TintaSiyasi.com -- Baru baru ini Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk terus membangun hunian vertikal dengan konsep transit oriented development (TOD), tidak hanya di Jabodetabek, namun juga di kota-kota besar lainnya di seluruh Indonesia. Hal tersebut disampaikannya, ketika meresmikan hunian milenial untuk Indonesia di Samesta Mahata Margonda, Depok, Jawa Barat, Kamis, (13/4).
Menurutnya, dengan fasilitas pendukung yang ada, seperti terintegrasi dengan transportasi publik, dan harga yang cukup terjangkau; maka semakin besar kesempatan bagi generasi milenal untuk dapat membeli rumah tinggalnya sendiri.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri BUMN Erick Thohir cukup yakin pembangunan hunian vertikal tersebut akan mampu mengatasi masalah keterbatasan lahan, utamanya di kota-kota besar. Selain itu, dengan harga yang cukup terjangkau maka puluhan juta anak muda Indonesia bisa segera memiliki rumah (voaindonesia.com, 13/4/2023).
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pun menyampaikan sebanyak 81 juta penduduk Indonesia kelompok milenial belum memiliki rumah. Catatan ini berdasarkan data milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) (liputan6.com, 13/4/2023).
Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar setiap orang, bukan hanya kaum milenial. Belum terpenuhinya kebutuhan dasar ini tentunya ada banyak faktor, di antaranya karena harga rumah yang cukup mahal. Selain itu, harga lahan untuk membangun rumah juga cukup mahal. Maka, kondisi saat ini ternyata menunjukkan bahwa yang membutuhkan rumah bukan hanya kaum milenial. Masih banyak masyarakat Indonesia yang sudah berumah tangga bertahun-tahun hidup tanpa hunian rumah atau rumah yang tidak layak.
Dikutip dari cnbcindonesia.com (17/4/2023), berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), DKI Jakarta termasuk provinsi dengan persentase rumah tangga yang menempati layak huni kurang dari 50%. Jumlah rumah tangga di DKI Jakarta yang menempati rumah layak huni hanya 1,09 juta dan sisanya nyaris 2 juta rumah tangga tinggal di rumah tidak layak huni. Di mana sebanyak 564,73 ribu rumah tangga tinggal di rumah kumuh.
Melihat fakta di atas maka jelas bahwa kondisi masyarakat Indonesia masih sangat memprihatinkan. Untuk memiliki rumah sebagai kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi saja masih banyak yang belum mampu.
Dalam sistem kapitalis, kebutuhan rumah menjadi tanggung jawab individu. Negara abai atas kondisi rakyat yang lemah dan miskin. Perhatian atas pemenuhan rumah pun seharusnya tidak hanya pada milenial, tapi pada semua individu-individu rakyat yang membutuhkan. Negara juga tidak layak menjadi kan pengadaan rumah ini sebagai lahan bisnis kepada rakyat.
Islam memandang rumah adalah salah satu kebutuhan pokok, selain makanan dan pakaian. Semua kebutuhan pokok itu menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Keberadaan rumah sangat penting bagi keberlangsungan hidup sebuah keluarga. Rumah aman dan nyaman tentunya menjadi impian banyak orang.
Sistem politik dan ekonomi Islam meniscayakan tersedianya rumah oleh negara bagi setiap rakyat yang membutuhkan, tentunya mereka yang miskin dan lemah. Negara harus mengoptimalkan peran nya demi terpenuhi kebutuhan rumah untuk rakyat nya. Tidak dibolehkan bagi negara menyerahkan nya pada pihak swasta. Selain sudah terpenuhi kebutuhan rumah bagi setiap rakyat negara, Islam akan memperhatikan kelayakan nya. Kemudian pengadaan rumah ini dibiayai oleh negara dari kas Baitul maal. Tidak dibenarkan negara berutang kepada asing demi memenuhi kebutuhan rumah rakyatnya.
Begitulah peran penting negara dalam islam untuk merealisasikan peran dan fungsinya sebagai perisai umat. Negara yang mampu merealisasikan itu semua hanyalah negara yang menerapkan Islam kaffah dalam naungan khilafah.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Pipit Ayu
Aktivis Muslimah
0 Comments