Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Konser Coldplay: Bukti Hilangnya Empati dan Nyatanya Kesenjangan Ekonomi

TintaSiyasi.com -- Setelah sebelumnya masyarakat Indonesia disibukkan dengan konser Blackpink, kali ini untuk kesekian kalinya, konser akan kembali diadakan. Konser yang akan diselenggarakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, pada 15 November 2023 mendatang akan diisi oleh grupband asal Inggris yang sudah berusia lebih dari 20 tahun, band tersebut bernama Coldplay. Tidak jauh beda dengan konser Blackpink konser kali ini juga cukup membuat gaduh masyarakat Indonesia baik kalangan muda maupun tua, mereka berlomba untuk mendapatkan tiketnya walaupun harus merogoh kocek yang bisa membuat geleng-geleng kepala. 

Walaupun demikian, antusiasme masyarakat Indonesia terhadap konser tersebut lebih bikin geleng kepala, Bagaimana tidak, harga tiket konser Coldplay di Jakarta yang di bandrol mulai dari Rp 800 ribu hingga Rp 11 juta, bahkan belum termasuk pajak sebesar 15% convenience fee 5% dan biaya lain yang berlaku (finance.detik.com, 11/5/23)

Tidak dapat masyarakat gentar, ada yang rela ambil tabungan hingga puasa demi dapat tiket. Bahkan banyak netizen yang sudah mulai mencari rekomendasi pinjaman online (pinjol) demi bisa membeli tiket konser tersebut. 

Demi Kesenangan Sesaat

Masih segar rasanya suasana konser Blackpink yang wara-wiri di sosial media, semua orang yang datang pada konser tersebut bagaimana puluhan juta orang yang ada di konser tersebut terlihat berteriak melambaikan lightstick mereka mengikuti irama, seakan akan dunia milik mereka dan idolanya. Kebahagiaan tak terkira katanya. Tidak apa-apa jika mahal karena memang bagi mereka mahalnya tiket akan terbayar saat konser telah tiba sehingga walaupun mahal tetap harus diperjuangkan. Kejadian ini juga tidak jauh beda dengan mereka yang ingin datang ke konser Coldplay. Mereka ingin merasakan sensasi yang sama, apalagi ini konser perdana katanya, sah-sah saja jika mengeluarkan uang banyak demi kesenangan katanya, bahkan ada yang menganggap bahwa selama ini kerja banting-tulang untuk mendapatkan kesenangan, dan menonton Coldplay adalah salah satu self reward untuknya.

Lagi-lagi alasannya tidak lain hanya untuk kesenangan. Tidak aneh memang kesenangan menjadi tujuan manusia saat ini, hidup di sistem sekuler memang telah menjadikan manusia lupa tentang tujuan hidupnya. Dalam sistem sekuler seperti ini kesenangan seakan segala-galanya. Tidak peduli tentang bagaimana cara mendapatkan kesenangan tersebut. tidak peduli berapa banyak pelanggaran syariat yang akan dilakukan saat ingin meraih kesenangan semu tersebut. 

Indonesia dengan mayoritas muslim ini seakan hilang identitasnya, larut dalam sistem sekuler yang kian hari kian menjauhkannya dari tujuan penciptaannya. Mengaku hamba Allah SWT, dan Muhammad SAW sebagai Rasulnya namun enggan mendengarkan perintah-Nya. Bagaimana tidak, bukankah saat konser akan terjadi ikhtilat? Belum lagi jika tiketnya dibeli dengan cara utang ke pinjol, jelas ribanya. Ditambah hal yang paling miris, salah satu personil Coldplay yang sering mengibarkan bendera elgebete di beberapa konsernya sebagai dukungannya terhadap gay. Naudzubillah! Bagaimana bisa mengidolakan seseorang yang jelas memberikan dukungan terhadap perbuatan yang mengundang murka Allah?

Penyetujuan Konser Demi Kepentingan Segelintir Orang

Konser tidak akan terjadi jika tidak setujui oleh negara. Namun nyatanya budaya hura-hura ini justru difasilitasi oleh negara dan panitia yang ada dibelakannya. Apakah konser ini murni untuk menyenangkan hati masyarakat ataupun penggemar coldplaynya? Agaknya sangat jelas jawabannya dengan melihat tingginya harga tiket konser tersebut. Dalam sistem kapitalime memang tidak ada lain yang dicari selain keuntungan. Jika konser coldplay akan menjual tiket sebesar 50.000 tiket (kompas.com, 12/5/2023) dengan harga seperti yang telah kita sebutkan diatas, apakah sudah ada bayangan seberapa bengkak rekeningnya pelelenggara konser tersebut?

