TintaSiyasi.com -- Sebelumnya, Girlband asal Korea, Blackpink, mengadakan konser di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) pada 11-12 Maret kemarin. Konser ini merupakan bagian dari Blackpink World Tour (Born Pink). Antusiasme masyarakat terhadap konser grup yang terdiri dari Lisa, Rose, Jennie, dan Jeeso ini sangat tinggi. Lebih dari 70 ribu Blink -sebutan untuk penggemar Blackpink- menghadirinya. Sebagai informasi, harga tiket konser ini dipatok sekitar Rp1,35 juta hingga Rp3,8 juta.
Pada 15 November mendatang, grup musik rock asal Inggris, Coldplay, juga akan menggelar konser di GBK - Jakarta. Konser ini merupakan rangkaian Music of the Sphreres World Tour yang diselenggarakan di Asia dan Australia. Kedatangan Coldplay sebagai grup legendaris dunia yang dibentuk pada tahun 1997 ini benar-benar menumbuhkan antusiasme di masyarakat luas. Harga tiket konsernya pun sudah diungkap, yaitu mulai dari Rp800 ribu hingga Rp11 juta.
Meskipun konser baru akan dilaksanakan pada akhir tahun 2023 nanti, namun khalayak ramai telah Bersiap untuk melakukan “war” demi bisa mendapatkan tiket konser tersebut. Antusiasme ini diprediksi akan mencapai puncaknya saat tiket mulai dijual pada 17-19 Mei mendatang. Penjualan tiket konser Coldplay ini akan dibagi dua jenis, yakni pre-sale pada 17-18 Mei serta penjualan umum pada 19 Mei yang akan ramai diserbu penggemar. War tiket konser semacam ini biasa terjadi terutama konser K-Pop dan musisi internasional dengan ribuan penggemar.
Meski membutuhkan biaya yang cukup besar untuk menghadiri konser tersebut, para penggemar -mulai dari kalangan pemuda masyarakat biasa sampai selebritis yang terkenal tajir- biasanya akan tetap rela berkorban finansial demi berjumpa idolanya. Tentu yang harus fans siapkan bukan hanya uang tiket, tapi juga akomodasi menuju GBK Jakarta, makan dan minum, aksesoris Coldplay, dan biaya penginapan jika diperlukan. Apakah ini prestasi atau menunjukkan kemunduran pemuda saat ini?
Kebanyakan lagu dan musik hari ini, liriknya didominasi dengan genre asmara, putus cinta, kecantikan, ketampanan, dan hal lain yang mengarah pada ekploitasi biologis. Tidak bisa dipungkiri sehingga membangkitkan nafsu birahi, terutama bagi kaum muda dan remaja. Selain itu, konser musik juga dipenuhi dengan orang-orang yang menampakkan auratnya, bercampur baur antara pria dan wanita, hanyut dalam alunan musik hingga lalai dari mengingat Allah dan bahkan berani meninggalkan kewajiban shalat. Naudzubillah. Fenomena ini sungguh memprihatinkan, karena menunjukkan budaya hedonisme sekaligusnya buruknya prioritas amal. Hal itulah yang membuat mereka lupa segala-galanya, sehingga terjadilah kemaksiatan, zinah dan dekadensi moral lainnya.
Di negeri mayoritas Muslim ini, kita tidak bisa lepas dari nilai atau norma-norma agama terkhusus ajaran Islam, pun kita adalah hamba Allah yang harus menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka dengan beberapa poin di atas, sudah menggambarkan bahwa tidak seharusnya konser musik tersebut diperjuangkan oleh seorang muslim, khususnya pemuda dan remaja. Pengamat geopolitik sekaligus Direktur Institut Muslimah Negarawan (ImuNe) Dr. Fika mengingatkan, “Penjajahan yang berlangsung lebih halus, mengeksploitasi kelabilan jiwa anak muda, menguras kantong mereka, dan membuat mereka memiliki loyalitas patologis pada “berhala-berhala” idola mereka,” ungkapnya.
Karakter pemuda Muslim lebih cenderung berjuang untuk mendapatkan tiket konser, kesenangan dunia yang fana daripada berjuang untuk mendapatkan tiket menuju takwa dengan mengisi aktivitasnya yang bernilai pahala di sisi Allah, seperti shalat berjamaah, memakmurkan masjid, menuntut ilmu, berdakwah, dan lain sebagainya.
Pemuda hari ini terjebak dalam jurang sekulerisme, yang tidak melibatkan agama dalam kehidupan. Enggan diatur dan cenderung ingin hidup bebas (liberal). Para pemuda itu mencintai para penyanyi idola mereka melebihi kecintaan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menciptakannya dan Rasulullah SAW sebagai kekasih-Nya. Ini adalah fitnah yang amat besar.
Karakter pemuda muslim seharusnya seperti yang telah disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadis, yaitu ada tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allah kelak pada hari kiamat. Dan salah satunya adalah pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah.
Krisis karakter pemuda muslim hari ini adalah tanggung jawab semua pihak. Baik orang tua di rumah, masyarakat di tempat ia hidup, guru di sekolah, juga negara sebagai pengurus urusan rakyat. Jangan sampai pemuda kita semakin jauh dari nilai Islam dan semakin dekat dengan ide barat yaitu liberal dan sekuler.
Maka adalah suatu kebutuhan bagi kita hingga negara, menjadikan Islam sebagai landasan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bernegara untuk membangun pemuda yang berkualitas, bervisi surga dan dirindukan surga. []
Oleh: Nur Syamsiyah
Aktivis Muslimah
0 Comments