TintaSiyasi.com -- “Cinta tak selamanya indah” sekiranya ungkapan ini menjadi nyata ketika mendengar kabar malang dari seorang siswi SMP di Padang, Sumatera Barat. Hubungan asmara berakhir tragis ketika AJ yang berusia 17 tahun membunuh pacarnya (YS) yang masih berusia 14 tahun, yang merupakan seorang siswi SMP di Padang. Perbuatan sadis itu dilakukannya pada 3 Februari 2023 di Nagari Singgalang, X Koto, Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbarkita.id, 20/03/2023)
Banyak hal yang membuat prihatin ketika memandang generasi saat ini, diantaranya buta terhadap ilmu agama. Pemuda saat ini dengan mudahnya berbuat tanpa memikirkan konsekuensi perbuatannya. Pada zaman global saat ini, banyak sekali pengaruh lingkungan yang membentuk kepribadian pemuda, diantaranya sistem komunikasi saat ini memberikan ruang yang tanpa batas untuk para pemuda mempunyai pergaulan dengan siapa pun.
Sosial media mempermudah interaksi orang dari berbagai belahan bumi. Berbagai macam platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Tik Tok, dan lainya dapat diakses dengan mudah oleh siapa pun. Berdasarkan hasil survei oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dimana tingkat penetrasi internet di kelompok usia 13-18 tahun adalah yang paling tinggi yaitu 99,16% pada 2021-2022.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia mencapai 63 juta orang dan 95% diantaranya menggunakan internet untuk mengakses media sosial (Katadata.co.id, 10 Juni 2022).
Hal yang lumrah saat ini jika remaja usia sekolah sudah mempunyai media sosial dan diakses dengan meggunakan gadget sendiri. Informasi yang sama juga diketahui dari korban pembunuhan ini. Korban dan pelaku saling mengenal melalui media sosial, Instagram, sekitar 5 bulan lalu sebelum peristiwa pembunuhan. Pelaku dan korban menjalin hubungan asmara dan keduanya juga sempat menginap di salah satu tempat penginapan di Padang Panjang selama 2 minggu.
Kebutaan terhadap ilmu agama terlihat dengan jelas dari mudahnya pemuda yang bernama AJ mengambil keputusan untuk menghilangkan nyawa pacarnya setelah melakukan perzinahan. Polisi melakukan reka adegan pada Sabtu (18 Maret 2023) siang. Dalam reka adegan diketahui AJ mencekik leher korban kemudian menutup dengan bantal hingga korban tak bergerak lagi.
Tak puas dengan itu, AJ mengambil kayu penumbuk beras dan memukul bagian kiri kepala korban. Kejadian itu dilakukan oleh pelaku dirumah kosong milik saudaranya yang masih berada di nagari Singgalang (Serambinews.com, 21 Maret 2023).
Buta Akan Ilmu Agama
Akibat buta ilmu agama pada sebagian besar pemuda saat ini berimbas pada butanya mata hati mereka (perasaannya) hingga tidak punya lagi rasa kemanusiaan. Hati para pemuda saat ini telah menjadi keras karena hidup terpisah jauh dari penerapan syariat Islam. Pemuda tak lagi ada perasaan takut karena melakukan perbuatan dosa. Sebagaimana perbuatan AJ setelah membunuh korban, dia menguburkan korban secara tidak layak seperti menguburkan benda tak berharga (Bangka.tribunews.com, 20 Maret 2023).
Tak Mengenal Gharizah
Memperhatikan dengan apa yang dilakukan oleh pelaku dan korban menunjukan tidak adanya pengetahuan mereka terhadap potensi diri mereka sendiri sebagai manusia. Ketika ada ketertarikan kepada lawan jenis, mereka langsung melampiaskannya tanpa memikirkan dampak baik atau buruk sebagai konsekuensi dari perbuatan mereka.
Allah memang menitipkan gharizah (naluri) pada setiap manusia, khususnya gharizah nau’ atau naluri ketertarikan pada lawan jenis. Sudah menjadi fitrah pada manusia menyukai lawan jenis ketika menginjak usia baligh. Allah tidak menitipkan gharizah itu untuk disalurkan begitu saja. Allah berikan tatacara dalam menyalurkannya. Bukan seperti kebutuhan jasmani yang jika tidak dipenuhi dalam waktu tertentu akan menyebabkan kematian.
