Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hukum Lemah sebab Buatan Manusia

TintaSiyasi.com -- Sungguh tidak ada yang bisa diharapkan ketika hidup semaunya tanpa pernah peduli dengan aturan dari Sang Pencipta. Hidup pun kian tidak tentu arah sebab abai dengan seluruh aturan-Nya. Padahal, Ia sudah memberikan aturan yang sempurna sedemikian rupa dari bangun tidur hingga bangun negara, tetapi sayangnya sebagian kita masih beranggapan aturan yang Dia berikan hanya berlaku di rumah ibadah saja.

Beginilah jadinya jika tidak belajar Islam dari akar hingga daunnya, tidak tahu harus berbuat apa, belum lagi masalah pun datang tiada habisnya karena tidak ada solusi tuntas yang ditawarkan untuk menyelesaikan segala problematika. Lantas, masihkah kita percaya dengan sistem buatan manusia?

Baru-baru ini Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) memberi sambungan baik atas keputusan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah memberi grasi kepada terpidana mati atas kasus narkoba Merry Utami. Menurut ICJR, kebijakan ini adalah grasi pertama yang diberikan Presiden Jokowi kepada terpidana mati kasus narkotika. Berdasarkan pernyataan dari kuasa hukum Merry Utami, kliennya ini memperoleh grasi oleh Presiden Jokowi pada Kamis, 24 Maret 2023 yang lalu. Keputusan Presiden No. 1/G/2023 ini telah mengubah pidana mati Merry Utami menjadi pidana seumur hidup.

Merry Utami sendiri merupakan seorang korban dari perdagangan orang yang telah menunggu terpidana mati lebih dari 20 tahun lamanya, sejak saat dijatuhinya pidana mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Grasi tersebut nyatanya telah diajukan sejak 2016 lalu. Sebab itulah, ICJR sendiri juga memberikan apresiasi kepada Presiden Jokowi untuk mengambil langkah baru dalam penanganan terpidana mati, utamanya untuk kasus narkotika. Terlebih, kasus-kasus narkotika ini memang sering kali didapatkan dalam penerapannya malah justru menjerat orang-orang yang rentan, termasuk korban perdagangan orang.

Bukan itu saja, grasi yang telah diberikan olah Presiden Jokowi ini tampaknya telah menandakan ada sebuah langkah baru untuk memperbarui politik hukum pidana mati di Indonesia, yang juga selaras dengan KUHP baru serta komitmen UPR ini (jawapos.com, 14/04/2023).

Jika diperhatikan sebenarnya pemberian grasi atas pidana mati kasus narkoba sudah dilakukan pengajuan sejak tahun 2016 lalu menuai kontroversi sekaligus dengan penetapan hukuman mati yang dianggap melanggar HAM (Hak Asasi Manusia). Di Indonesia sendiri terlihat hukuman mati masih dijadikan sebagai salah satu sanksi, sementara itu jika melirik pada dunia internasional malah justru menolak hukuman mati ini sebagai salah satu sanksi bagi tindak kejahatan. Selain itu, mekanisme dari pelaksanaan sanksi menurut sistem hukum yang ada di Indonesia dirasa tidak pasti dan cukup berbelit dalam prosesnya.

Padahal, jika saja Indonesian mau menerapkan aturan Islam secara kafah, maka akan didapati bahwa Islam dengan sistem hukumnya memiliki sistem sanksi yang adil dan juga berfungsi sebagai pencegahan dan penebus dosa. Selain itu, penerapan sanksi dalam Islam juga praktis dan tidak berbelit-belit seperti sistem hari ini yang notabenenya adalah sistem buatan manusia.

Sebagai pencegahan sendiri, sistem sanksi di dalam Islam nyatanya mampu memberikan efek jera sehingga kejahatan serupa tidak terulang kembali, orang-orang akan takut berbuat kejahatan yang sama sebab akan diberikan sanksi yang tegas. Sementara itu, jika sudah dihukum dengan sanksi yang sesuai dengan Islam dalam bingkai Khilafah, maka hal ini sudah selesai di dunia dan Allah tidak akan meminta pertanggungjawaban di akhirat kelak atas kejahatan tersebut, sebab yang bersangkutan telah mendapat sanksi sesuai dengan hukum-hukum-Nya.

Hal ini juga menjadi sebuah alasan mengapa pada saat sistem Islam diterapkan secara kafah selama kurang lebih 1400 lamanya dan menguasai hampir dua per tiga dunia, sejarah mencatat bahwa pada saat itu hanya terjadi 200 kasus pencurian dengan sanksi potongan tangan. Sungguh terbalik dengan kondisi hari ini, di mana begitu banyak orang-orang melakukan tindak kejahatan yang bermacam-macam di hampir semua tempat di waktu yang mungkin saja bersamaan. Maka, sungguh tidak ada jalan lain selain menerapkan hukum Islam secara kafah dalam kehidupan, karena Allah lebih tahu mana yang baik untuk manusia dan alam semesta.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اَفَحُكْمَ الْجَـاهِلِيَّةِ يَـبْغُوْنَ ۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّـقَوْمٍ 
يُّوْقِنُوْنَ

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS. Al-Ma’idah: 50).

Wallahualam bisawab.

Oleh: Sari Ramadani
Aktivis Muslimah

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments