Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengapa Penista Agama Tidak Kunjung Jera?


TintaSiyasi.com -- Kasus penistaan agama kembali berulang. Beberapa waktu lalu diberitakan telah terjadi penistaan yakni seorang warg negara asing (WNA) berkebangsaan Australia meludahi seorang imam masjid. Kejadian tersebut terjadi di wilayah Bandung. Meski pihak pelapor telah mencabut laporannya dan oknum WNA dideportasi ke negara asal tetap persoalan ini harus menjadi perhatian kita. Pada kejadian yang berbeda juga diberitakan seorang selebgram menjadi tersangka kasus penistaan agama setelah aksinya memakan olahan daging babi dengan mengucap bismillah (CNN Indonesia, 29/04/2023). Berulangnya penistaan terhadap agama tentu membuat kita semua prihatin. Tak dipungkiri begitu masifnya kasus serupa dan berulang di setiap waktu, hal apa yang sebenarnya melatari?

Penistaan agama biasanya menyerang simbol agama tertentu. Bisa berupa pokok ajaran yang dibawa atau para pemeluknya. Mayoritas dapat dikatakan kasus penistaan agama menyerang satu agama, yakni Islam. Sebagaimana kita ketahui berulang kali ajaran Islam dilecehkan seperti syariat shalat yang dipermainkan, penistaan Al-Qur’an, penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW dan juga kriminalisasi para ulama. Kita dapati ada sebuah suasana kehidupan yang telah mengakomodir berulangnya kasus penistaan. Walaupun konon sanksi tegas telah diberikan kepada pelakunya. Namun seolah tidak ada efek jera dan upaya peringatan kepada seluruh masyarakat terkait konsekuensi perbuatan mereka. Ironis, mengingat Islam adalah keyakinan yang dianut oleh mayoritas penduduk negeri ini.

Pencetus utama penistaan terhadap agama adalah cara pandang liberal. Cara pandang ini mengarahkan manusia untuk merasa bebas dalam berekspresi. Manusia diberi ruang yang sangat luas untuk menyuarakan atau melakukan sesuatu meskipun itu jelas dilarang oleh agama. Cara pandang ini lahir dari konsep sekularisme yang jela memisahkan agama dari sendi aturan dunia. Agama dianggap sebagai batu sandungan kemajuan hidup manusia. Dogma agama dituduh menjadi biang keterbelakangan manusia sehingga jika ingin maju dalam peradaban maka agama harus dikesampingkan. Sehingga wajar jika sekularisme adalah biang berulangnya kasus penistaan agama. Sekularisme bertanggung jawab atas munculnya para penista agama.

Sekularisme telah melahirkan kebencian terhadap agama yang tak beralasan. Agama yang dimaksud dalam hal ini adalah Islam. Mengapa Islam, karena Islam menuntut manusia untuk tunduk dan patuh pada aturan Pencipta, sebuah pandangan yang jelas bertentangan dengan sekularisme. Syariat Islam juga meniscayakan adanya pengaturan hidup yang berlandaskan hukum Allah SWT karena itu merupakan sebuah kewajiban. Sekularisme memunculkan islamofobia akut sebab manusia tidak diberi ruang untuk memahami agama secara menyeluruh. Sekularisme juga mengaruskan propaganda jahat dan membentuk frame berpikir salah terkait agama. Dalam hal ini Islam tidak dapat tegak dengan paripurna selama bangunan masyarakat tegak di atas prinsip sekularisme.

Islamofobia lahir dari sebuah masyarakat yang menjauhkan agama dalam kehidupan. Adapun syariat Islam memerintahkan manusia untuk merujuk agama dalam seluruh aspek kehidupan. Syariat Islam mengajak manusia agar hanya mengikuti aturan Pencipta, Allah SWT. Agama tidak boleh dipisahkan samsekali dari kehidupan, justru agama adalah pondasi. Allah SWT adalah Zat yang Maha Mengetahui apa saja yang terbaik bagi manusia dan apa yang dapat merusak kehidupan mereka. Allah SWT juga menjadi satu-satunya rujukan manusia untuk menentuakan standar baik dan buruk, terpuji dan tercela, haq serta batil. Jika ketentuan Allah SWT dilanggar manusia akan membawa konsekuensi kerusakan hidup di tengah masyarakat.

Melalui penerapan syariat Islam secara sempurna di masyarakat akan memberantas segala bentuk islamofobia. Disinformasi seputar Islam dan syariatnya tidak akan terjadi karena negara akan memberi edukasi menyeluruh kepada manusia tentang Islam, baik di dalam mapun luar negeri. Andai pun terjadi, maka syariat Islam memiliki mekanisme sistem sanksi yang akan memberikan efek jera kepada pelakunya. Salah satu contoh penerapan sistem sanksi terhadap pelaku penghinaan pada sosok Nabi Muhammad SAW adalah dengan hukuman mati. Menurut imam Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Sahnun berkata para ulama sepakat bahwa pencela dan penghina Nabi SAW adalah kafir dan mereka diancam azab Allah SWT. Adapun menurut jumhur ulama siapapun yang menghina Nabi SAW baik muslim maupun kafir wajib dihukum mati.

Demikianlah bagaimana syariat Islam memberantas segala bentuk penistaan agama. Islam tidak akan menolerir segala bentuk tindakan yang mengatasnamakan kebebasan berekspresi. Sebaliknya sekularisme telah menumbuhkan gelombang islamofobia yang menyerang ajaran Islam. Sistem ini jelas rusak dan merusak karena berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Sungguh tidak layak bagi siapapun untuk terus melanggengkan keberadaan sistem sekularisme. Saatnya kita campakkan sekularisme dan beralih pada Islam yang kaffah. Allahu a'lam. []


Oleh: Resti Yulista
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments