Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Cerdas Politik ala Demokrasi, Lo Enggak Bahayakah?

TintaSiyasi.com -- Hiruk pikuk politik jelang 2024 semakin lantang di deklarasikan. Pemilu 2024 diprediksi akan didominasi oleh pemilih muda. Jumlah pemilih muda sekitar 57,3% dari total pemilih atau sekitar 117 juta pemilih muda (Komisi Pemilihan Umum). Perbincangan mengenai keterlibatan pemilih muda dalam ajang perpolitikan 2024 tentu semakin dilirik dan menjadi fokus para politisi. Salah satunya dengan menggandeng mahasiswa dan beberapa kampus untuk mengadakan acara dengan tema “Gerakan Cerdas Memilih Road to Campus” seperti yang di gelar di Gazebo Corner Universitas Brawijaya, Rabu (31/5/2023).

Peran mahasiswa dalam kancah perpolitikan 2024 di harapkan dapat melegitimasi keberlangsungan demokrasi. Suara gen Z dan milenials dipandang sangat menggiurkan dalam dunia perpolitikan, sehingga berbagai acara seminar, workshop maupun talkshow sangat masif di adakan di kampus dalam rangka “Pencerdasan Politik” kepada mahasiswa. Namun bagaimana jika Gen Z dan Milenials yang dikatakan cerdas berpolitik adalah mereka yang memahami politik hanya sekedar keteribatan dalam pemilu? Atau mereka terjebak pada definisi politik yang identitik dengan kekuasaan saja? dan bahkan terbujuk  tawaran menggiur karir politik??  Loh..loh..enggak bahayakah?

Pencerdasan Politik Ala Demokrasi, Loh Enggak Bahayakah?

Politik ala sistem demokrasi seringkali hanya berbicara tentang rebutan kursi kekuasaan menjelang pemilu. Demokrasi mempromosikan dirinya sebagai Politik rakyat. Jargon kebanggaanya “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” Tapi anehnya saat rakyat menolak sebuah kebijakan dzalim diterapkan atas mereka (misalnya kenaikan BBM, Omnibus law dll) tapi justru kebijakan itu tetap di ketok. Lalu rakyat mana yang mereka wakili ? Disadari atau tidak sistem politik demokrasi tidak pernah mewakili kepentingan rakyat, mereka mewakili perintah juragannya (para oligarki, asing dan agen-agennya dalam partai politik dan pemerintahan). Praktek dilapangan menujukkan bahwa yang berkuasa dalam demokrasi adalah sekelompok kecil (para juragan dan agen-agennya)  atas kelompok besar yang lain (Masyarakat secara keseluruhan). 
Wajar gen z dan Milenials seringkali di kecewakan oleh demokrasi dan memilih apolitis. Berdasarkan temun survei lembaga Indikator Politik Indonesia yang dirilis Minggu (21/3/2021).

Sebanyak 64,7 persen anak muda menilai DPR, partai politik atau politikus di Indonesia tidak terlalu baik atau tidak baik sama sekali dalam mewakili aspirasi masyarakat. Ini tentu menjadi tamparan keras bagi sistem demokrasi. Kekecewaan gen Z dan Milenials pada sistem demokrasi menjadikan para politisi negeri ini bergerak masif untuk melakukan pencerdasan politik. Pemuda diberikan peran  untuk terlibat dalam politik praktis demokrasi. Iming-iming karir politik cerah, insentif dan narasi demokrasi sebagai jalan perubahan menjadi gimmick promosi mereka. Namun ada yang menjanggal, saat para pemuda menyuarakan kesejahteraan dan kepentingan rakyat, maka hal itu tidak dikatakan sebagai peran politik. Mereka tidak diberi wadah berdialog, suaranya akan dibungkam dengan berbagai regulasi seperti UU ITE atau KUHP. Keterlibatan Pemuda hanya akan di akui dalam politik demokrasi saat mereka siap menjalankan perintah juragan. Energi dan potensi besar pemuda di bajak oleh sistem demokrasi untuk menjadi alat pendukung kekuasaan demi melayani para juragan di negeri ini. 

