata dunia sementara rakyat merana kemudian.
Ada yang Lebih Penting
Persoalan yang lebih penting dan mendesak untuk diatasi karena terkait dengan nyawa manusia justru tidak menjadi skala prioritas pemerintah. Salah satunya adalah terkait kemiskinan ekstrem. Berdasarkan data Susenas yang dirilis secara berkala oleh BPS, pada maret 2021 tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia adalah 10,14% atau 27,54 juta jiwa (tnp2k.go.id).
Stunting juga masih menjadi masalah krusial negeri ini. Bank Pembangunan Asia (ADB) melaporkan bahwa prevalensi anak penderita stunting usia di bawah lima tahun di Indonesia merupakan yang tertinggi kedua di Asia Tenggara. (goodstats, 25/3/2023).
Selain persoalan kemiskinan dan anak-anak, di sector infrastruktur juga banyak persoalan yang butuh diselesaikan. Salah satunya terkait infrastruktur kesehatan yang merupakan sector penting karena terkait dalam pelayanan dan merupakan kebutuhan masyarakat.
Epidemiolog dai Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan bahwa kondisi infrstruktur kesehatan di Indonesia baik fisik maupun SDM dalam kondisi rawan. Pasalnya, rasio tempat tidur (bed) RS secara nasional yakni 1,3 unit per 1.000 penduduk. Sementara standar ideal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan 5 unit per 1.000 populasi penduduk. Minimnya ketersediaan Intensive Care Unit (ICU), neonatal Intensive care Unit (NICU), dan Intensive Cardiologi Care Unit (ICCU) secara nasional juga masih menjadi persoalan. Ia memperkirakan jumlah RS yang memiliki fasilitas NICU baru 76% dan RS yang memiliki ICCU sekitar 55% dari total RS nasional. (CNN Indonesia, 7/11/2021).
Sektor-sektor inilah yang seharusnya mendapatkan perhatian besar dari pemerintah dan diprioritaskan dalam pemberain anggaran. Bukan justru mencari kebanggaan di mata dunia namun melupakan kondisi rakyat yang merana.
Islam Memosisikan Olahraga
Pada masa Islam diterapkan sebagai aturan kehidupan manusia dan aturan bernegara, nabi memerintahkan umat Islam belajar berenang, berkuda dan memanah. Tujuannya hanya ada dua, yaitu menjaga kebugaran tubuh agara tetap sehat dan melatih kekauatan fisik untuk persiapan berjihad di jalan Allah. Dasarnya adalah firman Allah SWT, “Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang mampu kalian upayakan.” (QS Al-Anfal: 60).
Juga sabda Rasulullah, “Orang Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah, daripada orang mukmin yang lemah.”
Sayangnya, hari ini, di dalam sistem sekuler kapitalisme, dunia olahraga diformat menjadi industry untuk mewujudkan ambisi materi, duniawi, dan popularitas. Jadilah ajang olahraga sebagai permainan yang melalaikan hingga umat terlena dan abai terhadap masalah krusial negara seperti kemiskinan, dll.
Hal yang diprioritaskan dalam khilafah adalah terkait pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Negara memfasilitasi rakyat untuk memenuhi semua itu dengan membuat lapangan kerja seluas-luasnya dan mewujudkan iklim usaha yang kondusif. Negara juga menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis dan berkualitas. Dengan demikian, rakyat akan sejahtera secara nyata. []
Oleh: Muthmainna. B
(Sahabat TintaSiyasi)
0 Comments