Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Miris, Buruh di Negeri Sendiri Diperdaya, Pengusaha Dibela

TintaSiyasi.com -- Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 membolehkan pemotongan gaji buruh sebesar 25% bila perusahaan terdampak krisis global. Padahal saat ini nasib para buruh dalam kondisi rawan karena menjadi pekerja kontrak dan adanya  sistem outsourcing sebagai buah  UU Ciptaker  yang sudah disahkan oleh DPR.  Sungguh nasib para buruh makin mengenaskan dalam tatanan sistem ekonomi kapitalis. Mirisnya, negara justru membuat regulasi yang menguntung pengusaha.

Sebanyak 5 juta buruh melakukan aksi mogok kerja nasional sebagai protes pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta  merasakan dampak dari buruknya undang-undang tersebut mulai dari upah minimum yang kecil, outsourcing di semua jenis pekerjaan, kontrak berkepanjangan, PHK mudah, hingga pesangon murah. Bagaimanakan Islam memberikan solusi atas persoalan ini?.

Pemerintah mengeluarkan regulasi yang melegalkan pengusaha kapitalis untuk memotong upah buruh. Padahal, banyak buruh yang diupah di bawah UMK. Apalagi sekarang ketika pemotongan upah tersebut dilegalkan, jelas upah buruh yang sudah tipis akan makin tipis.
(Muslimahnews.net. 21/03/2023)

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengizinkan perusahaan berorientasi ekspor atau eksportir untuk memotong gaji buruh serta mengurangi jam kerjanya. Kebijakan ini dilakukan pada eksportir yang terdampak ekonomi global.Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat karya Tertentu  Perubahan Ekonomi Global

Aturan ini membuat kalangan buruh dan pengusaha kembali tak akur. Buruh mengecam keras, sementara pengusaha tentu mendukung. Buruh menuding, langkah Ida Fauziyah menerbitkan aturan ini bahkan telah melanggar aturan yang ada (CNBCIndonesia,18/03/23).

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan dirinya akan berkampanye secara internasional untuk menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023. Iqbal kebetulan tengah berada Jenewa, Swiss untuk menghadiri acara ILO. "Saya melaporkan ini ke ILO karena (pemotongan upah) tidak ada sejarahnya di Indonesia," kata Iqbal dalam konferensi pers virtual (Katadata.co.id,18/3/23).

Di sisi lain dari kalangan pelaku usaha, Wakil Ketua Umum Apindo Bidang Ketenagakerjaan Anton J Supit menilai aturan ini memiliki tujuan yang lebih luas, yakni menyelamatkan perusahaan dari meledaknya pemutusan hubungan kerja massal.

"Pengaturan Permenaker bukan untuk selamanya tapi dibatasi waktu, 6 bulan. Saya waktu itu terlibat dalam pembicaraan, ngga dikatakan sepanjang waktu. Intinya daripada mati seluruhnya lebih baik ada yang diselamatkan," kata Anton dalam Evening Up (CNBC Indonesia,18/3/2023)

Adapun dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri, menjelaskan alasan pemerintah menerbitkan Permenaker 5 Tahun 2023 adalah untuk mencegah terjadinya PHK yang terjadi di industri padat karya tertentu, yang berorientasi ekspor.

Dengan kata lain, menurut pemerintah, Permenaker ini bertujuan menyelamatkan perusahaan dari maraknya PHK massal. Aturan ini sudah disetujui oleh Presiden Jokowi dan akan berlaku selama enam bulan (Kumparan,19/3/23).

Permenaker No. 5/2023 makin menambah panjang daftar permasalahan yang mendera kaum buruh. Kaum buruh telah mengalami berbagai kezaliman, mulai dari kenaikan upah minimum yang di bawah tingkat inflasi, polemik jaminan hari tua (JHT) yang baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun, sistem outsourcing yang minim kesejahteraan hingga gelombang PHK yang tengah mendera. Disahkannya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja justru makin menzalimi buruh.

Kebijakan pemerintah ini menunjukkan bahwa penguasa lebih berpihak kepada pengusaha kapitalis daripada kaum buruh. Demi membela para kapitalis, penguasa mengeluarkan regulasi yang menzalimi buruh. Buruh diperdaya dengan dalih mencari solusi maraknya PHK, padahal sejatinya penguasa tengah membela pengusaha.

