TintaSiyasi.com -- Sungguh ironi melihat negeri yang kaya raya yang terkenal akan sumber daya alam yang melimpah ruah, jargon ekonomi kerakyatan, ekonomi pancasila, dan semacamnya terbantahkan oleh fakta implementatif berjalannya ekonomi neoliberalisme di negeri ini. Kuat nya impor dirasakan seiring dengan makin tampaknya kebobrokan sistem ekonomi kapitalis liberal.
Di sisi lain, praktek impor ditengarai menjadi jalan pintas untuk memperkaya diri sendiri. Bahkan menjadi sumber dana untuk aktivitas politik. Impor seolah menjadi langkah wajib dalam menyelesaikan kekurangan ketersediaan pangan di negeri ini. Padahal impor dapat mematikan kemandirian negara dan menguatkan ketergantungan kepada luar negeri bahkan beresiko menguatkan penjajahan ekonomi.
Berikut bukti, beberapa kasus impor di Indonesia:
Pertama, BUMN Pangan impor 215 ribu ton gula, masuk ke RI lewat tiga pelabuhan (Katadata.co.id/25/3/2023).
Kedua, Bulog Kembali Impor Beras 500.000 Ton, Digunakan untuk Bansos Pangan. Warga mengambil Bantuan Cadangan Beras Pemerintah (BCBP) di Kelurahan Semampir, Kota Kediri, Jawa Timur, Rabu (12/4/2023). Perum Bulog Kediri bersama PT Pos Indonesia menyalurkan BCBP kepada 31.812 keluarga penerima manfaat (KPM) masing-masing sebanyak 10 kilogram per KPM di Kota Kediri untuk bantuan pangan pemerintah periode Maret, April, dan Mei 2023 (Katadata.co.id 12/4/2023). Ini baru dua contoh masih banyak contoh yang lain terkait hal ini.
Aktifitas impor yang dilakukan terkadang merugikan rakyat kecil di negeri ini. Jika di negeri kita saja masih banyak para petani penghasil beras, lalu mengapa pemerintah memutuskan untuk impor beras? Bukankah seharusnya penguasa memberdayakan hasil panen dan produk-produk dalam negeri sendiri?
Di dalam Islam, negara merupakan institusi kuat dan adidaya serta mandiri berdaulat dalam semua bidang. Islam mengatur kerja sama dengan negara lain tanpa ada ketundukan dalam bentuk apapun memberikan kesejahteraan, adil, dan stabil. Seluruh penerapan sistem pengaturan ekonomi mengacu kepada syariat Islam secara kafah.
Seluruh kegiatan Impor dan ekspor merupakan bentuk perdagangan (tijârah). Sehingga setiap perdagangan ini pun harus diatur dengan hukum Islam. Termaksud salah satunya kegiatan perdagangan luar negeri.
Dalam Islam terdapat aturan dalam urusan perdagangan luar negeri, mereka yang melakukan perdagangan dengan negara Islam akan diklasifikasikan menurut negara asalnya, menjadi tiga:
Pertama, Kafir Harbi, yaitu mereka yang menjadi warga negara kafir yang bermusuhan dengan negara Islam dan Kaum Muslim, negara ini dikategorikan tidak bisa melakukan perjanjian perdagangan.
Kedua, Kafir Mu'âhad, yaitu mereka yang menjadi warga negara kafir yang mempunyai perjanjian dengan negara Islam, negara ini dikategorikan bisa melakukan perdagangan dengan melihat lagi isi surat perjanjian Mau tunduk apa tidak dengan aturan Islam.
Ketiga, Warga negara Islam yang didalamnya ada umat Islam dan non muslim mereka bisa bebas melakukan perdagangan asal tetap terikat dengan syariat Islam dan pengaturan negara Islam.
Dengan paparan di atas tergambar bahwa Islam memberikan solusi yang sempurna dalam aspek perdagangan luar negerinya. Negara tentunya akan menjadi pelayan rakyat bukanlah pebisnis apalagi prokapitalis.
Negara tentunya memiliki visi misi yang jelas dalam berbicara kebangkitan masyarakat. Pengaturan yang diambil berasaskan Al-quran dan As-Sunah ini pasti mampu mengatasi karut marut yang biasa terjadi pada urusan ekspor impor.
Sistem peraturan tidak akan mudah menjadi budak kapitalis serta tidak mudah melakukan kesepakatan multilateral karena haram hukumnya tunduk pada kesepakatan asing.
Sebagaimana firman Allah Swt “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.”
(TQS Al-Nisâ’ : 141)
Untuk itu, jelas bahwa aktifitas import tidak akan terjadi didalam sistem ekonomi islam yang diterapkan dalam naungan dalam khilafah jika tujuan nya adalah mementingkan para pengusaha dan merugikan rakyat.
Maka,selama sistem ekonomi kapitalisme masih mencengkram dinegeri ini, aktifitas impor tentu tak akan terelakkan.
Solusi atas semua ini adalah kembali pada penerapan sistem ekonomi Islam dalam naungan Islam kaffah. Wallahua'lam Bisshawab.[]
Oleh: Hayunila Nuris
(Aktivis Muslimah)
0 Comments