Kesalahan kebanyakan pemuda saat ini adalah mereka tak mengenal gharizah ini, sehingga disamakan saja dengan kebutuhan jasmani. Efek dari kebodohan ini adalah ketika gharizah nau’ tadi muncul, pemuda langsung melampiaskannya tanpa menggunakan akal untuk memikirkan cara yang sesuai dengan aturan Allah. Hal ini yang terjadi pada pelaku dan korban pembunuhan tersebut, setelah mereka melakukan perzinahan, pelaku cemas jika korban akan hamil sehingga keputusan berikutnya yang diambil adalah membunuh korban.
Bukan Perihal Edukasi Seks
Kasus miris ini juga mendapat respon dari seorang sosiolog, Erianjoni, yang merupakan seorang dosen Universitas Negeri Padang (UNP). Beliau menduga motif dari pembunuhan ini adalah akibat minimnya pengetahuan pelaku tentang kesehatan reproduksi atau seks. Lalu apa yang diharapkan jika pelaku mempunyai ilmu yang cukup tentang seksual?
Pernyataan dosen ini seolah melegalkan aktivitas seksual di luar pernikahan. Pendidikan seksual harus disertai dengan keimanan kepada Allah dan kesadaran melaksanakan syariat Islam. Para pejuang Hak Asasi Manusia dan feminisme serta pegiat hak seksual mungkin akan mengangggap bahwa pembunuhan ini tidak akan terjadi jika pelaku mempunyai pengetahuan yang cukup tentang seksualitas.
Kemudian, mereka berpendapat bahwa dengan pemberian pendidikan kesehatan reproduksi atau seks akan membuat remaja bisa bebas bersikap dan menjaga diri dengan melakukan seks sehat dan aman. Inilah wajah buruk dari sistem yang dianut negara, sekularisasi membuat manusian menjadi abai terhadap aturan dari sang Pencipta serta mencukupkan diri dengan kata “aman”.
Namun, dugaan dan analisa yang disampaikan oleh sosiolog tersebut tidak menyentuh akar dari permasalahan. Begitu banyak pendidikan dan program sosialisasi terkait pengetahuan seksual telah diberikan kepada remaja, namun kriminal yang disebabkan oleh hubungan zina ini tetap menambah korban dan masalah baru lainnya sehingga dengan pembekalan pendidikan seksualitas tidak akan cukup membuat pemuda mengerti cara menyalurkan gharizah/naluri tadi dengan benar.
Pendidikan seksual memang penting, namun harus diiringi dengan keimanan kepada Allah sehingga ilmu yang didapat tidak digunakan sebagai sumber kerusakan.
Pandangan Islam Terkait Seks
Jika dilihat dari sudut pandang Islam, akar dari permasalahan ini bukan hanya sekadar pemberian pendidikan seksual kepada remaja. Lebih jauh bahwa kriminal ini adalah tentang bagaimana seorang pemuda melanggar aturan dari Allah. Sekali pun dengan mengetahui ilmu tentang seksual, tidak membuat perzinahan itu menjadi hal yang dibolehkan.
Dalam pandangan Islam, aktivitas seksual yang dilakukan oleh sepasang manusia di luar ikatan pernikahan merupakan perbuatan dosa besar itu, suatu kemaksiatan dan akan mendapat siksa di akhirat kelak.
Dalam pemerintahan Islam, negara sangat menjaga potensi pemuda. Negara menerapkan aturan berdasarkan syariat Islam dalam mengatur manusia ketika ingin menyalurkan gharizah nau’ mereka, yaitu melalui pernikahan syar’i. Negara Islam memfasilitasi pemuda untuk mendapatkan pendidikan yang dilandasi keimanan dan aqidah.
Islam juga menerapkan aturan Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagai upaya pencegahan dari perbuatan maksiat. Begitulah mulianya Islam, Islam tak langsung memberikan hukuman pada manusia. Islam menerapkan upaya pencegahan perzinahan dengan aturan interaksi dan pergaulan, infishol (pemisahan kegiatan laki-laki dan perempuan), dan penerapan hukuman yang tegas.
Upaya pencegahan dalam Islam itu tergambar dalam firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra’:32).
Hal ini berbeda dengan sistem kapitalisme ketika memberikan solusi atas permasalahan. Kejamnya kapitalisme tidak memberikan pencegahan sebelum perbuatan kriminal, namun langsung memberikan hukuman pada pelaku kriminal.
Pemuda seharusnya menjadi generasi yang dapat diandalkan membangun negeri. Pemuda seharusnya menghabiskan waktu mereka untuk mencari ilmu. Dengan kekuatan ingatannya, mereka mempelajari Al-quran dan Hadist. Dengan kekuatan fisiknya, mereka seharusnya mengamalkan petunjuk-petunjuk dalam Alquran dan Hadits.[]
Oleh: Eka Nofrianti
(Aktivis Muslimah)
0 Comments