Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menyoal Penambahan Anggaran IKN


TintaSiyasi.com -- Anggaran yang akan digunakan untuk membangun Ibu Kota Negara (IKN) semakin membengkak, hal ini disampaikan langsung oleh Direktorat Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatawarta bahwa anggaran IKN Nusantara diperkirakan akan membengkak hingga sekitar Rp 30 triliun, dari anggaran awal yaitu Rp 23 triliun pada tahun ini (tvonenews.com, 22/3/2023).

Anggaran untuk IKN pun agaknya akan terus bertambah, hal ini disebabkan karena memang wilayah yang akan dibangun IKN merupakan wilayah yang membutuhkan pembangunan dari awal karena masih banyak yang berupa lahan kosong dan masih banyak bangunan seperti hunian aparatur sipil Negara dan pembangunan jalan logistik yang harus dibuat. Sebut saja, pertambahan anggaran pada awal tahun ini sebanyak Rp 7 sampai Rp 8 triliun juga dikarenakan permintaan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Perhubungan. Bahkan menurutnya akan ada tambahan baru nantinya, seperti jika akan permintaan penyediaan tanah untuk para investor oleh Pak Presiden, maka nanti perlu adanya land development. 

Proyek IKN memang menjadi polemik tersendiri bagi masyarakat. Kendati banyak pro kontra dari masyarakat bahkan banyak yang menolak, namun proyek ini masih dilanjutkan. Tentu penolakan ini bukan tanpa sebab, anggaran pembangunan IKN menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencapai Rp 466,9 triliun. Dan ini baru perkiraan artinya bisa saja lebih dari angka yang sudah ditaksir tersebut. Walaupun sebelumnya, pada Mei 2019, presiden RI sempat menyebut bahwa pembangunan ibu kota negara baru tak akan membebani APBN (Kompas.com, 23/2/2022). Namun pada kenyataannya sudah triliunan dana dikeluarkan oleh kas negara untuk pembangunan IKN tahun ini bahkan seperti paparan fakta di atas bahwa ada pembengkakan anggaran terjadi untuk ke sekian kalinya dalam proyek pembangunan IKN dan kedepannya akan terus terjadi penambahan.

Padahal kas APBN adalah uang rakyat. Kita semua tahu bahwa sumber dana anggaran APBN berasal dari penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak dan hibah. Dimana pajak menjadi sumber penerimaan negara yang menyumbang paling besar, lebih dari 80% dari total pendapatan (manajemen.uma.ac.id, 3/11/2021). Pajak yang dipungut pun sangat beragam dan itu semua kebanyakan adalah pajak yang dibayar oleh rakyat. Hampir semua lini kehidupan sudah tersentuh pajak, jangankan yang kaya yang miskin pun harus membayar pajak walau hanya motor “butut” yang dimilikinya. Apa yang sebenarnya diharapkan oleh rakyat dari membayar pajak? Jelas tentu saya mereka mengharapkan kesejahteraan!

Namun sayang seribu sayang, triliunan uang rakyat harus digunakan untuk membangun IKN. Walaupun para penguasa memiliki niat yang sangat baik yaitu pemindahan ibu kota ke Kalimantan dengan harapkan dapat menyejahterakan rakyat terutama yang ada di kawasan tengah dan timur Indonesia dengan menjadikan IKN baru sebagai “pusat gravitasi” ekonomi baru di Indonesia. Tetap saja niat yang baik saja tidaklah cukup, harus dengan cara yang benar. Jika dilihat dengan seksama, pembangunan IKN tidak berdampak besar bagi kesejahteraan rakyat. Gedung-gedung yang akan dibangun di IKN tidak dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Tetapi hanya akan dinikmati oleh segelintir orang saja, yakni mereka para kapital yang punya banyak duit. Sedangkan masyarakat biasa, tetap saja duduk di rumah sederhana bahkan banyak yang sampai tak layak huni. Jangankan membangun yang baru. Ibukota sekarang pun agaknya menjadi contoh bahwa saat wilayah tersebut menjadi Ibukota itu tidak menjamin tidak ada masyarakat miskin di situ. Bahkan sangat banyak kita jumpai ketimpangan sosial yang terjadi di kawasan Ibukota. Alhasil, pembangunan IKN tentu saja tidak banyak berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat. 

Sebaliknya justru kesejahteraan rakyat kian terancam, bagaimana tidak jika Anggaran untuk IKN terus menerus membengkak maka jelas ini akan mengancam APBN negara, Akhirnya rakyat lagi yang akan jadi tumbal akan kebijakan penguasa yang tidak tepat sasaran. Mengapa demikian? Jelas jika APBN terancam, maka para penguasa akan memikirkan cara agar bisa menghemat APBN, yang seharusnya BBM bersubsidi sekarang tidak lagi, LPG juga demikian sedikit-demi sedikit subsidinya akan hilang karena dalih supaya tidak membebani APBN. Belum lagi pendidikan dan kesehatan yang akan ikut naik biayanya karena pada akhirnya negara akan lepas tangan jika APBN terancam. Bahkan berita paling buruknya adalah biaya pajak akan makin mahal.

