TintaSiyasi.com -- Tiada hentinya kita mendengar berita terkait korupsi di negeri ini. Alih-alih semakin berkurang, nyatanya tidaklah begitu. Masih banyak manusia bermental pencuri yang tak memikirkan dampak terhadap orang lain, yang menjadi fokus hanyalah upaya meraup pundi-pundi guna kebahagiaan pribadi.
Salah satu kasus korupsi yang sedang hangat diperbincangkan adalah ditetapkannya Direktur Utama (Dirut) PT Waskita Karya Destiawan Soewardjono (DES) sebagai tersangka dugaan korupsi penggunaan fasilitas pembiayaan bank PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP). (Republika/29/4/2023). Beliau pun sedang ditahan selama 20 hari terhitung dari 28 April 2023 sampai dengan 17 Mei 2023 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang kejaksaan Agung.
Dikutip dari media online katadata.co.id (29/4/2023), Destiawan melawan hukum memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF). Beliau menggunakan dokumen pendukung palsu untuk pembayaran hutang perusahaan yang diakibatkan oleh pencairan pembayaran proyek-proyek pekerjaan fiktif.
Melihat kabar tersebut, Menteri Badan usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pun bersuara. Beliau mengatakan, “Kementerian BUMN menghormati proses hukum yang berlaku.” Beliau pun menuturkan bahwa peristiwa ini menjadi peringatan kepada BUMN lain untuk benar-benar bekerja secara profesional dan transparan sesuai peta jalan yang ditetapkan (CNN Indonesia, 29/4/2023).
Rentetan kasus korupsi semakin menguatkan fakta bahwa di sistem demokrasi ini korupsi layaknya tradisi yang tak pernah berhenti. Selalu ada lagi dan lagi meskipun ada badan khusus yang bertugas menyelesaikan korupsi.
Korupsi Bagaikan Tradisi
Badan pemberantas korupsi di sistem demokrasi hari ini tentulah belum mampu menguak dan merampungkan semua kasus korupsi yang terjadi. Hal tersebut lantaran landasan dari demokrasi yang bertumpu pada Kapitalisme Sekuler ini justru menghasilkan individu-individu materialistik. Maka, selama masih berada di bawah sistem yang keliru, semua yang terjadi di dalamnya tak akan pernah menemukan solusi yang menuntaskan. Kalaupun ada yang terselesaikan, itu hanyalah sebagian, sedangkan bagian yang lain masih mengakar bahkan beranak pinak menjadi problem yang baru.
Korupsi dan demokrasi bagaikan anak kembar yang tak terpisahkan. Otoritas dunia yang membersamai individu di tengah masyarakat, membuatnya merasa haus akan penguasaan materi, terlebih jikalau ia terfasilitasi kursi kuasa, maka habis sudah keuntungan didulang tiada tersisa.
Di sisi lain, ini menjadi bukti rusaknya moral individu di dalam sistem demokrasi. Banyak dari individu yang tidak menjadikan umat sebagai prioritas, tak peduli apa yang diderita umat atas perilakunya dan tak merasa jera jikalau tertangkap bersalah. Karena bagaimana bisa sampai kepada perasaan jera jikalau hukuman koruptor terus menerus diringankan, bahkan tak jarang mendapatkan perlakuan spesial dibanding pelaku kejahatan yang lainnya.
Realita ini sangat menyedihkan, dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan secara luas malah habis oleh segelintir orang. Bahkan tak sedikit dari pelaku yang melarikan diri dan tetap hidup damai bergelimangan harta atas hasil uang rakyat. Sungguh jauh moral demikian dari standar Islam.
Padahal, seharusnya semakin tinggi jabatan dan amanah, maka semakin berhati-hati dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Tapi memang inilah hasil dari sistem demokrasi yang terputus atas hubungan dunia dengan kesadaran terhadap Tuhan-Nya. Tak sampai pemikirannya terhadap pertanggungjawaban di akhirat kelak. Kebahagiaan semu di dunia rela didapatkan dengan mengorbankan nasib di akhirat kelak. Sangat berbeda otoritas dan kesadarannya dengan standar Islam yang Allah sudah tetapkan.
Islam Tegas Memberantas Korupsi
Di dalam Islam, segala sesuatu tidak berorientasi pada keduniawian atau kesenangan semu. Jika bicara Islam, maka kita pun berbicara soal solusi tuntas, Islam selalu menyelesaikan segala sesuatu dari daun hingga akar, sehingga tidak akan kita dapati penyelewengan yang seperti kita saksikan hari ini.
Islam memandang bahwa segala aktivitas harus berlandaskan halal dan haram sesuai standar Ilahi. Hawa nafsu akan terkontrol dengan ketaatan kepada Allah SWT, masyarakat pun akan difasilitasi untuk berada di dalam ketaatan. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya sudut pandang yang jauh hingga memikirkan urusan akhirat dan didukung juga dengan adanya hukuman yang membuat jera bagi siapa saja yang melakukan kemaksiatan.
Menyoal kasus korupsi, tentu di dalam Islam kasus tersebut masuk kedalam kemaksiatan. Maka, siapa pun yang melakukan hal demikian tidak akan dibiarkan atau mendapatkan bantal empuk untuk bersandar dengan bahagia. Ia harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah dilakukan dengan menjalani hukuman yang semestinya.
Dengan demikian, akan sampai kepada rasa jera baik bagi pelaku maupun masyarakat secara menyeluruh. Karena di dalam Islam, masyarakat akan dibekali ilmu-ilmu terkait hubungan dengan Sang Pencipta. Yaitu menyadari bahwa Allah SWT maha melihat, semua akan ada balasannya yang setimpal dan negara yang berlandaskan Islam akan membangun kesadaran bahwa kepentingan umat melebihi sekadar kenyangnya diri sendiri.
Dengan itu, umat akan menyadari bahwa yang bukan haknya tidaklah boleh diambil dan selalu tumbuh kepedulian sosial terhadap sesama manusia. Maka, setiap individu tidak akan tega merampas hak orang lain, apalagi berlenggak lenggok dengan hasil curian tanpa merasa bersalah.
Sedihnya, hal demikian masih kita saksikan hari ini, karena kita masih hidup di bawah sistem yang keliru, yaitu sistem yang malah menyuburkan korupsi dari segala sisi. Maka sudah waktunya kita mengambil syariat Islam untuk diterapkan secara menyeluruh guna memberantas semua problema termasuk kasus korupsi yang tiada berkesudahan ini.
Mari rapatkan barisan, menjadi bagian yang menjemput kebangkitan Islam dengan terus menerus menyuarakan kebenaran. Semoga segera kita bertemu dengan kebangkitan hakiki yang tentunya hanya akan didapat dengan penerapan Islam secara total sesuai yang Allah SWT perintahkan dan Rasulullah SAW contohkan.Wallahu a’lam bishshawab.[]
Oleh: Rifdah Reza Ramadhan, S.Sos.
(Aktivis Muslimah)
0 Comments