TintaSiyasi.com -- Gelombang panas ekstrem melanda sejumlah negara di dunia, termasuk Asia. Indonesia pun diperkirakan akan mengalami cuaca ekstrem. Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pun mengeluarkan peringatan terbaru Indeks Ultraviolet Sinar Matahari (UV) di wilayah Indonesia, untuk prediksi Minggu, 7 Mei 2023 (cnbcindonesia.com, 6/5/2023).
Gelombang panas terjadi dikarenakan adanya faktor alam yakni El Nino. El Nino adalah suatu fenomena pemanasan suhu muka laut ( SMK) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Adanya El Nino ini memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum. Dalam mengantisipasi kondisi ini, Kementerian Pertanian (Kementan) telah menyusun berbagai strategi yakni memperkuat infrastruktur air untuk lahan pertanian sebagai pencegahan kekeringan.
Memang benar, penyebab kekeringan ini bisa terjadi dikarenakan adanya faktor alam yaitu El Nino. Namun, kondisi ini bisa semakin parah dengan adanya liberalisasi dan kapitalisasi sumber daya alam yang bisa menyebabkan perubahan iklim.
Kekeringan merupakan salah satu cabang persoalan yang disebabkan oleh adanya sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sebab, menurut pandangan sistem kapitalisme, sumber daya alam boleh dikelola atau diprivatisasi oleh pihak swasta demi mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
Dan bisa kita lihat terjadinya pembabatan hutan secara besar-besaran dan penguasaan sumber mata air adalah termasuk privatisasi sumber daya alam. Dan hal itu dilegalisasi oleh penguasa atas nama investasi. Padahal hutan memiliki peranan penting dalam mengatur kondisi iklim melalui siklus karbon. Hutan bisa menyerap 2,4 miliar ton karbondioksida pertahun.
Dan kini habitat hutan berkurang. Sekalipun deforestasi ditekan. Namun menurut penelitian laju deforestasi masih lebih cepat daripada pertumbuhan hutan di Kalimantan. Oleh karena itulah terjadi suhu ekstrem. Alhasil kekeringan akan terus melanda masyarakat di dunia karena deforestasi masih terjadi akibat dari sistem kapitalisme masih diterapkan.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam telah memiliki solusi tepat untuk menyelesaikan persoalan kekeringan akibat perubahan suhu ekstrem karena faktor alam. Islam juga mampu mengatasi persoalan perubahan iklim ini akibat penerapan sistem kapitalisme sehingga terjadi kekeringan.
Sistem Islam sangat menjaga keberadaan hutan dan sumber mata air. Hutan memiliki fungsi ekologis dan hidrologis yang sangat dibutuhkan jutaan manusia di bumi ini. Begitu pula sumber mata air yang berpengaruh besar terhadap kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, hutan- hutan dan sumber mata air seperti sungai, laut, danau termasuk harta kepemilikan umum. Maka dari itu, hutan dan sumber mata air tersebut tidak boleh dikuasai individu maupun swasta. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput/hutan, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Akan tetapi, tiap individu memiliki hak yang sama dalam pemanfaatannya. Negara tidak berwenang memberikan hak konsensi atau pemanfaatan secara istimewa khusus terhadap hutan dan sumber-sumber mata air. Negara wajib hadir sebagai pihak yang diberi amanah Allah yaitu bertanggungjawab secara langsung dan sesepenuhnya terhadap pengelolaan harta milik umum. Sebagaimana hadis Rasulullah, "Imam (Khalifah) adalah raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyat."
Negara juga berkewajiban mendirikan industri air bersih perpipaan sehingga terpenuhi kebutuhan air untuk semua rakyat kapan pun dan di mana pun secara gratis. Ketersediaan air pun tetap ada meski terjadi fenomena alam termasuk El Nino. Negara harus memanfaatkan berbagai kemajuan sains dan teknologi serta memberdayakan para ilmuwan seperti pakar ekologi, pakar hidrologi, pakar teknik kimia, pakar teknik industri, dan ahli kesehatan lingkungan.
Semua yang diterapkan sistem Islam adalah sebagai wujud ketaatan kepada Allah dengan menjaga sumber daya alam pemberian Allah dan agar manusia sejahtera sehingga tidak terjadi kekeringan meski adanya fenomena alam seperti El Nino. []
Oleh: Alfiana Prima Rahardjo, S.P.
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments