Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mampukah UU Perampasan Aset Mencegah Korupsi?

TintaSiyasi.com -- Kasus korupsi kembali ditemukan, baik oleh pejabat, anggota dewan atau ASN, bahkan dilakukan secara berjamaah. Beberapa waktu lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan sepuluh orang sebagai tersangka kasus korupsi pemotongan tunjangan kinerja (tukin) ASN di Kementerian ESDM. Para tersangka telah dicegah untuk bepergian ke luar negeri (Detiknews, 3/04/2023). 

Disusul munculnya isu panas RUU Perampasan Aset, ketika Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Mahmodin (MD) meminta permohonan khusus kepada Komisi III DPR saat membahas transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp 349 triliun (Kompas.com, 1/04/2023).

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Arsul Sani mengatakan, pihaknya menyetujui pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana. Menurut Arsul, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana diperlukan agar proses-proses pengembalian kerugian negara bisa di maksimalisasi lebih baik dan lebih cepat.

Untuk diketahui, RUU Perampasan Aset atau yang dikenal dengan istilah asset recovery merupakan salah satu aturan yang harus ada ketika suatu negara sudah menandatangani Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Melawan Korupsi. Indonesia telah menandatangani konvensi tersebut pada 2003 dan melakukan ratifikasi dengan membuat Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006.
 
Dalam kesempatan terpisah, anggota Komisi III lainnya, Nasir Djamil, mengungkapkan bahwa terhambatnya pembahasan RUU Perampasan Aset diakibatkan adanya kekhawatiran dari pemerintah dan DPR. Sebagai pembuat kebijakan, mereka khawatir bahwa pengesahan RUU ini akan berpotensi menjadi bumerang bagi kepentingan individu dan kelompok mereka sendiri.

Sebab, mekanisme yang ada dalam RUU Perampasan Aset ini akan mempermudah proses pelacakan hingga perampasan aset yang diduga berasal dari hasil kejahatan untuk dapat kembali ke kas negara (Antikorupsi.org, 2/4/2023).

Namun, jika melihat  kasus korupsi yang telah membudaya, muncul pertanyaan apakah pengesahan RUU perampasan aset mampu mencegah korupsi? Banyak yang meragukan pengesahan RUU ini. Keberadaan lembaga KPK saat ini belum mampu memberantas korupsi. KPK juga penuh skandal. Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju, misalnya, divonis 11 tahun penjara karena terbukti menerima suap ketika menangani kasus korupsi. Lantas, jika pengawasnya saja korupsi (saat menangani kasus korupsi), bagaimana mungkin korupsi bisa teratasi? 

Menyaksikan pejabat negara hari ini, keberadaan sangat jauh dari sosok pemimpin yang amanah, berkepribadian Islam dan teladan bagi masyarakat. Penerapan sistem kapitalis sekuler telah menjauhkan peran agama dari kehidupan. Sistem politik demokrasi yang berbiaya tinggi, juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mencari jalan pintas untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan. Di era sistem sekuler ini  para pemimpin yang lahir adalah sosok yang liberalis, hedonis dan kapitalis. Tak heran mereka menjadi sosok yang serakah. 

Produk hukum dalam demokrasi membuat UU yang dibuat oleh manusia yang sarat mengedepankan hawa nafsunya. Seluruh aturannya adalah hasil dari akal manusia yang terbatas yang pada akhirnya menimbulkan perselisihan. Asas yang dibangun berdasarka manfaat dan memperoleh materi sebanyak-banyaknya. Hal ini akan memberi celah bagi koruptor untuk terbebas dari jerat hukum. Sehingga penyelesaian kasus korupsi dalam sistem ini sulit tersesesaikan secara tuntas.
 
Islam memiliki mekanisme yang efektif untuk mencegah korupsi, mulai dari penanaman akidah yang kuat pada setiap individu. Akidah menjadi landasan dalam perbuatan. Keyakinannya sebagai hamba Allah Taala akan melahirkan ketaatan yang kuat pada setiap perintah dan larangan-Nya. Para aparat akan senantiasa menjaga dirinya dari harta milik umat. Dari sini lahirlah para aparat yang paham atas balasan orang yang korupsi, yaitu neraka. Sebagaimana firman Allah SWT:

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 188).

Islam memiliki mekanisme yang efektif untuk memberantas korupsi baik dari sisi preventif (pencegahan) atau kuratif (penindakan). Secara preventif  langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah korupsi, diantaranya pada saat rekrutmen aparat negara, haruslah berasaskan professionalitas dan integritas, bukan koneksitas atau nepotisme. Adanya pembinaan negara kepada aparat negara yang terpilih dalam menjalankan pemerintahan. Negara juga memberikan gaji dan fasilitas layak kepada aparat. Agar kebutuhan sehari-hari mereka tetap tercukupi. 

Adanya larangan aparat negara menerima suap atau hadiah. Larangan menerima hadiah berlaku bagi aparat pemerintah agar tidak ada konflik kepentingan di balik pemberian tersebut. Adapun larangan suap jelas haram berdasarkan sabda Nabiï·º. Dari Abdullah bin ‘Amr ra. bahwa Rasulullah ï·º bersabda, “Laknat Allah atas setiap orang yang memberi suap dan yang menerima suap.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). 

Untuk memastikan kebersihan harta, negara bisa melakukan perhitungan kekayaan aparat negara pada awal dan akhir menjabat. Negara memberikan pengawasan kepada aparatnya, begitu pula masyarakat. Masyarakatnya melakukan pengawasan (amar ma’ruf nahi munkar) ketika aparat melakukan penyimpangan.  Keteladanan dari pemimpin  dalam hal ini juga diperlukan. Karena pemimpin menjadi contoh bagi masyarakat.  

Jika ditemukan kasus korupsi, penyelesaiannya dengan langkah kuratif. Memberikan hukuman yang tegas dan setimpal kepada pelaku. Hukuman bagi para koruptor di dalam Islam termasuk takzir, yaitu bentuk dan kadarnya ditentukan oleh qadhi (hakim). Sanksi tegas dan setimpal akan memberikan efek jera kepada pelaku. Juga mampu mencegah dilakukannnya tindak korupsi di masa yang akan datang. Wallahua'lam bishshowab.[]

Oleh: Nor'alimah, S.Pd.
(Pendidik)


Baca Juga

Post a Comment

0 Comments