Padahal kita tahu negara ini punya masalah lain seperti hutang yang juga kian membengkak. Utang negara ini sendiri seperti yang disampaikan oleh Kementerian Keuangan bahwa posisi utang pemerintah sampai dengan akhir Desember 2022 mencapai Rp 7.733,99 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 39,57%. Jelas ini merupakan jumlah yang sangat fantastis, belum lagi jika ditambah dengan bunga utangnya.

Jika pembangunan IKN tidak menguntungkan dan menyejahterakan rakyat, lalu siapa yang sebenarnya diuntungkan dan disejahterakan dalam proyek besar ini? jelas yang diuntungkan adalah para penguasa dan korporasi, dengan dalih untuk kesejahteraan rakyat. Koalisi Masyarakat Sipil mengatakan bahwa Pemindahan ibu kota ini tak lebih dari proyek oligarki, menurut Koalisi, karena tampak upaya mendekatkan IKN dengan pusat bisnis beberapa korporasi di sana, yang wilayah konsesinya masuk dalam kawasan IKN (Kompas.com, 20/1/2022).

Kesejahteraan rakyat agaknya memang mustahil terwujud dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme, karena dalam sistem ini, keuntungan yang menjadi asas utama. Tidak peduli pada kemaslahatan rakyatnya, dalam sistem ini penguasanya bekerja bukan untuk mengurus rakyatnya namun mengurus oknum-oknum yang dapat memberikan keuntungan untuk mereka. Coba bayangkan akan ada sangat banyak infrastruktur yang harus dibangun dari awal dan pembangunan itu membutuhkan uluran tangan investor.

Penguasa begitu berambisi dan bernafsu terhadap proyek IKN ini, padahal perekonomian rakyat sedang duji setelah pandemi. Masih banyak permasalahan rakyat seperti pendidikan dan kesehatan yang belum merata, kemiskinan pengangguran, dll. Bukankah ini lebih urgen? 

Kesejahteraan secara kolektif hanya mampu diwujudkan oleh sistem yang menempatkan penguasanya sebagai khadimul ummah yaitu pelayan umat artinya seorang penguasa yaitu pemimpin akan mengurusi kepentingan rakyat, bukan korporasi. Dan pemimpin seperti itu hanya dapat dijumpai dalam Sistem Pemerintahan Islam. Dalam hal membangun Ibukota, Islam menentukan ibukota dengan perencanaan matang, untuk kepentingan negara dan rakyat karena dalam Islam negara bukan ambisius mewujudkan visi pembangunan Ibukota karena kepentingan individu maupun oligarki, namun memang murni ingin mewujudkan visi untuk menjadikan Ibukota baru kelas tertinggi di dunia yang akan mewujudkan Islam Rahmatan lil’alamain sehingga terwujud negara yang terkuat dan terdepan.

Islam mampu menyejahterakan warga negaranya, dengan memeratakan pembangunan ke seluruh wilayahnya, jadi bukan hanya wilayah yang menjadi ibukota saja yang sejahtera tetapi seluruh wilayah. Salah satu contoh nyata keberhasilan Negara Islam dalam membangun Ibukota adalah keberhasilan Khalifah Abu Ja’far al Manshur yang mendirikan kota Baghdad. Keberhasilan ini didapat dari baiknya pengaturan APBN berbasis syariat Islam yang telah menjadikan keuangan pada masa Pemerintahan Al-Manshur tidak pernah mengalami defisit. Kas negara selalu penuh, dengan uang negara yang surplus yang membuat khalifah mampu mendanai pembangunan infrastruktur kota Baghdad tanpa ulur tangan para investor asing aseng apalagi sampai berutang. Bahkan sampai akhir hayatnya pun Abu Ja’far Al-Manshur meninggalkan negara yang kasnya masih surplus sebanyak 810.000.000 dirham. 

Oleh karena itu, jika menginginkan kesejahteraan haruslah merujuk pada aturan Islam Kaffah bukan pada aturan sistem kapitalisme yang sudah jelas-jelas bukan membuat surplus tapi sebaliknya, setiap tahun agaknya selalu defisit, BBM, LPG dan fasilitas lainnya pun subsidinya semakin lama semakin berkurang. Sungguh sistem kapitalisme itu biang kesengsaraan dan sistem Islam itu sumber keberkahan. Wallahu a'lam. []


Oleh: Nada Navisya
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments