TintaSiyasi.com -- Problem stunting bukan lagi problem yang baru, melainkan problem lama yang belum menemukan titik terang terhadap solusi tuntasnya. Stunting kian hari kian genting, menurun dari segi angka tetapi tidak menurun dari segi fakta. Solusi yang dihadirkan dalam menyelesaikan permasalahan ini hanyalah solusi yang bersifat pragmatis tanpa menyentuh akar dari permasalahan tersebut.
Sebagaimana dikutip dari cnnindonesia.com, Kamis (06/04/2023) Menteri PPN atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mencium adanya kebohongan pemerintah daerah (pemda) dalam menghitung data stunting. Beliau menyebutkan bahwa prevalensi stunting saat ini masih tinggi, yakni mencapai 21,6 persen. Pemerintah masih perlu kerja keras untuk menurunkan angka tersebut yang harus disesuaikan dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, dimana prevalensi stunting turun 3,8 persen per tahun. Selain itu, disampaikan juga bahwa dibeberapa daerah, cara menghitung stunting itu misleading semua.
Stunting adalah kondisi kurangnya asupan gizi pada anak yang menyebabkan terganggu pertumbuhannya. Penyebab stunting ada dua, yaitu kesehatan kurang baik pada ibunya saat hamil serta kurangnya asupan gizi pada awal kehidupan dan masa balita dikarenakan pola pengasuhan yang kurang tepat. Masyarakat dalam hal ini, bukannya tidak ingin mengkonsumsi makanan bergizi tetapi kemampuan ekonomi mayoritas masyarakat hari ini tidak memadai.
Masalah stunting dalam negeri ini tidak akan pernah akan tuntas jika solusi yang dihadirkan hanya menyentuh pada permukaan saja, namun sama sekali tidak menyentuh akar permasalahannya. Stunting yang terjadi hari ini adalah efek dari masalah sistemis yang terjadi pada negeri ini, seperti carut marutnya masalah ekonomi, kebutuhan pangan yang semakin meningkat, jumlah PHK meningkat, pengahasilan masyarakat menurun, hingga sistem kesehatan yang mahal serta dan keamanan masyarakat tidak terjaga dan masih banyak masalah lainnya.
Masalah stunting ini juga tidak terlepas dari buruknya sistem yang diterapkan oleh negara hari ini yakni sistem kapitalisme. Minimnya tanggung jawab yang diberikan oleh negara terhadap kesejahteraan rakyatnya, salah satunya adalah terpenuhinya kebutuhan pangan yang bergizi bagi individu per individu rakyatnya yang harusnya mutlak terjadi, namun gagal diberikan oleh negara hari ini.
Sistem kapitalisme yang diterapkan hanyalah berorientasi pada materi (untung dan rugi) serta sangat diskriminatif karena pro pada kepentingan modal. Sementara itu, rakyat selalu dianggap sebagai beban bagi negara. Sebagaimana fakta yang terjadi bahwa pemerintah daerah rela berbohog hanya untuk menurunkan angka stunting, namun fakta dilapangan berkata lain.
Lepas tangannya negara terhadap rakyatnya adalah tabiat dari sistem demokrasi-kapitalisme, dimana dalam sistem ini pemerintah akan terus menjadi regulator bagi para pemilik modal yang telah membantu mereka untuk meraih kursi kekuasaan. Dalam sistem ini pula, terjadinya distribusi logistik pangan yang tidak merata dan tidak adil, hal ini terjadinya karena semakin besarnya ketimpangan sosial yang dialami oleh masyarakat.
Berbeda dari sistem kapitalisme yang tidak mampu mensejahterakan rakyat, sistem Islam justru sebaliknya. Dalam sistem Islam (negara Khilafah), kesejahteraan rakyat adalah nomor satu, masalah stunting adalah masalah yang akan sangat mudah untuk diselesaikan oleh negera Khilafah. Kesejahteraan yang dimaksud adalah tepenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan bagi rakyatnya.
Dalam negera Khilafah, Islam telah menggariskan Khalifah (kepala negara) mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap urusan rakyatnya melalui penerapan syariat Islam yang kaffah. Beberapa bentuk kebijakan dalam negara Khilafah dalam mejamin kesejahteraan rakyatnya diantaranya:
Pertama, Islam memerintahkan setiap laki-laki untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya dan keluarganya, dalam hal ini negara akan menjamin tesedianya lapangan kerja yang luas serta sistem administrasi yang mudah dengan cara SDA dikuasai negara bukan oleh asing.
Kedua, jika individu tersebut tidak mampu, maka beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya.
Ketiga, jika kerabat atau ahli waris tidak mampu maka beban itu beralih ke baitul mal yakni kepada negara. Keempat, Islam juga menetapkan kebutuhan dasar berupa pelayanan pendidikan, kesehatan, keamanan yang mutlak dijamin oleh negara, pemenuhan atas ketiga pelayanan itu bagi seluruh masyarakat tanpa kecuali langsung menjadi kewajiban negara, sehingga setiap income per keluarga hanya dialokasikan untuk kebutuhan pokok.
Semua jaminan didukung oleh pendapatan negara di Baitul Mal yang memiliki beberapa sumber, seperti hasil pengelolaan harta milik umum berupa kekayaan alam yang jumlahnya tidak terbatas (tambang mineral, migas, batu bara, emas dan lainnya), kemudian hasil pengelolaan fai’, kharaj, ghanimah, jizyah, usyur, dan harta milik negara lain serta BUMN selain yang mengelola harta milik umum.
Selanjutnya ada harta zakat, hanya saja zakat bukan mekanisme ekonomi, zakat adalah harta yang ketentuannya bersifat tuqifi baik pengambilan maupun distribusinya. Teakhir ada sumber pemasukan temporal, diantara infaq, wakaf, sedekah dan hadiah serta harta ghulum (haram) penguasa, harta orang murtad, harta warisan yang tidak ada ahli warisnya, dharibah atau pajak dan lain-lain.
Semua hal ini tentu akan mampu mencegah kelaparan baik pada perempuan/ibu dan juga pada bayi serta asupan gizi akan terpenuhi, kesejahteraan rakyat pun akan terjamin. Karena itu, tidak ada jalan lain dalam menyelesaikan masalah stunting yang kian genting hari ini, melainkan Islamlah menjadi solusi terbaik dan penting. Wallahu’alam bishshowab.[]
Oleh: Sintia Wulandari
(Aktivis Muslimah)
0 Comments