TintaSiyasi.com -- Baru-baru ini viral berita ratusan pelajar Ponorogo yang mengajukan dispensasi nikah, mayoritas karena hamil di luar nikah. Namun, Kabupaten Malang ternyata jauh lebih parah. Berdasarkan data Pengadilan Agama Kabupaten Malang, pengajuan dispensasi menikah mencapai 1.434 perkara selama tahun 2022. Dari angka tersebut, pengajuan dispensasi nikah yang sudah diputus sebanyak 1.393 perkara. Jumlah tersebut melebihi Ponorogo yang hanya 176 perkara. Angka ini menjadikan Malang berada di urutan pertama di Jawa Timur terkait banyaknya dispensasi nikah.
Humas Pengadilan Agama Kabupaten Malang M. Khairul mengatakan, ada banyak faktor yang memicu angka dispensasi nikah cukup tinggi. Di antaranya karena angka putus sekolah yang tinggi, sehingga memilih untuk menikah. Ada juga karena adanya kekhawatiran orang tua saat anak sudah memiliki pasangan, dan ketakutan ortu jika anaknya hamil di luar nikah (detik.com, 18/01/2023).
Berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, angka permohonan dispensasi nikah (diskah) di Provinsi Jawa Timur pada 2022 mencapai 15. 212 kasus. Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jatim, Maria Ernawati, mengatakan bahwa kondisi tersebut merupakan fenomena gunung es. Pengajuan diskah tersebut 80% karena pihak perempuan sudah hamil duluan. Sementara 20% sisanya karena banyak faktor, seperti perjodohan karena faktor ekonomi (cnnindonesia.com, 17/01/2023).
Kondisi di daerah lain tidak jauh berbeda. Pengadilan Agama Bandung mencatat permohonan diskah mencapai 143 kasus di tahun 2022, tahun 2021 sebanyak 193 kasus dan 2020 ada 219 kasus. Mayoritas alasan mengambil diskah adalah karena hamil di luar nikah.
Kondisi remaja saat ini sungguh mengkhawatirkan. Ditambah lagi, alasan utama pelajar mengajukan diskah tidak lain karena hamil sebelum nikah. Seolah seks bebas sebelum nikah sudah tidak asing, bahkan sudah menjadi tren remaja saat ini, meskipun masih terkategori sebagai pelajar SMP-SMA.
Fakta tersebut sangat memilukan. Dengan angka 80% dari kasus 15.212 pengajuan diskah karena hamil di luar nikah, berarti ada sekitar 12.169 remaja putri yang telah berzina. Ini baru data yang tampil ke permukaan. Bagaimana dengan mereka yang sudah berzina namun tidak sampai hamil, atau hamil lantas diaborsi, atau dibuang bayinya setelah lahir?
Bagaimana mungkin para remaja bisa berperilaku serba bebas seperti itu, hingga perzinaan sudah bukan lagi menjadi hal yang tabu bagi mereka, padahal moral anak bangsa selama ini telah dibangun berlandaskan nilai agama dan keluhuran akhlak ketimuran orang-orang Indonesia? Apakah nilai agama yang dimiliki masyarakat sudah tidak ampuh untuk menghalau ide pemikiran merusak dari luar?
Tentu kita harus mengingat bahwa pergaulan bebas (free sex) bukan bagian dari ajaran agama Islam. Bahkan mendekati zina saja dilarang keras dalam Alquran (QS Isra:32), dan para pelakunya akan mendapatkan hukuman tegas berdasar syariat. Free sex tidak lain adalah gaya hidup orang-orang yang tidak mengenal aturan agama. Mereka beragama namun tidak mau mengikuti aturan agama dalam kehidupan, yang disebut dengan sekulerisme. Sekulerisme yang telah menjadi aturan kehidupan bermasyarakat sekarang ini, telah menyebabkan banyak remaja muslim justru menjadi pelaku perzinaan hingga hamil di luar nikah.
Selain mereka secara pribadi telah meninggalkan aturan Islam dan mempraktikkan gaul bebas ala sekulerisme, masyarakat dan negara juga abai dan jauh dari tuntunan Islam. Masyarakat yang cuek, apatis, dan permisif menjadikan gaul bebas dan perzinahan semakin marak. Peran masyarakat sebagai kontrol sosial pun hilang. Inilah corak masyarakat sekuler dan liberal, yang alih-alih melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, tapi malah ikut melegalkan kemaksiatan.
Negara adalah institusi terbaik yang mampu melakukan upaya preventif dan kuratif atas perilaku kemaksiatan yang dilakukan warganya. Namun, negara yang seharusnya menjadi penegak hukum, justru membuat undang-undang yang membuat gaul bebas semakin meraja lela.
Negara saat ini malah menjadi penjaga pelaku kemaksiatan atas dasar HAM dan mordernitas.
Hal ini dapat kita lihat dalam penerapan UU TPKS, pasangan yang melakukan aktivitas perzinaan atas dasar suka sama suka tidak bisa dipidanakan. Begitu pula dalam UU KUHP, kumpul kebo tak bisa dihukum jika tak ada yang melaporkan. Sungguh miris, jika sudah seperti itu, tunggu saja hingga Allah SWT menurunkan azabNya, yang tidak hanya menimpa orang yang bermaksiat, namun bagi semua penduduk di negara ini.
Yang lebih parah lagi, para pelaku perzinaan hingga hamil di luar nikah tersebut masih berstatus pelajar SMP dan SMA. Hal ini menandakan jika sistem pendidikan yang diterapkan saat ini patut dipertanyakan. Alih-alih berharap bisa menghasilkan output pendidikan yang diimpikan, yang ada justru menunjukan kegagalan produk sistem pendidikan, di mana para pelajarnya sukses menjadi pelaku perzinaan hingga hamil.
Tidak ada jalan keluar atas masalah ini, selain kita semua (pelajar, masyarakat, dan negara) menerapkan kembali aturan Islam yang berlandaskan halal dan haram. Tak perlu lagi kembali melirik pada solusi yang berasal dari sistem hidup sekulerisme, karena dialah biang kerok kerusakan generasi muda bangsa ini. Dengan menerapkan Islam kaffah, akan muncul generasi-generasi hebat, dan penyakit sosial masyarakat (free sex dan sebagainya) akan bisa dilibas habis sampai ke akarnya. Dengan demikian, hidup akan menjadi berkah dan santosa.
Oleh: Ninik Rahayuningsih
Pemerhati Sosial, Malang
0 Comments