Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kapitalisme Melahirkan Ketimpangan Ekonomi dan Kemiskinan Ekstrem


TintaSiyasi.com -- Kemiskinan di Indonesia ibarat gurita yang menggeliat di benak masyarakat. Pemerintah masih mengalami kesulitan untuk menanggulangi perkara kemiskinan ini. Target ambisius yang dilayangkan pemerintah menuju kemiskinan ekstrem 0 persen di 2024 sebelumnya telah diungkap oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Momentum perekonomian bakal dimanfaatkan guna menjaga pertumbuhan ekonomi 2023 dan 2024, terlebih tahun depan adalah tahun terakhir pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin (CNN Indonesia, 06/04/2023).

Dengan itu, untuk mengcapai kemiskinan ekstrem nol persen Jokowi memiliki PR entaskan 5,6 juta masyarakat miskin di tahun 2024. Dalan Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat (06/04/2023), Suharso mengatakan bahwa semua masih memiliki berbagai hambatan mulai dari pengumpulan data yang belum akurat, program-program yang belum terintegrasi dan juga pemberdayaan sosial ekonomi yang belum berkelanjutan.

Dapat terlihat, upaya yang dilakukan pemerintah akan berkutat pada memperbaiki data setiap lapisan dan integrasi program beserta pemberdayaan ekonomi yang masif. Namun, hal ini tentu tak akan mampu untuk menciptakan perubahan kesejahteraan masyarakat secara total. Terlebih pemerintah menyebut “nol persen”, maka butuh solusi mendasar guna menebas secara tuntas dan bersih angka kemiskinan.


Kapitalisme Melahirkan Ketimpangan Ekonomi

Walau pada faktanya ada daerah yang angka kemiskinannya menurun, Mranggen Demak misalnya. Yaitu penurunan angka kemiskinan ekstrem yang mencapai 70 persen dari total 1.698 kepala keluarga (KK) yang menjadi hanya 500 KK yang perlu diintervensi penurunannya (Kompas, 04/04/2023). Peraihan itu dicapai dengan dimanfaatkannya UMKM, keterampilan yang dapat menumbuhkan nilai ekonomi masyarakat.

Tetapi bila dibandingkan dengan daerah yang lain, tentu lebih dominan daerah yang angka kemiskinannya meningkat, apalagi setelah pandemi. Ekonomi Indonesia belum mencapai kestabilan dan pemerataan secara total.

Adapun daerah yang termasuk ke dalam middle income (berpendapatan tinggi menengah). Di antaranya adalah Kalimantan Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Papua Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bangka Belitung dan Sumatera Utara. Provinsi tersebut merupakan provinsi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita pada 2022 di atas US$ 4.200m (CNBC Indonesia, 07/04/2023).

Melihat fakta di atas, tetaplah belum mampu memberikan nafas lega dan pengertian bahwa Indonesia telah sejahtera. Pasalnya, pada kategori berpendapat tinggi menengah tersebut berpenghasilan di atas US$ 4.200 dan penghasil batu bara serta Crude Palm Oil (CPO) secara tinggi, tapi di dalamnya terdapat masyarakat berstatus miskin dengan jumlah yang banyak pula. Maka ada ketimpangan ekonomi di dalamnya.


Kapitalisme Melanggengkan Kemiskinan

Indonesia yang masih bersandar pada ideologi kapitalisme tentu menerima dampak yang sangat nyata. Karena kapitalisme ini memiliki ciri khas yaitu perihal materialistik yang dijadikan tujuan bagi para penguasa dan pemilik modal. Maka, saat ini yang dapat mencapai ranah sejahtera hanyalah segelintir orang yang ada di atas saja. Sedangkan masyarakat secara umum masih harus berjuang untuk bertahan hidup di tengah kemiskinan yang kian mencekik.

Hal ini juga didukung oleh kebijakan yang pro terhadap pemilik kekuasaan dan modal. Landasan kebijakan dan upaya tergantung keputusan sepihak dari mereka tanpa menjadikan masyarakat sebagai titik urgensi yang perlu segera diselesaikan problem kemiskinannya. Slogan “yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin” adalah bukti dari sistem ini. Tentu sampai kapan pun pola kapitalisme akan seperti ini dan jauh dari harapan untuk dapat menyolusi masyarakat.

Terlebih di kapitalisme ini, negara menjadi pihak regulator semata yang berlepas tangan terhadap nasib masyarakat. Berlepas tangan dalam arti tidak menjadikan masyarakat sebagai prioritas dalam rentetan upaya menuju kesejahteraan. Yang seharusnya masyarakat mendapatkan hak untuk hidup sejahtera di bawah naungan pemerintahan.


Sistem Islam dapat Mengurusi Rakyat

Berbeda dengan kapitalisme, sistem Islam berfokus pada mengurusi masyarakat dengan pedoman syariat Islam. Dengan itu, segala sesuatu akan terkontrol menggunakan aturan paling sempurna di muka bumi yang tak boleh diragukan lagi. Karena bagaimana mungkin kita meragukan aturan Sang Pencipta yang memiliki dunia ini? yang seharusnya dengan-Nya kita hidup dan mati. 

Semua yang hidup di bawah sistem pemerintahan Islam akan mendapatkan kesejahteraan secara adil sesuai porsinya tanpa ketimpangan yang seperti kita rasakan hari ini. Mulai dari masyarakat hingga pemerintah di dalam sistem Islam akan terkondisikan dengan keimanan yang kuat, dengan itu tak akan ada sikap rakus dari segelintir orang. Karena dengan Islam, masyarakat akan mengetahui urgensi dari hidup itu sendiri yaitu mengedepankan melaksanakan kewajiban, tidak mengambil hak orang lain dan bertanggung jawab atas amanah yang dipikul. Terlebih seorang pemimpin kelak ditanya pertanggungjawabannya dalam mengurusi masyarakatnya.

Hanya dengan Islamlah kita dapat menebas kemiskinan dan meraih kesejahteraan. Karena Islam memiliki mekanisme terperinci yang mampu menjamin kesejahteraan setiap individu. Semua itu telah ditorehkan di dalam sejarah bahwa Islam mampu membangun peradaban gemilang dan menguasai dua pertiga dunia. Dan saat ini dengan problema yang terus menerus hadir, seharusnya menyakinkan kita bahwa kita hampa tanpa Islam dan terombag-ambing oleh sistem yang keliru. Maka tak ada kata lain selain berupaya menjemput lagi kebangkitan Islam agar kita dapati kesejahteraan bukan hanya di dunia tapi juga hingga ke akhirat kelak.

Wallahu a’lam. []


Oleh: Rifdah Reza Ramadan, S.Sos.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments