Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tradisi Mayday, Nasib Buruh Kian Buruk

TintaSiyasi.com -- Setiap tanggal 1 Mei diperingati sebagai hari buruh di seluruh dunia. Aksi demo seolah menjadi tradisi bagi para buruh untuk menyuarakan aspirasi, kritik, dan tuntutan kepada penguasa. Berharap dengan seremoni aksi tersebut mampu membuat kehidupan para buruh menjadi lebih sejahtera. 

Dalam peringatan hari buruh tahun 2023 setidaknya ada tujuh tuntutan buruh sebagaimana penjelasan dari Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, yaitu pertama cabut Omnibus Law UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Kedua cabut ambang batas parlemen sebesar 4 persen dan ambang batas presiden sebesar 20 persen karena membahayakan demokrasi. Ketiga sahkan Rancangan UU DPR dan perlindungan pekerja Rumah Tangga (PPRT). Keempat tolak RUU Kesehatan. Kelima reforma agraria dan kedaulatan pangan diantaranya dengan menolak bank tanah dan menolak impor beras dan kedelai. Keenam pilih calon presiden 2024 yang pro buruh dan kelas pekerja. Partai buruh haram berkoalisi dengan partai yang mengesahkan UU Ciptaker. Ketujuh hapus outsourcing tolak upah murah alias HOSTUM (tempo.com, 24/04/2023).

Selain itu demo hari buruh pun dilakukan di DPRD Kota Palopo, Sulsel oleh Aliansi Mahasiswa Buruh Menggugat (Ambrug). Aliansi mahasiswa ini menambahkan tuntutan dan mendorong UU perampasan Aset ke Prolagnas DPR RI (tribun.com, 04/05/2023).

Dari tahun ke tahun tuntutan buruh sebenarnya tidak berbeda, yaitu seluruh tuntutannya merupakan usaha mereka untuk menyuarakan kepentingan mereka dan membuat kehidupan para buruh ini menjadi sejahtera. Tuntutan atas nama peningkatan kesejahteraan yang dilakukan setiap tahun menjadi bukti bahwa sampai hari ini kondisi buruh/pekerja tak berubah dan masih di bawah dari  kata sejahtera. Nasib mereka tetap sama bahkan mungkin lebih buruk setelah disahkannya UU Cipta Kerja yang tidak pro pada buruh. 

Memang benar demo yang dilakukan oleh para buruh beberapa tahun lalu di Amerika Serikat tentang pengurangan jam kerja dipenuhi. Namun itupun dilakukan pada rentang tahun 1886-1926. Rasanya begitu sulit meminta hak manusiawi para buruh dipenuhi padahal mereka adalah tulang punggung berjalannya roda perekonomian. 

Perjuangan buruh selama bertahun-tahun tidak memberikan perubahan yang signifikan. Bahkan beragam kebijakan dan aturan lahir di tengah mereka yang memihak kepada para penguasa. Seperti yang mereka serukan tahun ini, tentang UU Ciptaker, RUU Kesehatan, dan lain sebagainya yang menambah beban bagi buruh dan semakin menjauhkan mereka dari hidup sejahtera. 

Kewajiban selalu dilakukan dengan sangat maksimal namun hak-haknya tak dipenuni. Ketika mereka meminta aturan yang dapat melindungi nasib mereka seperti RUU PPRT tak kunjung diberikan dan hanya menjadi harapan seperti mengharap hujan pada musim kemarau. 

Problematika yang terjadi pada para buruh menjadi bukti nyata bahwa kapitalisme yang menguasai dunia hingga saat ini tidak mampu mensejahterakan buruh dan mengindikasikan kegagalan dalam mengurusi urusan dunia. Dalam sistem kapitalisme melahirkan para kapitalis yang selalu menginginkan keuntungan besar dengan pengeluaran yang sangat minim. Mereka menekan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk mendapatkan laba yang besar. Akhirnya waktu kerja buruh diperpanjang, gaji rendah, tidak diberikan THR, pembatasan waktu cuti dan lain-lain. 

Seperti itulah prinsip dasar kapitalisme yang menjadikan materi (uang) sebagai sumber kebahagiaan. Segala cara akan dilakukan untuk mendapatkan apa-apa yang diinginkannya, sekalipun menekan orang lain (pekerjanya) untuk memperoleh kesejahteraan. 

Hingga saat ini peran negara dalam mengurusi para buruh hanya sebagai regulator. Artinya negara membuat regulasi-regulasi untuk melancarkan kepentingan para kapitalis (pemilik modal) seperti UU Ciptaker misalnya. Hal ini membuktikan bahwa negara berada dalam genggaman dan kendali korporasi yang mampu membeli kedaulatan penguasa sehingga kepentingan mereka terpenuhi melalui jalur aturan-aturan yang diterapkan oleh penguasa. 

Dengan demikian kesejahteraan para buruh tidak akan tercapai jika tatap mempertahankan kapitalisme di muka bumi ini. Justru yang terjadi akan semakin memperparah kondisi buruk para buruh. 

Kondisi buruh akan berubah jika menjadikan Islam sebagai landasan dalam keimanan. Karena Islam akan memuliakan manusia tanpa melihat apapun golongannya. Sebagaimana Islam mengatur hak-hak buruh/pekerja sesuai dengan keahlian dan kesepakatan di awal sebelum dipekerjakan. Buruh tidak dianggap rendah karena kedudukannya setara dengan pemberi kerja (bos/majikan). Mereka akan digaji tanpa ditunda-tunda dan tanpa dikurangi hak-haknya. 

Dari Abdullah bin Umar berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya" (HR Ibnu Majah dan Ath-Thabrani). 

Negara dengan aturan Islam  menjamin semua kebutuhan rakyat terpenuhi dan memastikan agar semua kebutuhan individu tercukupi tanpa ada yang mementingkan kebahagiaannya sendiri. 

Jadi aksi buruh yang dilakukan setiap setahun sekali memang tidak akan membuahkan hasil manis bagi para buruh jika hanya memberikan tuntutan yang bersifat praktis. Karena problematika yang terjadi sebenarnya berasal dari penerapan peraturan sistem kapitalisme yang tidak berasal dari Allah, Tuhan seluruh alam. Sehingga semestinya aksi yang dilakukan yaitu berjuang menegakkan bumi ini diatur dengan Islam kaffah (menyeluruh) yang mampu mensejahterakan buruh dan menjadi pemutus segala problematika kehidupan. Waallahualam bishawab

Oleh: Siti Nurhalimah
Relawan Opini Konsel

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments