TintaSiyasi.com -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KEMENPPPA) menerangkan, sepanjang Januari-April 2023, telah terjadi dua kasus bayi yang dibuang oleh orang tuanya di kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kasus pertama, seorang balita yang dibuang dan kini telah dikembalikan kepada orang tuanya yang belum berstatus menikah. Kasus kedua, bayi yang dibuang dalam kardus dan kini masih dalam penyelidikan polisi.
Menanggapi kasus tersebut, pemerintah daerah berencana akan memberikan konseling terhadap pasangan yang belum berstatus menikah agar praktik pengasuhan tidak layak anak tidak terulang lagi. Sedangkan bayi yang ditemukan di dalam kardus, saat ini diasuh oleh calon orang tua angkat (COTA) yang ditunjuk Dinas Sosial Kota Banjarmasin, jika orang tuanya tidak ditemukan maka bayi tersebut akan diserahkan kepada panti perawatan bayi milik DINSOS selama maksimal 6 bulan. Selanjutnya, akan dilakukan prosedural pengangkatan anak.
Tidak hanya itu, KemenPPPA juga mengatakan, kasus pelantaran bayi merupakan gambaran nyata masih adanya pengasuhan tidak layak anak di Indonesia. Oleh karena itu, kata KemenPPPA, diperlukan sinergitas berbagai pihak untuk memberikan gambaran edukasi reproduksi kepada anak dan remaja serta edukasi ketahanan keluarga bagi calon orang tua. Pencegahan ini dilakukan sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan Indonesia layak anak 2030 (WartaEkonimi.co.id, 11 April 2023).
Abai terhadap Akar Permasalahan
Mengupayakan edukasi reproduksi dan ketahanan keluarga dalam rangka pencegahan terhadap pelantaran anak, sebenarnya merupakan perhatian yang hanya berfokus pada perkara cabang saja bukan pada akar permasalahannya. Sebab akar permasalahan dari kasus tersebut sebenarnya adalah pergaulan bebas.
Maka dari itu, pemerintah seharusnya tidak mengabaikan akar permasalahan dari kasus tersebut yakni pergaulan bebas. Namun, bentuk pencegahan yang diharapkan dari pemerintah justru berbanding terbalik. Alih-alih menjauhkan remaja dari pergaulan bebas, pemerintah malah memberi dukungan atas aktifitas tersebut. Lihatlah fenomena kohabitasi (hidup bersama tanpa pernikahan) yang dianggap sebagai fenomena kehidupan modern. Istilah pacaran sehat pun dinisbahkan kepada sepasang pemuda dan pemudi yang menggunakan kondom dalam berhubungan.
Mirisnya lagi, pelaku pergaulan bebas malah makin mendapatkan perlindungan atas nama HAM. Sebut saja Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang seolah telah melegalkan perzinaan dengan adanya sexual consent. Jikalau pun harus mendapat hukuman, hukum pezina sangatlah ringan yakni maksimal setahun hukuman penjara. Jelas ini tidak memberikan efek dan dampak apa-apa bagi pelaku pergaulan bebas.
Perlu diketahui bahwa pergaulan bebas lahir dari kehidupan sekuler yakni paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dijadikan sebagai pelengkap status di Kartu Tanda Penduduk (KTP) tanpa memiliki pengaruh dalam hidup seseorang.
Diterapkannya sistem kehidupan sekuler saat ini, membuat angka pergaulan bebas makin memprihatinkan. Kasus pelantaran anak diduga jauh lebih besar, mengingat ajuan dispensasi nikah muda oleh anak usia sekolah akibat bunting sebelum waktunya (hamil di luar nikah) begitu tinggi. Alhasil, sulit bagi semua pihak untuk menjauhkannya dari umat, terlebih pada remaja (generasi).
Kehidupan yang seperti ini jelas keniscayaan kehidupan serba bebas (liberal). Artinya, manusia bebas melakukan apa saja tanpa adanya keterikatan, termasuk keterikatannya terhadap agama (hukum syarak). Manusia juga bebas mengejar apapun yang diinginkannya tanpa peduli apakah itu mendatangkan kemudharatan untuk dirinya dan pada sesama.
Kehidupan liberal ini berasal dari propaganda barat yang sengaja diimpor paksa kepada negeri-negeri muslim. Jadilah kaum Muslim, terutama anak mudanya terpapar pemikiran yang demikian.
Solusi Islam Kaffah
Islam merupakan agama rahmatan lil'alamin. Aturannya yang komprehensif dan fundamental mampu menyelesaikan seluruh permasalahan manusia mulai dari akar hingga cabang, termasuk kasus pelantaran anak. Setidaknya ada tiga ajaran Islam yang dapat menuntaskan permasalahan tersebut.
Pertama, larangan mendekati zina yang telah Allah abadikan dalam Al-Qur'an yakni QS. Al-Isra : 32. Berdasarkan larangan ini, konten atau film yang berbau pornografi tidak diedarkan karena dapat merangsang nafsu birahi yang akan mengantarkan pada pintu perzinaan. Selain itu, larangan ikhtilat (campur baur) dan khalwat (berdua-duaan) antara laki-laki dan perempuan non-mahrom juga tidak diperbolehkan. Islam juga melarang para perempuan menampakkan auratnya karena dapat menstimulus syahwat. Islam akan benar-benar memperhatikan kehormatan perempuan dengan mewajibkannya menutup aurat secara sempurna (sesuai hukum syariat).
Kedua, Islam mewajibkan negara untuk memupuk keimanan serta ketakwaan pada diri rakyatnya sejak dini. Sistem pendidikan Islam akan berbasis pada akidah sehingga anak didik akan terbentuk syakhshiyah Islamiyah (kepribadian Islam)-nya.
Ketiga, bukan hanya tindakan preventif (pencegahan), Islam juga memiliki cara kuratif dalam menyelesaikan permasalahan ini yakni dengan memberikan hukuman berat terhadap pezina berupa jilid bagi yang belum menikah dan rajam bagi yang sudah menikah.
Demikianlah kesempurnaan Islam dalam mengatur umat manusia. Dengan aturan dan hukum yang menjerakan pelaku pezina, maka angka perzinaan akan menurun dan secara otomatis akan mengurangi kasus pelantaran anak. Ditambah memberikan edukasi mengenai keluarga bahwa anak merupakan amanah dari Allah.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Sartika
(Tim Pena Ideologis Maros)
0 Comments