Walaupun setiap ada konser yang ada di negara ini, penguasa selalu mengklaim bahwa konser tersebut dapat memberi dampak terhadap ekomomi terutama bagi pelaku UMKM, pda kenyataannya yang paling diuntungkan adalah para kapitalis, seperti bisnis perbankan karena beli tiketnya disitu, hotel, penyelenggara konser, transportasi, dll.. sedangkan UMKM yang katanya diutamakan, agaknya mendapatkan recehannya saja.

Sungguh miris bukan, bekerja keras banting tulang untuk para kapitalis, setelah dapat cuannya (baca: gaji), lalu kita berikan lagi kepada para kapitalis dengan penuh suka cita. Namun inilah sistem kapitalisme, tetap para kapitalis yang paling diuntungkan, maka tidak heran mengapa bisa menjadi kaya raya setelah konsernya terselenggara, sedangkan kita gigit jari karena harus bayar hutang dan kembali kepada rutinitas melelahkan yanng membuat kita tertekan dan akhirnya stres lagi. 

Bukti Hilangnya Empati Penduduk di Negeri Ini.

Jika ada yang mengatakan wajar saja jika mereka para penyelenggara mendapatkannya, karena memang mereka pantas mendapatkannya, bukankah ada yang lebih pantas untuk itu? Bukankah masih banyak masyarakat yang bahkan tidak bisa makan untuk dikomsumsi pada hari itu, banyak masyarakat yang bahkan tidak memiliki tempat tinggal untuk hanya sekedar meluruskan punggungnya. 

Sebenarnya Penyelenggaraan konser menunjukkan matinya empati penyelenggara dan pihak pemberi ijin terhadap penderitaan sesama yang ditimpa berbagai problem kehidupan. Padahal problematika terbesar dari negara ini salah satunya adalah kemiskinan dan sampai sekarang agaknya belum ada titik terang penyelesaiannya. Seharusnya para penguasa yang katanya peduli tentang problem kemiskinan lebih fokus pada permasalah ini dan menuntaskan problematika kemiskinan dengan solusi tuntas bukan solusi parsial seperti halnya memberi izin konser agar meningkatkan UMKM yang tak seberapa bagi pelakunya. Bukankah masih banyak Sumber Daya Alam yang dikelola oleh asing ataupun para kapitalis yang bisa dikelola sendiri oleh negara dan hasilnya bisa dirasakan oleh seluruh rakyat, bukan hanya rakyat yang memiliki modal saja.

Antara Harga Tiket dan Bukti Kesenjangan Kesejahtraan Masyarakat 

Di sisi lain, antusiasisme masyarakat membuktikan tingginya kesenjangan kesejahteraan yang ada di negeri ini. Si kaya dengan mudah dapat membeli tiket Rp 11 juatan untuk bersenang-senang sedangkan si miskin dengan uang sebanyak itu bisa menghidupi dirinya dan keluarganya selama setahun mungkin lamanya. Hal ini bukan tanpa fakta, menurut World Inequality Report 2022, selama periode 2001-2021 sebanyak 50% penduduk Indonesia hanya memiliki kurang dari 5% kekayaan rumah tangga nasional (total household wealth). Sedangkan 10% penduduk lainnya memiliki sekitar 60% kekayaan rumah tangga nasional sepanjang periode sama, Laporan tersebut juga mencatat, pada 2021 rasio kesenjangan pendapatan di Indonesia berada di level 1 banding 19. Artinya, populasi dari kelas ekonomi teratas memiliki rata-rata pendapatan 19 kali lipat lebih tinggi dari populasi kelas ekonomi terbawah. (databoks.katadata.co.id, 30/6/2023). Jelas sekali bahwa perekonomian nasional negeri selama ini dikuasai oleh segelintir orang saja yaitu para kapitalis.

