Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Agar Tak Impor Gula Terus


TintaSiyasi.com -- Pemerintah kembali melakukan impor gula kristal putih (GKP). Keputusan impor dilakukan karena produksi gula dalam negeri tidak mencukupi. Berdasarkan perhitungan Neraca Komoditas Pangan 2023, kebutuhan gula nasional mencapai 3,4 juta ton dan diperkirakan produksi nasional hanya mencapai 2,6 juta ton. Kekurangannya ditutupi dengan mengimpor dari luar (cnnindonesia.com, 4/4/2023).

Dari rutinnya impor gula dalam jumlah besar ini menunjukkan bahwa pemerintah gagal dalam mewujudkan ketahanan pangan. Sebenarnya Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dengan lahan yang sangat subur. Namun, ternyata hal itu tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri, termasuk gula. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dalam negeri selalu disolusikan dengan mengimpor. Tidak adakah cara lain untuk menjaga stok pangan dalam negeri?


Salah Kelola

Kegagalan ini karena tidak tepatnya pemerintah dalam melakukan pengelolaan. Lahan-lahan subur yang harusnya untuk tanaman pangan justru berubah menjadi pemukiman dan bangunan. Ini tentu saja berimbas pada produksi bahan pangan yang turut menyusut.

Belum lagi adanya pencabutan subsidi terhadap pupuk sehingga menjadikannya barang langka. Selain sulit untuk didapat, harganya pun melambung. Petani kesulitan untuk membelinya. Tak ayal ini mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi pangan rakyat.

Pemanfataan teknologi yang menunjang ketersediaan pangan dalam negeri sebenarnya bisa dilakukan. Penemuan-penemuan oleh para ahli di bidang pertanian bisa dikembangkan dan dibiayai oleh negara untuk meningkatkan produksi pangan. Namun, sayangnya pemerintah kurang merespons. Banyak hasil penelitian yang justru diabaikan atau malah dilemparkan ke pihak swasta. Riset dan para ahli kurang mendapat apresiasi sehingga banyak yang memilih keluar.

Jika kondisi seperti ini dibiarkan, maka masalah pangan di negeri kita akan terus memburuk. Mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri jelas bukan solusi yang tepat. Kita membutuhkan solusi fundamental untuk bisa berubah dari kondisi yang buruk saat ini menjadi kondisi yang lebih baik.


Solusi Islam

Kita tidak bisa mengharap solusi untuk problem kekurangan pangan akan datang dari sistem demokrasi kapitalis yang sedang diterapkan saat ini. Sebab, sistem ini nyata telah gagal. Bahkan, sistem inilah yang memunculkan masalah pangan yang menimpa masyarakat.

Harapan hanyalah ada pada Islam. Sebab, Islam merupakan agama yang sempurna mengatur segala hal. Karena itulah, Islam tak hanya mengatur, tetapi juga pasti memiliki solusi bagi setiap permasalahan yang dihadapi oleh manusia.

Islam juga memiliki pandangan tersendiri terhadap ketahanan dan kedaulatan pangan. Islam memandang bahwa negara harus memiliki kedaulatan penuh dan tidak boleh tunduk pada siapa pun kecuali pada syariat.

Memiliki ketahanan pangan artinya negara secara mandiri mampu untuk menyediakan kebutuhan pangan yang dibutuhkan rakyat tanpa bergantung kepada negara lain. Untuk itu, produksi dalam negeri harus diupayakan seoptimal mungkin. Dalam hal ini, syariat Islam telah mengatur bahwa tanah-tanah pertanian tidak boleh ditelantarkan. Tanah harus dikelola sehingga produktif. Apabila tanah tidak dikelola lebih dari 3 tahun, maka akan disita oleh negara. Tanah tersebut kemudian diberikan kepada pihak lain yang mampu mengelolanya.

Abu Yusuf dalam kitab Al-Kharaj menuturkan sebuah riwayat dari Salim bin Abdillah bahwa Umar bin Khattab ra pernah berkata di atas mimbar: “Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu miliknya. Tidak ada hak bagi orang yang memagari (tanah mati) setelah 3 tahun (jika tidak ia garap).”

Dengan cara seperti ini, maka tanah-tanah pertanian tidak akan ada yang terlantar. Semua tanah yang subur tersebut akan terus produktif sehingga bisa menghasilkan sumber pangan yang bisa mencukupi kebutuhan seluruh warga negara.

Jika rakyat tidak punya dana untuk mengelolanya, maka negara akan memberikan bantuan yang bersumber dari Baitul Mal. Bukan hanya dana, negara akan membantu dengan segala upaya seperti pemberian subsidi, penyediaan sarana dan prasarana, dan kemudahan dalam menjual hasil penennya. Ini jelas berbanding terbalik dengan fakta sekarang di mana negara justru mencabut subsidi pupuk yang itu memberatkan bagi para petani.


Tata Kelola yang Tepat

Islam juga mengatur tentang tata kelola tanah. Negara akan menentukan mana-mana tanah yang subur sehingga hanya dikhususkan untuk ditanami. Tanah semacam ini tidak diperbolehkan untuk dijadikan perumahan atau pertokoan. Tanah-tanah yang kurang subur bisa dipakai untuk membangun pemukiman dan industri. Dengan demikian lahan untuk pertanian tetap terjaga dan bisa memproduksi bahan pangan untuk masyarakat.

Negara juga akan mengembangkan teknologi untuk mempermudah dan memperbanyak produksi pangan. Dana akan diberikan untuk membiayai penelitian-penelitian yang membantu meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan para petani. Bukan hanya dari segi kuantitas, tetapi juga kualitas tanaman pangan juga meningkat. Teknologi dan penelitian tersebut juga akan membantu pekerjaan petani makin mudah dan efisien.

Dengan begitu, hasil produksi mengalami peningkatan sehingga swasembada pangan pun bisa terwujud. Negara bisa mandiri memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa perlu mengimpor dari luar. Bahkan, bisa melakukan ekspor.

Negara mampu melindungi produksi dalam negeri. Negara hanya mengimpor barang-barang yang memang sangat kurang produksinya atau yang belum mampu diproduksi di dalam negeri. Namun, itu dengan tetap mengindahkan prinsip-prinsip syariat. Yakni, dengan melakukan kerjasama yang tidak membahayakan kedaulatan negara.

Ekspor boleh dilakukan selama kebutuhan dalam negeri telah tercukupi dan tidak membahayakan kedaulatan negara. Ekspor yang bisa membuka celah dominasi asing terhadap negara tidak akan dilakukan.

Negara juga tidak akan bergabung dengan organisasi perdagangan internasional karena bisa menyebabkan negara harus tunduk pada kepentingan luar. Seperti halnya kebijakan pasar bebas yang hanya menguntungkan negara-negara kapitalis.

Dengan begitu, maka negara akan menjadi kuat dan berdaulat sehingga tidak bisa didikte oleh negara mana pun. Negara seperti ini hanya bisa terwujud dengan penerapan Islam secara kaffah. Tidakkah kita merindukan sistem Islam yang seperti itu sehingga kita beralih dari kondisi yang buruk saat ini menjadi kondisi yang mulia?

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Endang Mulyaningsih
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments