TintaSiyasi.com -- Penentuan Upah minimum masih menjadi problem bagi buruh. Penentuan UMR ini menggunakan variabel inflasi dan “indeks tertentu” yang merugikan buruh. Belum lagi persoalan outsourcing yang membuat nasib buruh makin malang.
Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja telah menuai gelombang protes karena dinilai merupakan langkah “pembangkangan” pemerintah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki.
Namun, pemerintah melalui Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan Perppu Cipta Kerja ini sebagai bentuk perbaikan sebagaimana perintah MK, termasuk dikeluarkan dengan dalih kegentingan.
DPR RI menyetujui penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang meski terdapat 2 fraksi yang menolak yakni, fraksi Demokrat dan fraksi Partai Keadilan Sosial.
Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPR RI, Hinca Panjaitan mengatakan Fraksi Demokrat menolak pengesahan UU Cipta Kerja terkait buruh, tata kelola, investasi dan perhutanan karena terdapat ambiguitas aturan yang termuat dalam RUU. Namun demikian Demokrat menghormati hasil putusan pengesahan UU Cipta Kerja ini (cnbcindonesia.com, 24/03/2023).
Keputusan tersebut pun menuai pro kontra. Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se Universitas Indonesia menyatakan sikap menolak pengesahan Perpu menjadi Undang-undang atau UU Cipta Kerja. Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR RI untuk membatalkan UU Cipta Kerja tersebut.
Selain itu, mereka juga mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk bersama-sama menyuarakan perlawanan terhadap pengesahan RUU tentang Penetapan Perpu Cipta Kerja. "Pengesahan RUU tentang Penetapan Perpu Cipta Kerja menjadi pertanda bahwa negara memiliki ragam cara untuk mengelabui konstitusi," ucapnya dalam keterangan tertulis, Kamis 23 Maret 2023 (tempo.co, 23/03/2023).
Beginilah hasil dari rancangan undang-undang yang dibuat oleh tangan manusia. Dengan serba keterbatasan dan diikuti oleh hawa nafsu akan menghasilkan berbagai keputusan yang tidak memberikan manfaat terhadap masyarakat secara menyeluruh, melainkan hanya akan memakmurkan para kapitalis. Lalu bagaimana dengan masyarakat kecil, mereka hanya akan dirugikan dan berjuang sekuat tenaga untuk menyambung hidup dibawah tekanan ketidakadilan peraturan pemerintah. Padahal pemerintah seyogyanya adalah tameng bagi seluruh rakyatnya. Bukan malah menyusahkan kehidupan rakyatnya. Namun kepada siapa rakyat akan mengeluh?
Inilah buah pahit dari penerapan sistem zalim kapitalisme demokrasi yang tidak akan pernah memberikan kesejahteraan rakyat. Kapitalisme hanya akan memenuhi kepentingan para pemilik modal. Di dalam sistem kapitalis demokrasi, penguasa dan pengusaha akan hidup berdampingan dan saling menguntungkan. Maka, rakyatlah yang dikorbankan.
Berbeda halnya jika sistem yang diterapkan adalah sistem yang memang bersumber dari Sang Khaliq langsung. Maka tidak akan kita temukan ketimpangan dan undang-undang yang tidak sesuai dengan fitrah dan kebutuhan manusia. Hanya sistem inilah yang akan membawa perubahan yang hakiki pada kehidupan. Ialah sistem Islam yang sudah terbukti menjadi cahaya dalam kegelapan.
Islam memberikan solusi dengan pengaturan pemilik kerja dan pekerja (buruh) secara rinci, tidak menyebabkan terjadi kezaliman tetapi kemaslahatan di antara dua belah pihak.
Syariah Islam memberikan perlindungan kepada kaum buruh dengan mengingatkan para majikan/perusahaan sejumlah hal:
Pertama, perusahaan harus menjelaskan kepada calon pekerja jenis pekerjaan, waktu/durasi pekerjaan serta besaran upahnya. Mempekerjakan pekerja tanpa kejelasan semua itu merupakan kefasadan.
Kedua, upah buruh tidak diukur dari standar hidup minimum di suatu daerah. Cara inilah yang dipakai kapitalisme di seluruh dunia. Dibuatlah standar upah minimum daerah kota/kabupaten atau propinsi. Akibatnya, kaum buruh hidup dalam keadaan minim atau pas-pasan. Pasalnya, gaji mereka disesuaikan dengan standar hidup minimum tempat mereka bekerja. Seberapa keras mereka bekerja tetap saja mereka tidak bisa melampaui standar hidup masyarakat karena besaran upahnya diukur dengan cara seperti itu. Bahkan di masyarakat Eropa yang standar gajinya terlihat besar, gaji buruh juga tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka. Pasalnya, biaya hidup mereka juga besar. Inilah kelicikan kapitalisme.
Dalam Islam, besaran upah mesti sesuai dengan besaran jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu bekerja dan tempat bekerja. Tidak dikaitkan dengan standar hidup mininum masyarakat. Pekerja yang profesional/mahir di bidangnya wajar mendapatkan upah lebih tinggi dibandingkan pekerja pemula. Meski pekerjaan dan kemampuan sama, tetapi waktu dan tempat bekerja berbeda, berbeda pula upah yang diberikan. Misal tukang gali sumur yang bekerja di lapisan tanah yang keras semestinya mendapatkan upah lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan serupa di tanah yang lunak.
Ketiga, perusahaan wajib memberikan upah dan hak-hak buruh sebagaimana akad yang telah disepakati, baik terkait besarannya maupun jadwal pembayarannya. Majikan/perusahaan haram mengurangi hak buruh, mengubah kontrak kerja secara sepihak, atau menunda-nunda pembayaran upah. Semua ini termasuk kezaliman. Nabi SAW bersabda:
قَالَ اللَّهُ ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، رَجُلٌ أَعْطَى بِى ثُمَّ غَدَرَ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ، وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ
Allah telah berfirman, “Ada tiga golongan yang Aku musuhi pada Hari Kiamat: seseorang yang berjanji atas nama-Ku kemudian ingkar; seseorang yang menjual orang merdeka kemudian menikmati hasilnya; seseorang yang memperkerjakan buruh dan buruh tersebut telah menyempurnakan pekerjaannya, namun ia tidak memberikan upahnya.” (HR. Al-Bukhari).
Demikianlah penjelasan singkat bagaimana negara memperlakukan para butuh/pekerja. Dan negara tersebut adalah negara khilafah.
Nabi SAW bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (HR. Al-Bukhari).
Khilafah adalah negara yang bertanggung jawab penuh atas nasib rakyatnya. Khilafah yang menerapkan syariah Islam wajib menjamin kebutuhan hidup rakyat; memberikan lapangan pekerjaan, menjamin kebutuhan hidup seperti pendidikan dan kesehatan, serta menjaga keamanan mereka.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Yusniah Tampubolon
Aktivis Muslimah
0 Comments