Ini karena negara ini tunduk pada sistem kapitalisme yang menjadikan para penguasa sebagai pelayan pengusaha kapitalis. Para kapitalis itulah yang telah membiayai penguasa tersebut untuk sampai ke tampuk kepemimpinan sehingga setiap kebijakan penguasa akan menghamba pada kepentingan kapitalis.

Bagaimana dengan rakyat? Rakyat hanya bisa gigit jari karena selalu diperdaya dengan berbagai aturan buatan penguasa. Inilah jadinya ketika manusia mengambil posisi Tuhan (Allah Swt.) sebagai pembuat aturan (syariat). Akhirnya aturan yang lahir adalah yang mengikuti kepentingan pembuatnya.

Kredo “demokrasi sebagai pemerintahan rakyat” ternyata sebatas jargon. Hakikatnya ternyata pemerintahan oleh para kapitalis melalui tangan penguasa yang mereka kendalikan. Rakyat hanya diposisikan sebagai objek yang harus taat pada aturan, meski membuat hidup sengsara.

Inilah nasib rakyat di bawah sistem kapitalisme demokrasi. Makin lama makin sengsara. Lantas, masih layakkah sistem zalim ini dipertahankan?

Islam sangat memperhatikan nasib para pekerja. Ada berbagai mekanisme dalam Islam yang membuat pekerja mendapatkan gaji yang memungkinkan untuk hidup layak.  Selain itu, negara juga memberikan jaminan kesejahteraan melalui pemenuhan kebutuhan pokok, individual maupun komunal.

Konflik antara buruh dan pengusaha merupakan masalah abadi dalam sistem kapitalisme. Mengapa demikian? Karena kapitalisme menciptakan eksploitasi oleh pengusaha kapitalis terhadap kaum buruh sehingga tidak pernah ada titik temu di antara keduanya. Yang ada justru konflik tiada akhir.

Lantas, apakah ini memang problem yang tidak akan pernah selesai? Nyatanya tidak. Konflik perburuhan dalam skala massal tidak pernah ada dalam sistem Islam. Kalau konflik individualis yang sifatnya kasuistik, bisa jadi ada, tetapi tidak marak.

Mesranya hubungan buruh dan pengusaha ini terwujud dalam sistem Islam karena Khilafah Islamiah berhasil mewujudkan keadilan sebagai hasil penerapan aturan dari Allah Swt. Firman Allah SWT:

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan mizan (neraca, keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS Al-Hadid: 25).

Keadilan tersebut tampak dari penempatan pengusaha dan pekerja dalam level yang sama, yaitu sama-sama sebagai hamba Allah Ta'ala yang wajib taat pada syariat-Nya.

Dengan demikian, tidak ada “kastanisasi” antara pengusaha dan pekerja sebagaimana dalam kapitalisme yang memposisikan pengusaha pada level yang tinggi karena punya banyak materi (kekayaan) sehingga semua kemauannya dituruti. Sedangkan buruh dianggap rendah karena lemah secara materi (kekayaan) sehingga harus patuh pada kehendak pengusaha.

Dalam Islam, pengusaha dan pekerja terikat oleh satu kontrak (akad) yang adil dan bersifat saling ridha di antara keduanya. Ridha itu meliputi aspek upah, jam kerja, jenis pekerjaan dan lain-lain. Ketika keduanya sepakat dan saling rida, barulah pekerjaan dilakukan. Dengan demikian, tidak ada pihak yang terpaksa dan terzalimi.

Sistem upah yang adil juga terwujud dalam sistem Islam. Seorang pekerja mendapatkan upah sesuai dengan manfaat yang ia berikan, bukan disesuaikan dengan kebutuhan minimum. Upah tersebut adalah hak pekerja dan wajib ditunaikan oleh pengusaha pada tanggal yang disepakati.

Upah pekerja akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya berupa sandang, pangan, dan papan. Sedangkan kebutuhan dasar komunal seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan disediakan oleh negara secara gratis. Untuk transportasi umum, Khilafah menyediakannya secara gratis atau murah.

Adapun para pekerja yang sudah bekerja maksimal, tetapi upahnya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup, negara akan turun tangan untuk membantu. Bantuan Khilafah bisa berupa pelatihan untuk meningkatkan keterampilannya, modal untuk wirausaha, atau santunan jika terkategori lemah.

Semua solusi ini akan menjadikan hubungan buruh dan pengusaha selalu harmonis. Jika pun ada konflik personal, Khilafah akan menyelesaikannya melalui pengadilan yang adil. Wallahu'alam'alam bishshawab.[]

Oleh: Elyarti
(Sahabat tintasiyasi)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments