TintaSiyasi.com -- Prajurit TNI dari Satgas Yonif R 321/GT dilaporkan meninggal dunia usai diserang Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di wilayah Mugi-Mam, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Sabtu (15/4) pukul 16.30 WIT. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda Julius Widjojono mengatakan gugurnya prajurit bernama Pratu Miftahul Arifin berkaitan dengan operasi penyelamatan pilot Susi Air Kapten Philips Mehrtens yang disandera KKB.
Saat itu, Satgas mencoba untuk menyisir dan mendekati posisi para penyandera. Lalu, ada serangan dari KKB. Pratu Ilham dilaporkan terjatuh ke jurang dengan kedalaman sekitar 15 meter. Kemudian, ketika Pratu Arifin sedang dievakuasi, tiba-tiba KKB kembali menembak personel TNI lainnya (CNN Indonesia, 17/4/2023)
Jumlah Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang gugur dibunuh kelompok separatisme di Papua selama operasi pembebasan Pilot Susi Air Kapten Philips Mark Marthen tercatat enam prajurit. Catatan sementara menyebutkan empat prajurit gugur dalam penyerangan di Pos Mugi-Mam di Nduga, Papua Pegunungan, Sabtu (15/4/2023). (Republika.co.id)
Klaim berbeda justru disampaikan Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat -Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom. Kata dia, anggota TNI yang tewas dalam kontak senjata di sana mencapai 12 orang (BBC News Indonesia, 16/4/2023).
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau dulu dikenal dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan organisasi separatis yang didirikan pada tahun 1965 untuk mengakhiri pemerintahan Provinsi Papua dan Papua Barat yang saat ini di Indonesia, yang sebelumnya dikenal sebagai Irian Jaya, dan untuk memisahkan diri dari Indonesia (Tribun Papua. Com, 15/11/2021).
Selama berdiri, KKB terbukti telah banyak membuat kekacauan. Hal ini membuktikan sistem keamanan negara masih lemah dan aparat tidak cukup serius menuntaskan kelompok separatis tersebut. Padahal apatur militer negara sangat banyak, namun mengapa menghadapi satu kelompok saja mereka begitu gagap?
Hal ini juga menjadi bukti keadilan serta kesejahteraan belum dirasakan semua elemen masyarakat secara merata. Lahirnya kelompok OPM yang berusaha memisahkan diri dari negara tak terlepas dari faktor kemiskinan dan keterbelakangan yang dirasakan orang-orang papua. Padahal semua tentu mengetahui, Papua adalah wilayah yang sangat kaya, memiliki gunung emas yang berlimpah. Namun, alih-alih menyejahterakan rakyat Papua, pengelolaannya justru diserahkan pada asing.
Inilah akibat dari penerapan sistem kapitalisme yang memberikan ruang kepada individu baik swasta lokal maupun asing menguasai kekayaan alam negara. Padahal semua itu merupakan kepemilikan umum yang menjadi hak bagi setiap rakyat.
Sistem Islam Mencegah Aksi Disintegrasi
Islam bukan sebatas agama ritual, lebih dari itu Islam adalah sebuah mabda yang melahirkan sistem aturan komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam rana politik. Hanya saja, definisi politik dalam Islam berbeda jauh dengan politik Demokrasi hari ini.
Pengertian politik Islam dapat kita pahami dari penjelasan seorang mujtahid mutlak Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Daulah Islamiyah yang menjelaskan bahwa "politik dalam negeri Khilafah adalah menerapkan hukum Syariah di semua urusan dan wilayah negara Islam. Politik luar negeri Khilafah adalah menyebarkan ajaran Islam dengan dakwah dan jihad."
Sehingga konsekuensi dari politik dalam negeri Islam adalah mengurus seluruh urusan rakyat yang berada dalam naungannya. Dalam sabda Rasulullah SAW. juga menyebutkan bahwa, “Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Oleh sebab itu, penjaminan kesejahteraan kepada seluruh rakyat merupakan tanggung jawab negara yang wajib direalisasikan secara merata tanpa pilah pilih. Penjaminan ini akan sangat mungkin dilakukan sebab negara-negara muslim dilimpahkan sumber daya alam yang begitu berlimpah oleh Allah SWT.
Jika itu dikelola berdasarkan sistem Islam yakni di kelola secara mandiri oleh negara, bukan hal mustahil kemiskinan maupun keterbelakangan pendidikan dapat diselesaikan. Dengan ini tak akan mungkin ada kelompok separatisme sebagaimana KKB yang berusaha melakukan upaya disintegrasi dari negara.
Upaya disintegrasi juga jelas haram hukumnya dalam Islam sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ali-Imran 103:
"Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk."
Atas keharaman ini jelas bahwa hukum yang diberlakukan oleh negara Islam (Khilafah) kepada kelompok-kelompok Separatis tentu akan bersifat tegas, terlebih jika kelompok tersebut telah banyak menimbulkan kekacauan dan memakan banyak korban jiwa. Negara akan menuntaskannya dengan serius, tidak setengah-setengah. Wallahu'alam Bishshawab.[]
Oleh: Nurhikmah
(Tim Pena Ideologis Maros)
0 Comments