TintaSiyasi.com -- Mengawalii tahun 2023 ini kita disuguhi oleh berita-berita yang mengguncang naluri keibuan. Anak-anak menjadi korban pelecehan seksual. Misalnya saja di Mojokerto, anak TK menjadi korban pemerkosaan oleh beberapa kakak kelasnya. Dan terbaru, belasan anak juga mengalami kekerasan seksual oleh seorang ibu muda pemilik sebuah rental PlayStation di Jambi. Ibu berinisial YN, akhirnya dilaporkan oleh orang tua korban ke pihak berwajib atas tuduhan pelecehan seksual terhadap anak-anak (Tvonenews.com, 5/2/2023).
Peran ibu adalah tumpuan harapan masa depan cerah dari seorang anak. Ibu di bawah asuhan sistem sekuler kapitalisme dibiarkan bebas tanpa edukasi, bimbingan, dan perlindungan. Mereka diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk berbuat dan berperilaku. Karena tak paham baik buruk, terpuji dan tercela, atau memang menuruti hawa nafsu dan bisikan setan, perbuatan yang tak pantas pun dilakukan. Tak ada kekhawatiran sedikit pun akan dampak psikologis dalam diri anak dengan paparan konten pornografi. Bukankah hal ini akan merusak potensi berpikir anak?
Kenaikan harga BBM, TDL (Tarif Dasar Listrik) dan bahan pangan lainnya menambah berat beban biaya hidup keluarga. Untuk menopangnya, seorang ibu dengan terpaksa meninggalkan rumah untuk membantu suami mencari nafkah. Jadilah anak-anak menghabiskan waktu mereka di rental PlayStation atau bermain di rumah temannya dan asyik bermain gadget. Padahal di hp, mereka mudah terpapar oleh konten-konten pornografi.
Orang tua lepas pengawasan, predator anak siap-siap menerkam. Dan mirisnya, predator itu juga seorang ibu. Ya, ibu yang telah tertipu dengan kebahagiaan semu dengan meninggalkan peran keibuannya untuk menemani proses belajar anak-anak. Mereka lupa akan tanggung jawabnya untuk mendampingi dan menunjukkan arah yang benar dalam melejitkan dan mendayagunakan potensi anaknya. Ibu-ibu yang silau dengan kebahagiaan semu yang bersifat duniawi tanpa berpikir untuk meraih kebahagiaan hidup akhirat.
Memang inilah konsekuensinya hidup di negara sekulerisme kapitalisme. Fokus negara hanya mencari cuan untuk pembangunan yang bersifat materi, sebatas infrastruktur. Sedangkan pembangunan sumber daya manusia dan penjagaan akidah umat Islam diabaikan. Akibatnya, banyak fasilitas mewah namun kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak-anak makin merebak. Karena memang pemberdayaan wanita/ibu hanya di sektor publik saja. Ibu-ibu tidak mendapat pembekalan ilmu yang cukup dalam mendidik anak-anaknya. Padahal peran ibu di rumah sangat menentukan corak kepribadian anak.
Ada pepatah, wanita adalah tiang negara. Jika wanita baik maka akan baik kondisi negara. Namun sebaliknya, jika wanitanya rusak maka rusak pula negara itu. Gambaran ini benar, wanita akan baik jika keadaan memang mampu untuk meraih tujuan itu. Dan yang paling bertanggung jawab menciptakan keadaan yang mendukung peran ibu adalah negara. Negara menggunakan semua potensinya untuk menyejahterakan keluarga, sehingga seorang ibu dapat fokus mempersiapkan anak-anak untuk terjun di kancah kehidupan. Agar nantinya anak-anak mampu memenuhi kewajibannya terhadap agama, juga mampu memenuhi harapan orang tua dan bangsa untuk menjaga negeri ini dari keterpurukan dan penjajahan. Anak-anak yang saleh tentu akan dapat mengantarkan negeri ini pada kehidupan yang diridhai Allah, negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Hanya dengan penerapan syariat Islam kaffahlah, negara akan mengembalikan peran mulia seorang ibu. Yakni sebagai madrasatul ula (sekolah pertama) bagi anak-anaknya. Seorang ibu akan mendampingi perkembangan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan berusaha dengan segala kemampuannya agar anaknya menjadi jembatan bagi keluarga, untuk meraih ridha Allah dan ridha orang tuanya. Seorang ibu yang menginginkan anak-anaknya baik dalam tutur kata dan perbuatannya, yang kelak akan dapat bermanfaat bagi banyak orang. Penyejuk mata hati setiap yang memandang. Ibu yang akan mengenalkan Allah, Sang Pemilik jagat raya, juga mengenalkan Rasulullah SAW, teladan terbaik sepanjang masa. Ibu juga akan mengenalkan hakikat diri dan potensi anak, yakni sebagai manusia yang punya kewajiban ibadah dan mengatur potensinya menurut ketentuan dari Sang Pemilik kehidupan.
Sudah banyak contoh, bagaimana peran ummahatul mukminin di masa Rasulullah SAW, yang mengajarkan kedermawanan, kesabaran, kecintaan terhadap saudara seiman, dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Juga teladan para shohabiyah yang telah mendidik para generasi sehingga menjadi pemuda yang tangguh, kuat iman dan fisiknya. Pemuda sehebat Muhammad Al Fatih hanya akan lahir dalam asuhan Islam. Dalam negara yang memuliakan peran mulia ibu dan memberikan fasilitas terbaik baginya. Karena dalam dekapan ibu lah negara akan jaya, kebahagiaan hakiki dapat teraih.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Liyah Herawati
Kelompok Penulis Peduli Umat
0 Comments