TintaSiyasi.com. -- Setiap Ramadan, Umat Islam senantiasa memperingati Nuzulul Qur'an, yakni peristiwa turunnya Al-Qur'an. Namun sayang, peringatan yang diadakan sekadar seremonial saja, tanpa memahami esensi diturunkan Al-Qur'an untuk kehidupan manusia.
Padahal, apapun yang membersamai Al-Qur'an akan menjadi istimewa. Malaikat Jibril istimewa karena menyampaikan Al-Qur'an kepada Rasulullah SAW. Muhammad, menjadi Rasul istimewa karena menerima Al-Qur'an. Bulan diturunkan Al-Qur'an juga istimewa, yakni Bulan Ramadan. Bahkan malam turunnya Al-Qur'an juga istimewa, yakni Malam Lailatul Qadar. Umat Islam menjadi umat terbaik karena Al-Qur'an, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Ali-Imran 110, yang artinya:
"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
Sayang, predikat "umat terbaik" seolah lenyap, yang tampak umat Islam terpuruk disegala lini kehidupan. Umat bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya. Diberbagai belahan bumi, umat menjadi korban kebencian orang kafir. Darahnya tertumpah, nyawanya tak berharga bahkan sumber daya alamnya pun dijarah para penjajah. Realitas tersebut akibat umat mencampakkan Al-Qur'an dari kehidupan.
Al-Qur'an hanya sebagai bacaan dan ajang perlombaan, sementara hukum-hukumnya dicampakkan diganti dengan hukum hasil akal manusia yang lemah dan terbatas. Ketika panduan hidup manusia yang berasal dari Penciptanya diabaikan maka kemuliaan umat tergadaikan. Kemuliaan umat terwujud ketika umat mengemban dan menerapkan Al-Qur'an, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW dan generasi sesudahnya.
Kondisi umat yang menyia-nyiakan Al-Qur'an pernah Rasulullah SAW adukan pada Allah SWT. Kesedihan dan kegundahan Baginda Nabi tergambar dalam Surah Al-Furqan ayat 30 yang artinya:
"Berkatalah Rasul: Wahai Rabbku sungguh kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini “Mahjura” (sesuatu yang diabaikan)."
Menurut Imam Ibnu Katsir, makna mahjura adalah tidak mau mendengar Al-Qur'an dan mentaatinya. Sedangkan Ibnul Qayyim al-Jauziyah menjelaskan, sikap mahjura bisa berwujud dalam lima bentuk:
Pertama, tidak tekun mendengarkannya. Kedua, tidak mengindahkan halal dan haramnya walau dipercaya dan dibaca. Ketiga, tidak menjadikannya rujukan dalam menetapkan hukum menyangkut ushuluddin (prinsip-prinsip agama) dan perinciannya. Keempat, tidak berupaya memikirkan dan memahami apa yang dikehendaki Allah yang menurunkannya. Kelima, tidak menjadikannya sebagai obat bagi penyakit-penyakit hati.
Memuliakan Al-Qur'an
Ketika Al-Qur'an disia-siakan, umat kehilangan kemuliaan. Tinta sejarah mencatat, ketika umat memegang teguh dan memuliakan Al-Qur'an, predikat khoiru ummat dalam genggaman. Ketika ingin mengembalikan kemuliaan umat, maka harus mengembalikan kemuliaan Al-Qur'an. Caranya, mengembalikan Al-Qur'an sebagaimana tujuan diturunkannya, yakni sebagai pedoman sekaligus solusi problematika kehidupan.
Penerapan Al-Qur'an secara keseluruhan, bukti keimanan dan ketaatan pada Allah SWT. Umat akan mulia ketika umat ini memuliakan Al-Qur'an, yakni dengan memenuhi hak-hak secara keseluruhan, bukan hanya diambil aspek rukiahnya saja.
Islam berbeda dengan agama lain. Selain memiliki aspek rukiah, Islam punya aspek siyasiyah. Islam adalah mabda' atau idiologi yang memiliki pemikiran dan metode dalam menyelesaikan persoalan kehidupan manusia.