Selain itu sebuah narasi pencerdasan politik demokrasi yang kerap kali di gaungkan adalah demokrasi sebagai sistem politik paling sempurna. Sistem ini menempatkan kedaulatan dan kekuasaan di tangan rakyat. Politik demokrasi dikemas sebagai sistem terbaik negeri ini, sehingga apapun yang menjadi tuntutan pemuda, solusi yang ditawarkan tidak boleh keluar dari circle demokrasi. Sebut saja persoalan kemiskinan yang kunjung usai, penggangguran yang jadi masalah tahunan, kesehataan dan pendidikan mahal yang tak terjangkau. Pilihan solusi atas permasalahan tersebut dalam sistem demokrasi hanyalah ganti rezim atau ganti orang semata. Rezim telah berganti berkali kali, namun apakah masalah kemiskinan, kesehatan, ekonomi, pendidikan dapat terselesaikan saat ganti rezim? Faktanya tidak, makin kesini kok ya makin kesana. Kalaulah pergantian orang sudah tidak mempan mengatasi persoalan negeri ini, maka harusnya yang diganti dan yang ditinggalkan adalah sistemnya (read: demokrasi). 

Oleh karenanya ada dua bahaya pencerdasan politik ala demokrasi. Pertama, hanya berorientasi pada pengumpulan suara pemuda untuk agenda tahun politik tertentu. Kalaupun dilibatkan dalam peran politik, suara dan peran mereka bulan lagi untuk kepentingan rakyat melainkan untuk para juragannya. Kedua, pencerdasan politik ini telah mengaburkan dan membuat pemuda gagal paham tentang akar masalah persoalan negeri ini serta perubahan seperti apa yang ingin mereka wujudkan. Walhasil mereka masih berharap pada demokrasi dan tidak mecari alternatif perubahan hakiki yang dapat menyolusi masalah tanpa masalah. 
 
Pencerdasan Politik ala Islam

Pencerdasan politik Islam tentu berbeda dengan sistem demokrasi. Pencerdasan politik  ala Islam tidak akan dilakukan hanya sepanjang atau mendekati tahun-tahun politik saja. Pencerdasan politik ala Islam akan dilakukan sepanjang tahun. Generasi muda Muslim dituntut untuk peduli pada urusan politik dan tidak apolitis terhadap problem negara ini, sebagai kewajiban atas perintah Allah dan Rasulnya. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang tidak memperhatikan kepentingan kaum muslim, ia bukanlah termasuk di antara mereka. Siapa saja yang bangun pada pagi hari tidak memperhatikan urusan kaum muslim, ia bukanlah golongan mereka.” (HR Ath-Thabari).

Para pemuda akan diberikan definisi politik yang sebenarnya. Bahwa politik dalam islam adalah mengurusi urusan rakyat atau ummat dengan Islam. Kepentingan didalamnya adalah untuk mewujudkan Islam rahmatan lil alamin melalui penerapan aturan islam dalam bingkai negara, dan bukan untuk kepentingan para oligarki. Para negarawan didalamnya adalah orang bekerja demi sebuah visi besar untuk Islam dan dipastikan sistem yang digunakan adalah sistem yang berasal dari Allah SWT. Suara dan peran politik para pemuda untuk mengawal tercapainya tujuan bernegara, yaitu jaminan perlindungan, keamanan, kesejahteraan, pendidikan,  untuk terwujudnya kemaslahatan hidup rakyat dan memastikan berjalannya peran negara untuk mengurusi urusan umat.  

Inilah cerdas berpolitik ala islam yang perlu dipahami oleh milenials dan gen Z dalam memandang persoalan negeri ini. Energi besar generasi Muslim, harusnya tidak tersedot pada perjuangan praktis menuju perubahan parsial lewat jalur politik demokrasi. Mengambil perjuangan politik Islam adalah pilihan terbaik sebagai seorang Muslim sebagai bentuk mencintai negara ini sesuai syariat Allah. 
Wallahualam bisshowwab


Oleh: Nuning Wulandari, S.Tr.T.
Aktivis Back To Muslim Identity Jember
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments