TintaSiyasi.com -- Pengangguran atau tunakarya merupakan problematika yang dihadapi oleh setiap negara saat ini. Tak hanya menimpa negara berkembang saja namun negara maju pun, tak lepas dari problematika ini. Di Amerika Serikat persentase penggangguran sebesar 3,8 persen sedangkan Prancis sebesar 11,4 persen di tahun 2019 (tempo.com, 21/5/2019). Data ini setidaknya menunjukkan bahwa negara-negara besar kapitalis, angka pengganggurannya pun tinggi.
Hampir sama dengan negara lain, angka penggagguran di Indonesia juga terbilang tinggi. Data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 7,99 juta jumlah pengangguran per Februari 2023 atau setara dengan 5,45 persen dari sebanyak 146,62 juta orang angkatan kerja. Walau Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Edy Mahmud mengklaim tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2023 ini turun dari data Agustus 2022 yang sebanyak 8,42 juta orang atau 5,86 persen (cnnindonesia.com, 5/5/2023).
Sedangkan angka pengganguran lulusan SMA dan SMK tahun 2022 mencapai 8,47 persen dan 9,42 persen (tempo.co, 21/2/2023).
Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa kesempatan kerja atau mencari nafkah bagi masyarakat terbilang kecil. Ketatnya persaingan dunia kerja membuat kualitas hidup masyarakat semakin rendah dan angka kriminalitas dan kemiskinan juga tinggi. Maka tak heran, angka kemiskinan pada September 2022 mencapai 7,53 persen, sedangkan angka kriminalitas tahun 2022 mencapai 276.507 perkara atau 31,6 kejahatan setiap jamnya.
Selain itu, tingginya angka pengangguran ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya dan adanya kesalahan rancangan pendidikan dalam kaitannya program pembangunan. Industrialisasi di tanah air yang marak saat ini tak mampu membawa lulusan SMA dan SMK bersaing dalam bursa tenaga kerja. Yang ada ialah kedua lulusan tersebut menjadi tenaga kerja murah atau bergaji kecil namun dengan resiko kerja yang sangat besar bahkan mengancam jiwa.
Inilah corak yang dimiliki oleh sistem kapitalisme. Industrilisasi yang ada mengikuti pesanan pengusaha atau oligarki. Sesuatu selalu disandarkan kepada keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Maka itu, mengharapkan solusi tuntas terhadap permasalahan ini diibaratkan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Terlampau sulit.
Untuk itu, Islam sebagai agama yang sempurna memiliki solusi tuntas terhadap permasalahan penggangguran ini. Dalam Islam, negara berperan sebagai pengurus dan penjaga umat. Negara dalam sistem Islam menawarkan jaminan kesejahteraan dalam bingkai Syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, yakni ekonomi, sosial budaya, politik, kesehatan, pendidikan dan seterusnya.
Negara berperan dalam memberikan pemahaman kepada umat akan kewajiban seorang laki-laki untuk bekerja guna mencukupi seluruh kebutuhan keluarganya. Laki-laki juga dibekali pendidikan kepribadian Islam dan keterampilan yang mendukungnya dalam bekerja. Di sisi lain, negara juga berperan dalam penyediaan lapangan pekerjaan yang halal dengan membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat, sumber daya alam yang dimiliki negara wajib dikelola sebaik-baiknya oleh negara dan tidak diberikan pengelolaannya kepada pihak swasta ataupun asing. Pengawasan wajib dilakukan oleh negara untuk mencegah penyimpangan yang terjadi dan tidak sesuai dengan syariat Islam.
.
Selain itu, negara juga menggali segala potensi kekayaan alam yang berasal dari sektor pertanian, peternakan, pertambangan, dan sebagainya. Segala fasilitas disediakan oleh negara seperti jalan, jembatan dan transportasi untuk menunjang proses pengolahannya.
Pemberian modal usaha diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan untuk menjalankan usahanya tanpa bunga atau biaya tambahan lainnya. Kemudahan dalam pelayanan publik dilakukan, praktik suap menyuap dalam birokrasi dihilangkan karena bertentangan dengan ajaran Islam. Ada pun bagi masyarakat yang lemah, cacat dan tak mampu bekerja, negara wajib membantu dengan pemberian santunan agar mereka mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
Inilah beberapa solusi yang diberikan oleh sistem Islam dan telah dibuktikan penerapannya selama 14 abad lamanya oleh sistem pemerintahan Islam, Khilafah Islam. Degan sistem inilah kepala negara akan benar-benar berperan sebagai pengurus dan penjaga umat, bukan yang lain. Wallahu a’lam. []
Oleh: Zuharmi
(Freelance Writer)
0 Comments