TintaSiyasi.com -- Kembali terjadi, fasilitas milik PT Pertamina (Persero) dilaporkan meledak. Kilang minyak Pertamina Dumai meledak terbakar di Pekan Baru, Riau pada Sabtu malam, 1 April 2023. Sebanyak 9 orang pekerja terluka akibat insiden ini. Ledakan tersebut sangat kuat hingga menimbulkan geteran yang berimbas kepada rumah warga dan masjid yang rusak dan roboh (money.kompas.com, 02/04/2023).
Sebelum insiden terbakarnya kilang minyak Pertamina Dumai, sudah 10 fasilitas perrtamina ini yang meledak dan terbakar dalam kurun waktu 4 tahun. Peristiwa tersebut membuktikan bagaimana buruknya kinerja Pertamina dalam mengelola fasilitasnya sendiri.
Seperti yang terbaru lainnya adalah ledakan dan kebakaran yang terjadi di Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara serta Kapal Pengangkut BBM di Perairan Mataram, NTB.
Peristiwa ini tentu memunculkan pertanyaaan tentang profesionalisme Pertamina dalam mengelola bisnis besar dan keuntungan besar milik negara ini, yang mana mestinya mereka lebih berhati-hati dalam pengelolaannya serta pendistribusiannya.
Kita ketahui bersama Pertamina merupakan perusahan yang bergerak dibidang Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mudah terbakar. Harusnya sekali dua kali kejadian ledakan dan kebakaran, mesti secepatnya di evaluasi. Apalagi, banyak kilang minyak yang berdampingan dengan perumahan warga. Karena jika terjadi ledakan dan kebakaran, bukan hanya perusahaan yang rugi, namun juga negara bahkan masyarakat setempat. Yang mana fasilitas masyarakat rusak seperti tempat tinggal dan tempat umum bahkan bisa saja merenggut nyawa seseorang.
Pembenahan evaluasi perusahaan ini mestinya dari dasar, di mana aturan terkait kebijakan perusahaan besar negara berasal, yaitu sistem sekuler kapitalisme. Dengan sistem ini, BUMN seolah bukan lagi milik negara, tetapi seperti milik nenek moyang.
Karena perusahaan negara yang harusnya mengurusi kebutuhan hidup masyarakat justru menyusahkan hingga mengorbankan rakyat. Seperti halnya harga BBM yang seringkali melonjak tajam dan kemudian efeknya menambahkan beban masyarakat atau lebih tepatnya menyusahkan masyarakatnya sendiri. Contoh lainnya, jikakalau terjadi ledakan dan kebakaran pada kilang minyak di daerah padat penduduk sehingga menyebabkan masyarakat pun ikut kena imbasnya karena salah tata kelola perusahaan. Kadang-kadang mereka hanya ingin kepenuhannya sendiri terpenuhi tanpa memikirkan bagaimana kesejahteraan masyarakatnya.
Dengan demikian, dalam sistem sekuler kapitalisme masyarakat tidak dapat berharap banyak kepada penguasa maupun pengusaha itu sendiri. Mengapa? Karena penyalahgunaan jabatan dan perusaahan milik negeri hanya untuk kepentingan pihak tertentu bukan untuk kepentingan masyakarat itu sendiri.
Berbeda halnya dalam sistem Islam. Dalam sistem Islam diatur terkait kepemilikan. Perusahaan Pertamina yang merupakan perusahaan milik negara yang akan mengelola sumber daya alam untuk kepentingannya masyarakatnya, secara langsung maupun tidak langsung, karena sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada Allah SWT. Pemanfaatannya semua diatur oleh hukum syarak, bukan mengikuti kehendak dan kepentingan pihak tertentu. Adapun terkait BBM, masyarakat tidak akan antri panjang untuk membeli seliter minyak tanah, pembagian minyak subsidi secara merata dan tidak menyusahkan masyarakat.
Pemimpin-pemimpin perusahaan Pertamina dan perusahaan milik negara lainnya harusnya memiliki sifat yang mampu dan amanah. Sehingga mereka akan mengelola perusahaan untuk kepentingan masyarakat umum. Bukan semata untuk diri dan kelompoknya sendiri.
Perlunya pengambilan Islam secara kaffah dan kebangkitan Islam agar tidak ada lagi pemimpin yang zalim kepada masyarakatnya sendiri. Pemimpin dan masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang dilarang oleh Allah SWT.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Mariatul Kiftiah
(Pegiat Pena)
0 Comments