Islam Mengatur Bagaimana Cara Seorang Muslim Menikmati Hidup

Kaum Muslim saat ini memang telah mengalami kemunduran berfikir hingga sangat jauh dari ajaran Islam. Hidup dalam sistem kapitalisme membuat pandangan hidup mereka hanya berorientasi pada materi semata. Mereka menjadikan kesenangan dan kesuksesan dunia dengan menumpuk materi lebih utama daripada memperdulikan ajaran Islam. 

Alhasill, wajar saja jika bahagia dalam sistem kapitalime menjadi barang yang langka, sangat sulit didapat. Wajar juga jika kita melihat bahwa nonton coldplay menjadi ajang untuk euforia, ajang mencari kesenangan, tidak apa menghabiskan uang hanya untuk nonton coldplay, karena memang itu menjadi tujuan hidupnya. Padahal semua itu hanya kebahagian semu, kebahagiaan yang hanya sesaat. 

Sungguhpun batang merdeka, ingat pucuk akan terhempas. Janganlah kita terlena karena kesenangan sesaat, tetapi kita juga harus waspada akan bahaya yang bisa datang kapan saja. Agaknya ini nasihat yang tepat untuk seluruh umat yang mengaku muslim, mengakui Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad SAW sebagai Rasulnya tapi malah senang dengan band yang jelas-jelas dukungannya terhadap eljebete yang dimurkai Allah SWT.

Jadi bagaimana cara agar seorang muslim menikmati hidup? Tidak lain adalah dengan takwa.  Setiap manusia akan menerima balasan atas setiap pilihan yang di pilih dalam kehidupannya. Bagi setiap muslim seharusnya hari-harinya senantiasa terikat dengan hukum syarak. Dari hal yang kecil sampai yang besar. Karena Islam mengajarkan skala prioritas atas amal dalam kehidupan.

Sungguh apakah pantas seorang penguasa dan sebagian orang yang mengakui dirinya muslim, namun membiarkan konser dan bersuka-cita atas konsernya sedangkan di sisi lain terdapat penderitaan sebagian orang lain yang nyata di hadapan mereka? Padahal Islam mengajarkan, bahwa ketika ada yang merasakan kemiskinan dan kesulitan hidup, selayaknya yang lainnya memberikan pertolongan. 

Dalam hadits dari Nu’man bin Basyir Rasulullah SAW bersabda, 

perumpamaan orang -orang mukmin dalam hal berkasih sayang dan saling cinta mencintai dan mengasihi di antara mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merasa sakit dengan tidak bisa tidur dan demam (Mutafaq ‘alaih)

Beginilah harusnya seorang muslim, peduli terhadap saudaranya sesama muslim, berlomba mengumpulkan amal agar mendapatkan tiket masuk ke surga. Selektif dalam membelanjakan hartanya, tidak sampai mengikuti hawa nafsu dengan membelanjakan harta kita pada sesuatu yang dapat membawa kepada kemurkaan Allah SWT. Karena tujuan hidup seorang muslim tidak lain adalah untuk meraih rida Allah semata. Dia menjalani kehidupan bukan hanya sekedar untuk bersenang-senang saja. Karena dia paham betul bahwa kebahagiaan yang haqiqi hanya akan didapatkannya jika sudah mendapaki surga-Nya.

Bukan hanya bagi individu masyarakat namun pemimpinnya juga demikian, Khalifah Umar bin Khattab pada saat kepemimpinannya pernah wilayahnya dilanda paceklik karena musim kemarau, dan umar hanya memakan roti yang diolesi minyak zaitun sampai mukanya pada sebahagian riwayat menjadi hitam. Bahkan ketika sang khalifah menyembelih hewan untuk dibagikan kepada penduduknya, Sang khilafah tidak mau memakan daging yang diberikan kepadanya karena Umar tidak mau makan enak diatas penderitaan yang sedang dialami oleh rakyatnya.

Di sisi lain, Islam mewajibkan negara menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi atas setiap individu, kebutuhan pokok misalnya seperti sandang, papan pangan akan dipenuhi oleh negara. Begitu juga jaminan atas pendidikan, kesehatan dan keamanan. Dalam sistem pemerintahan Islam, khalifah tidak akan mengizinkan aktivitas yang terdapat keharaman didalamnya. Khalifah akan membentuk masyarakat yang jauh sifat hedonisme dan hubbud dunya. Sebaliknya masyarakatnya akan dijaga agar terjaga keimannanya.[]

Oleh: Nada Navisya
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments