TintaSiyasi.com -- Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi mengatakan, proses penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek Layang masih berjalan. Kasus ini merupakan pengembangan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan fasilitas pembiayaan perbankan di PT Waskita Karya (Persero) Tbk. PT Waskita Karya (Persero) Tbk bertanggung jawab sebagai kontraktor bersama PT Acset Indonusa (www.dpr.go.id, 4/5/2023).
Dugaan kasus korupsi tersebut mengungkap fakta buruknya sistem tata kelola negara. Laman Tempo (4/5/2023) mengungkapkan beberapa fakta. Pertama, korupsi di PT Waskita sudah lama diketahui. Salah satu persoalan internalnya, utang proyek infrastruktur karena gagal membayar bunga obligasi sebesar Rp 4,7 triliun dengan waktu jatuh tempo per Februari-Mei 2023. kedua, korupsi dilakukan secara berjamaah, ketiga, korupsi dilakukan ditengah keuangan yang memburuk. Keempat, korupsi dilakukan untuk membayar utang perusahaan akibat proyek fiktif, kelima harga saham WSKT bisa merosot dan minim investor. Keenam, tersangka dijerat pasal berlapis. Dirut Waskita tengah disorot kekayaannya. Dalam catatan laporan kekayaan dari LHKPN-nya, ia memiliki harta sebesar Rp 26 miliar yang tercatat pada Februari 2022 serta memiliki koleksi mobil antik Morris Minor keluaran 1964 seharga Rp 150 juta.
Kasus di salah satu BUMN tersebut menambah panjang daftar kasus korupsi yang melilit negeri ini. Waktu bergulir, pemimpin pun silih berganti, toh korupsi tak pernah mati, bahkan makin menjadi. Meski sudah ada lembaga pemberantasan korupsi yang berdiri hampir dua dekade, tidak mampu mematikan nyali penjahat berkerah putih ini.
Memprihatinkan. Meski pemberantasan korupsi senantiasa menjadi jargon penguasa, Indeks persepsi korupsi Indonesia merosot tajam. Tahun 2022, indeks persepsi korupsi Indonesia pada skor 34, dan berada pada peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei. IPK turun empat poin dibanding 2021, yang berada pada skor 38 (www.kompas.id, 31/1/2023).
Menurut Ketua KPK Firli Bahuri, tiga aspek yang sangat berpengaruh terhadap nilai indeks persepsi korupsi yakni sektor dunia usaha, sektor politik dan sektor layanan publik. Berdasarkan risk assesment ada konflik kepentingan antara politisi dan pelaku bisnis (m.antaranews.com, 9/2/2023).
Akar Masalah
Gurita korupsi yang melilit negeri ini tak lepas dari sistem yang diadopsi. Meski mendiklair sebagai negara nasionalis relijius, agama hanya difungsikan pada ranah individu dan tempat ibadah. Aturan yang dipergunakan untuk mengatur sistem kehidupan justru mengambil dari barat yang sekuler dan liberal.
Demokrasi kapitalisme yang muncul dari akidah sekuler dianggap sebagai sistem terbaik dan dibanggakan. Sejatinya, penerapan sistem ini justru menumbuh suburkan perilaku korupsi. Demokrasi merupakan sistem politik berbiaya tinggi. Para politikus atau pejabat harus berkantong tebal, jika tidak maka mereka harus mencari cukong pendana. Menurut Fahri Hamzah, keterpilihan para politikus atau pejabat negara bukan karena kualitas dan kapabilitas, tetapi "isi tas" atau besaran dana politik yang bersumber dari kantong pribadi atau penyandang dana. Wajar ketika terpilih, yang terpikir pertamakali bagaimana bisa "balik modal" (Republika, 5/9/2021).
Sistem sekuler juga melahirkan individu yang bebas nilai, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Individu yang hanya mengejar kenikmatan dan kesenangan dunia yang semu dan sesaat. Wajar, untuk menggapai impian, segala cara dilakukan tanpa memandang halal haram. Kebahagiaan adalah ketika mendapatkan materi sebanyak-banyaknya, mesti dengan cara yang haram. Korupsi, manipulasi, terlibat riba hingga spekulasi lumrah dilakukan.
Menyelesaikan Korupsi dengan Islam
Islam agama lengkap dan menyeluruh telah mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam hanya memperbolehkan seseorang memperoleh harta dengan cara yang dibenarkan oleh hukum syarak. Islam melarang perbuatan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dimilikinya. Kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Baginda Nabi SAW bersabda,
"Wahai Abu Dzarr, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah. Dan kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan tersebut pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut dengan haknya dan melaksanakan kewajibannya pada kekuasaannya itu.” (HR. Muslim no. 1825).
Islam menegaskan setiap perbuatan seorang muslim terikat dengan hukum syarak. Islam juga mengharamkan segala bentuk kebohongan, manipulasi dan penipuan, termasuk menggunakan dokumen palsu ataupun proyek fiktif. Baginda Nabi SAW bersabda,
"Tinggalkanlah kebohongan karena sungguh kebohongan itu bersama kekejian dan kedua (pelaku)-nya di neraka." (HR Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan ath-Thabarani).
Islam juga mengharamkan riba dan segala sesuatu yang berkaitan dengan riba. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah 275,
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Al Baqarah 275).
Maka segala bentuk transaksi yang berkaitan dan mengandung riba haram dan tidak dilakukan, terlebih riba merupakan dosa besar. Dosa teringannya seperti menzinai ibu kandungnya (hadis).
Selain melarang riba, Islam juga mengharamkan gharar seperti jual beli saham. gharar adalah semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan, atau perjudian. Nabi SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan Abu Harairah, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar.”
Oleh karena itu, segala tindak kriminal (jarimah) termasuk korupsi akan mudah diselesaikan dengan Islam. Islam akan membangun setiap individu, masyarakat bahkan negara diatas dasar ketakwaan kepada Allah SWT. Rasa takwa akan mendorong setiap individu untuk senantiasa melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Dengan penjagaan yang sempurna, ketika masih ada yang melanggar, yakni melakukan korupsi, pelaku akan di tasyhir, yakni diumumkan didepan khalayak. Harta hasil korupsinya disita, sebagaimana yang pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khattab. Pelaku diberi sanksi berupa ta'zir, yang jenis hukumannya tergantung khalifah/qadhi sesuai tingkat kriminal yang dilakukan.
Khatimah
Korupsi merupakan penyakit kronis dalam sistem demokrasi. Meski pemimpin silih berganti, korupsi tak pernah mati, bahkan makin menjadi. Karena sistem ini dibangun diatas asas kebebasan, hasil olah akal manusia yang terbatas lemah dan terbatas
Maka untuk menyelesaikan permasalahan korupsi, tidak ada jalan lain, kecuali dengan penerapan Islam secara kafah. Sistem yang berasal dari Pencipta manusia yang akan senantiasa menjaga manusia tetap dalam fitrah dan ketaatan.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Ida Nurchayati
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments