TintaSiyasi.com -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan pemerintah masih terus berupaya untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem di Indonesia hingga mencapai 0% (CNBCIndonesia,5/4/2023).
Target yang tidak mudah jika mengacu pada batas garis kemiskinan ekstrem versi Bank Dunia, yakni penghasilan US$2,15 per atau Rp32.035 per orang per hari (asumsi kurs Rp14.900 per dolar AS).
Menanggapi hal itu, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai target kemiskinan ekstrem 0% sulit tercapai karena banyaknya faktor yang menahan penurunan angka kemiskinan. Hal itu karena masalah kemiskinan bersifat struktural, seperti akses pendidikan dan kesehatan juga menjangkiti masyarakat. (6/4/2023).
Terkesan seperti kejar tayang, pemerintah seolah ingin membuktikan capaiannya yang setinggi langit itu dengan pengentasan kemiskinan ekstrem di Indonesia. Padahal angka kelompok miskin ekstrem (extreme poverty) di Indonesia sekitar 2,5—3% dari total penduduk. Jumlah penduduk sangat miskin sebanyak 9 juta jiwa atau 3,371 dari jumlah penduduk yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Artinya, menargetkan angka kemiskinan ekstrem menjadi 0% pada 2024 sangat mustahil bisa terwujud.
Seperti sebuah tayangan yang diulang-ulang, janji untuk menyelesaikan masalah rakyat tidak pernah lunas hingga pergantian pemimpin. Tak jarang masalah-masalah baru datang silin berganti yang menjadikan rakyat semakin terpuruk.
Jargon yang sedang nge-tren di kalangan pemerintah hari ini adalah 'mengeroyok' kemiskinan ekstrem agar dapat segera dituntaskan pun tak menunjukkan hasil signifikan. Kolaborasi seluruh elemen masyarakat dan kerja extraordinary dari pihak berwenang dianggap bisa membuat kemiskinan ekstrem mencapai 0%, naif sekali.
Jika hanya memperkirakan, masyarakat pun tak sulit melakukannya. Yang dibutuhkan saat ini adalah langkah nyata demi menyelamatkan rakyat dari kemiskinan. Rakyat sudah bosan oleh segala jenis bantuan yang digelontorkan pemerintah tak banyak memberi pengaruh besar terhadap kesejahteraan.
Bantuan sosial pun hanya dilakukan setengah hati. Pendataan yang buruk, tak tepat sasaran, nominal kecil disertai korupsi berjemaah di setiap level dari pusat hingga daerah, membuat kebijakan bansos sama sekali tak menyelamatkan nasib rakyat miskin.
Tampak aksi-aksi tergesa-gesa yang dilakukan pemerintah untuk mendapat simpati masyarakat, yang sesungguhnya bukan upaya menyolusi kemiskinan, namun hanya membantu orang miskin yang sesungguhnya bisa dilakukan oleh individu.
Sesungguhnya, solusi dari permasalahan-permasalahan kemiskinan di Indonesia maupun kemiskinan global adalah dengan menerapkan sistem kehidupan yang menerapkan Islam. Sistem ini akan ekonomi mengatur dengan terperinci degan cara membuat pemasukan Baitulmal (anggaran negara) bersumber dari apa-apa yang telah Allah tetapkan dan halalkan, seperti zakat; rikaz (pajak bahan tambang); kharaj (pajak dari tanah kharijiyah); usyr (pajak bea cukai); fai (pajak yang dipungut dari nonmuslim); ganimah (harta rampasan perang); dan dari sumber daya milik umum seperti minyak, gas, tambang mineral, dan sebagainya tanpa diswastanisasi. Yang kemudian dikeluarkan lewat pos-pos yang juga telah Allah tetapkan.
Hal ini karena Islam memandang bahwa penyebab utama terjadinya ketimpangan adalah pada buruknya distribusi kekayaan. Sedangkan distribusi kekayaan tidak bisa dilepaskan dari peran pemerintah. Bahkan kriteria miskin dalam Islam bukan dihitung rata-rata, melainkan dihitung satu per satu kepala, apakah sudah tercukupi kebutuhan primernya, yaitu sandang, pangan, dan papan.
Maka tak ada harapan sama sekali jika masih menggantungkan kehidupan kepada penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Kembali pada aturan Islam-lah satu-satunya solusi untuk mengakhiri segala penderitaan, termasuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Solusi Islam mengatasi kemiskinan bukan hanya sebatas tataran wacana dan konsep, melainkan terealisasikan melalui politik ekonomi Islam yang dijalankan para pemimpinnya.
“Dan pada harta benda mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.” (TQS Az-Zariyat: 19).
Dengan mekanisme yang dapat mengentaskan kemiskinan hingga ke akar dan mempertahankannya dengan terus menerapkan Islam dalam seluruh aktivitas termasuk ekonomi, maka rakyat akan mengenyam nikmatnya iman dan kesejahteraan yang hakiki. Wallahu a'lam bishshowab.[]
Oleh: Bilqis Inas
(Aktivis Muslimah)
0 Comments