TintaSiyasi.com -- TNI Angkatan Udara merilis kronologi kasus Praka ANG, anggota Detasemen Pertahanan Udara (Denhanud) 471 Pasgat, yang menendang motor seorang perempuan membonceng anak di Jatiwarna, Bekasi, Jawa Barat. Dari kronologi itu, terungkap bahwa Praka ANG justru merupakan pihak yang menabrak motor perempuan bernama Sri Dewi Kemuning (21) itu. Ini sekaligus membenarkan narasi soal kronologi peristiwa yang termuat dalam video peristiwa yang lebih dulu viral di media sosial (Kompas.com, 25/04/23).
Aksi Praka Arya Nobel Gideon (ANG) menendang pemotor ibu yang membonceng anaknya di Bekasi, Jawa Barat viral di media sosial. Awalnya, publik mencari tahu siapa sosok pria berseragam loreng tersebut. Tidak hanya itu Mabes TNI-pun turun tangan melakukan pencarian hingga akhirnya identitas Praka ANG terungkap (detik.com, 26/04/23).
Terjadinya sikap arogan yang dilakukan oleh aparatur negara sangat disayangkan. Ini disebabkan aparatur negara seharusnya bersikap mengayomi dan melindungi rakyat, sehingga mereka menjadi prajurit yang selalu dicintai, bukan ditakuti. Apa yang salah dengan ini semua?
Tidak bisa dipungkiri saat ini sangat mudah ditemui masyarakat yang reaktif, mudah tersulut emosinya dan bersikap arogan. Banyak faktor yang menjadi pencetus perilaku tersebut. Diantaranya karena sudah menjadi gaya hidup dan juga akibat kebebasan berperilaku. HAM yang selama ini selalu dipropagandakan telah membuat masyarakat menjadi kebablasan dalam berperilaku karena berdalih kebebasan, sekalipun yang dilakukan adalah tindak kekerasan.
Sebagaimana kita ketahui ide kebebasan berperilaku adalah salah satu pilar dari HAM yang diaruskan oleh Barat. Ide ini begitu deras menyerang semua lapisan masyarakat, termasuk ke aparatur negara. Sikap arogan mereka membuktikan bahwa gaya hidup barat yang bebas sudah menjadi hal yang lumrah untuk ditunjukkan.
Kasus kekerasan dan arogansi yang ditunjukkan aparat tidak boleh dianggap sepele. Sebab bisa membuat masyarakat merasa tidak aman, takut dan terintimidasi. Sekalipun, kesalahan individu aparat tak dapat menjadi tolok ukur bahwa seluruh anggota maupun instansi menjadi buruk. Akan tetapi jika kasusnya terus berulang, secara alami aparat akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat dan instansi yang bersangkutan akan menjadi tertuduh penyebab munculnya kekerasan.
Jika ditelisik lebih jauh, sikap arogansi yang muncul ke permukaan adalah buah dari sekulerisasi yang masih eksis dalam kehidupan bernegara saat ini. Sekulerisasi telah membuang nilai-nilai agama dari kehidupan, khususnya agama sebagai solusi dari berbagai permasalahan. Ketika menghadapi permasalahan, dan agama dikesampingkan, akibatnya hawa nafsulah yang berbicara. Manifestasinya bisa dalam bentuk amarah yang tidak terkendali.
Hal ini diperburuk dengan penerapan ekonomi kapitalisme yang membebani kehidupan. Beratnya tekanan hidup dalam sistem kapitalis telah mengganggu kesehatan mental masyarakat sehingga semakin mudah terpancing emosinya.
Keberadaan negara yang seharusnya menjadi kunci dalam mengatasi munculnya sikap arogan aparat malah tidak begitu dirasakan. Negara tidak melakukan fungsinya sebagai pihak yang mengurus dan menjaga negara terhadap pribadi aparat yang bersikap arogan.
Ketaatan dan ketakwaan individu diserahkan pada ranah pribadi. Negara hanya memantau profesionalitas aparat saat bertugas. Maka ketika terjadi pelanggaran, tindakan yang dilakukan lebih mengutamakan sanksi, tidak berfokus untuk membina pribadi aparat negara. Itulah sebabnya sekalipun ada sanksi, kejadian arogansi terus berulang.
Berbeda halnya dengan Islam. Suasana keimanan yang ada dalam tiap individu menjadikan ketakwaan terbentuk, kontrol masyarakat yang tinggi hingga negara yang memiliki seperangkat aturan lengkap dan tegas yang berasal dari Zat yang Maha Perkasa. Inilah syariat Islam. Islam memiliki mekanisme yang khas dalam menjaga dan meriayah aparat negara, dalam hal ini adalah polisi dan tentara.
Tentara sendiri adalah komponen penting bagi sebuah negara. Keberadaan mereka sangat vital bagi keamanan dan kedaulatan negara terhadap serangan musuh dan ujung tombak saat penaklukan dalam rangka menyebarkan dakwah Islam. Karena kepentingan inilah, negara menaruh perhatian serius terhadap penjagaan tentara, baik kebutuhan pribadi maupun keluarganya.
Penjagaan negara terhadap aparat militer yang dilandaskan syariat Islam diantaranya adalah, terpenuhinya kebutuhan primer, terjaminnya keselamatan, dan terbekali dengan ketakwaan. Dengan mekanisme ini, dapat meminimalisir terjadinya arogansi yang dilakukan oleh aparat. Mereka akan fokus melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggungjawab.
Negara pun melarang dan memberikan sanksi yang tegas jika terjadi tindakan sewenang-wenang yang bertujuan untuk menakut-nakuti masyarakat. Rasulullah saw bersabda: "Siapa saja mengacungkan besi kepada saudaranya (untuk menakutinya), maka ia dilaknat oleh malaikat sampai ia meninggalkan perbuatan tersebut, meskipun orang yang ditakut-takuti Itu adalah saudara kandungnya". (HR.Muslim).
Demikianlah mekanisme Islam dalam mengatasi arogansi yang dilakukan oleh aparat negara. Ketaatan individu dan peran negara dalam melakukan pengurusan bisa mengurangi potensi terjadinya arogansi. Jikapun terjadi, kasusnya tak akan berulang, karena kontrol dan sanksi keras negara akan menjadi faktor pengendali dari perilaku arogan. Rakyat pun akan merasa aman dan terlindungi sebab aparat negara melaksanakan tugas dan fungsinya dengan benar. Aparatur negara pun akan semakin dekat dan dicintai rakyatnya. Wallahua'lam.[]
Oleh: Hanum Hanindita, S.Si
(Aktivis Muslimah)
0 Comments