Tahapan Memuliakan Al-Qur'an
Pertama, dengan membacanya. Membaca Al-Quran merupakan ibadah, sebagaimana sabda Nabi SAW,
"Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan ‘Alif Lam Mim’ satu huruf, tetapi
‘ Alif’ satu huruf, ‘Lam’ satu huruf, ‘Mim’ satu huruf.” (HR. At‐Tirmidzi)."
Kedua, memahaminya. Karena
Al-Quran bukan sekadar bacaan, yang dibaca dengan indah untuk menentramkan jiwa. Lebih dari itu, agar manusia bisa mengambil hikmah, pelajaran sekaligus solusi kehidupan. Sebagaimana firman Allah SWT,
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dg berkah supaya mereka memperhatikan ayat‐ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang‐orang yang mempunyai fikiran."
Ketiga, menghafalkannya. Dengan menghafal akan menjaga kemurniannya. Sebagaimana Sabda Baginda Nabi SAW,
"Sesungguhnya Allah memiliki orang khusus (Ahliyyin) dari kalangan manusia. Mereka (para shahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah siapakah mereka?" Beliau menjawab, “Mereka adalah Ahlu Al-Qur’an, Ahlullah dan orang khusus-Nya.” (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Ibnu Majah)
Al-Manawi rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah para penghafal Al-Qur’an yang mengamalkannya, mereka itu adalah kekasih Allah yang dikhususkan dari kalangan manusia. Mereka dinamakan seperti itu sebagai bentuk penghormatan kepada mereka sepeti penamaan Baitullah.
Keempat, belajar dan mengajarkan Al-Qur'an. Aktifitas ini sangat mulia sebagaimana Sabda Nabi SAW,
"Sebaik‐baik kalian adalah orang yang belajar Al‐Qur‘ân dan mengajarkannya." (HR Imam Al Bukhari)
Hak selanjutnya adalah mendakwahkan Al-Qur'an. Dakwah berarti menyeru manusia agar hidup sesuai Al-Qur'an. Masya Allah pahala yang luar biasa, yang akan senantisa mengalir bagi penyeru, ketika ada orang yang mendapatkan hidayah karena usahanya.
Kelima, memperjuangkannya.
Hari ini Al-Qur'an masih sebatas dibaca dan dilombakan dalam musabaqah tilawah. Padahal Allah menurunkan Al-Qur'an agar menjadi petunjuk bagi manusia. Maka perlu dakwah berjamaah, agar Al-Qur'an benar- benar diterapkan secara keseluruhan sehingga akan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Selain membahas akidah dan kisah, Al-Qur'an juga memuat hukum- hukum sebagai solusi problematika kehidupan manusia. Namun sayang hari ini umat Islam masih mengabaikannya. Padahal, mengabaikan Al-Qur'an merupakan kemungkaran dan dosa besar sebagaimana firman Allah dalan Surah Al-Maidah ayat 44, yang artinya,
"Siapa saja yang tidak berhuku pada apa yang telah Allah turunkan, mereka itu adalah kaun kafir."
Konsekuensi keimanan adalah menerapkan Al- Qur'an secara totalitas dalam kehidupan. Mengambil semua hukum-hukumnya tanpa memilah dan memilih karena Al-Quran bukan prasamanan, yang suka diambil, sementara yang tidak suka diabaikan. Allah mencela orang-orang yang mengambil sebagian hukumnya dan mengabaikan sebagian lainnya, sebagaimana yang dilakukan bani Israil.
Khatimah
Umat Islam adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Sayang predikat terbaik masih didalam nash belum terwujud dalam realitas. Suda seharusnya, umat berusaha mengembalikan predikat 'umat terbaik' dengan menerapkan Al-Qur'an secara keseluruhan dengan sistem Islam.
Tinta sejarah mencatat, umat Islam pernah memimpin peradaban, mewujudkan rahmat bagi seluruh alam, ketika berpegang teguh dan menerapkan Al-Qur'an sacara kafah dalam bingkai khilafah. Ketika institusi tersebut belum terwujud, maka fardu kifayah bagi seluruh umat untuk mengerahkan segenap kemampuan untuk mewujudkannya. Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh: Ida Nurchayati
(Sahabat TintaSiyasi)
0 Comments