TintaSiyasi.com -- Pemerintah memperpanjang ijin PT Freeport Indonesia untuk terus mengeksport konsentrat tembaga hingga 2024. Meski Pemerintah menyatakan ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi, namun kebijakan ini menabrak aturan dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara, yang mana ekspor konsentrat tembaga dilarang mulai Juni 2023. Selain itu, kebijakan ini juga memperjelas penguasaan SDA di tangan asing.
PT Freeport Indonesia (PTFI) melaporkan adanya potensi kerugian bagi penerimaan negara mencapai Rp 57 triliun jika pemerintah menghentikan kegiatan ekspor konsentrat tembaga perusahaan pada tahun ini. Besaran penerimaan negara yang hilang itu dihitung dalam bentuk pajak, deviden dan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP. (Katadata.co.id, 14 April 2023)
Pengamat Ekonomi Dr. Arim Nasim, S.E., M.Si., Ak., C.A. menyatakan kontribusi Freeport terhadap APBN mengalami pasang surut dan kontribusinya sangat-sangat kecil.
Menurutnya, jika berbicara terkait dengan kontribusinya (Freeport) terhadap APBN, memang saat ini digambarkan dengan nominal yang begitu wah, yaitu didapatkan 54.15 Triliun. Tetapi jika dilihat secara profesional sebenarnya ini merupakan nilai yang kecil.
"Untuk melihat berapa pendapatan PT Freeport terutama di Indonesia, menurut laporan keuangan PT Freeport disalah satu sumber tahun 2022, total pendapatannya 340 Triliun. Dan di Indonesia didapatkan terbesar senilai 140 Triliun," bebernya.
Dr. Arim Nasim, S.E., M.Si., Ak., C.A. melanjutkan “jadi bisa dibandingkan pendapatan PT Freeport dari tambang Papua di Indonesia 140 Triliun. Sementara yang masuk ke kantong pemerintah hanya 54.51 Triliun. Berarti tidak sepertiganya, masih lebih besar yang didapatkan dan dinikmati oleh Amerika Serikat dibanding pemerintah Indonesia”.
“Perlu dicatat bahwa walaupun kepemilikan saham 51 persen tadi didapatkan dari hutang, maka hasilnya bisa jadi kembali kepada para kapitalis (pemilik modal). Jadi kontribusinya untuk APBN sangat-sangat kecil" tutupnya.
Berdasarkan infomasi yang diterima dari masyarakat setempat, aktivitas tambang PT Freeport telah mengakibatkan kerusakan lingkungan di Kabupaten Mimika, Papua Tengah. limbah tailing yang dibuang oleh PT Freeport telah menyebabkan degradasi wilayah pesisir, sungai dan beberapa pulau di Mimika.
Aktivitas itu telah menyebabkan muara Sungai Ajikwa menghilang, Pulau Piriri dan Pulau Bidadari menghilang, dan Pulau Kelapa serta Pulau Yapero terancam hilang. Bahkan masyarakat menyebut limbah tailing PT Freeport juga mengancam nyawa penduduk sekitar karena kemunculan penyakit-penyakit paru.
Artinya, keuntungan yang diperoleh oleh para kapitalis dan negara tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas PT Freeport. Mereka rela menggadaikan kesejahteraan, kenyamanan dan keamanan rakyat demi memperoleh keuntungan.
Inilah potret kapitalisme dalam membentuk kepribadian individu, yang mana kapitalisme akan melahirkan generasi yang selalu mengedepankan asas manfaat (keuntungan). Standar baik buruk yang mereka gunakan dalam menjalani kehidupan adalah asas manfaat. Jika sesuatu itu menghasilkan keuntungan maka dianggap baik, sebaliknya jika merugikan maka dianggap buruk.
Padahal ketika Allah menciptakan dunia dan seisinya termasuk kita sebagai manusia, Allah telah menurunkan seperangkat aturan hidup yang harus dijalankan oleh manusia. Sehingga ketika kita mengambil aturan lain selain dari aturan Allah, maka hanya kerusakanlah yang akan menghampiri kita.
Allah SWT berfirman :
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS Ar-Rum : 41)
Islam menjadikan bahan tambang yang jumlahnya takterbatas menjadi milik umum dan menetapkan hanya negara yang mengelola untuk dikembalikan hasilnya kepada rakyat dalam berbagai bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya.
Pada saat Rasulullah SAW menjadi pemimpin Negara Islam Madinah, pernah terjadi polemik terkait kepemilikan tambang, diselesaikan secara tuntas dan tak berkepanjangan. Imam at-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul SAW untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul SAW lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (Mau al-iddu).” Rasul SAW kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).
Mau al-iddu adalah air yang jumlahnya berlimpah sehingga mengalir terus-menerus. Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Semula Rasulullah SAW memberikan tambang garam kepada Abyadh. Ini menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam (atau tambang yang lain) kepada seseorang. Namun, ketika kemudian Rasul SAW mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar_digambarkan bagaikan air yang terus mengalir_ maka beliau mencabut kembali pemberian itu. Dengan kandungannya yang sangat besar itu, tambang tersebut dikategorikan sebagai milik bersama (milik umum). Berdasarkan hadis ini, semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu, termasuk swasta, lokal dan asing. (arkifm.com, 8 Oktober 2020)
Kesimpulannya adalah, bahwa dalam sistem Islam hasil pengelolaan tambang yang berlimpah sepenuhnya merupakan hak rakyat, haram diberikan kepada pihak manapun atau siapapun, baik kapitalis (pemilik modal), lokal, maupun asing.
Negara melakukan sepenuhnya mekanisme pengelolaan hasil tambang, hasil pengelolaannya akan diberikan kepada rakyat sepenuhnya melalui berbagai mekanisme, diantaranya penyediaan fasilitas layanan umum (publik) seperti pemberian layanan kesehatan, pendidikan, keamanan gratis bagi rakyat, penyediaan fasilitas umum seperti jalan raya/ transportasi, ketersediaan air bersih, BBM, listrik, dan lain sebagainya.
Semua fasilitas ini diberikan kepada seluruh warga negara tanpa memandang SARA ataupun status ekonomi, kaya miskin, muslim dan nonmuslim mendapatkan layanan hak yang sama. Karena Perintah Allah SWT yang termaktub dalam Hadist Rasulullah SAW :
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ
“Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api” (HR Ibnu Majah).
Hadist tersebut menerangkan bahwa kekayaan alam baik yang berupa air, padang rumput (hutan) dan hasil tambang apapun adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara dan hasilnya diserahkan untuk kepentingan rakyat. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta, lokal, apalagi asing.
Oleh: Marissa Oktavioni, S. Tr. Bns
Aktivis Muslimah
0 Comments